Kepemimpinan Generasi Historis
Dari total 44 presiden negara kampiun demokrasi, 13 orang menjabat selama dua periode berturut-turut, kecuali Franklin D Roosevelt (empat periode) sebelum Amendemen Kedua Puluh Dua Konstitusi AS. Tidak mudah petahana terpilih kembali.
Dari total 44 presiden negara kampiun demokrasi, 13 orang menjabat selama dua periode berturut-turut, kecuali Franklin D Roosevelt (empat periode) sebelum Amendemen Kedua Puluh Dua Konstitusi AS. Tidak mudah petahana terpilih kembali.
Tom Korogos, penasihat presiden kubu Republik dari Nixon sampai George W Bush, merespons memo rahasia Ronald Reagan yang terpilih kembali demikian, ”It seems to me that the President needs to decide what his legacy is going to be. What is he going to be the most proud of when he’s sitting at the ranch with Nancy four and five years after his Presidency?”
Rakyat Indonesia baru belajar berdemokrasi selama dua dekade dengan empat presiden. Dengan terpilihnya kembali petahana, menjadi penting soal warisan apa yang hendak ditinggalkannya. Ada godaan petahana untuk bermain aman setelah bekerja keras pada periode pertama agar terpilih kembali. Ia pun cukup dengan menjadi pemimpin koalisi barisan pendukung, minim inovasi, tanpa terobosan bersejarah. Suara kritis diabaikan. Kontestasi ide dihindari. Kebijakan berkualitas rendah rawan korupsi.
Ada godaan petahana untuk bermain aman setelah bekerja keras pada periode pertama agar terpilih kembali.
Pemimpin demokrasi
Bukan itu bayangan Presiden Jokowi, terlebih setelah pidato politiknya pada 14 Juli lalu yang menegaskan presidensialisme. Terpilih secara demokratis dan dengan biaya pemilu lebih dari Rp 20 triliun, presiden masih berutang kerja keras dan integritas kepada rakyat. Kerja, kerja, kerja, itulah moto hidup dan kerjanya untuk membangun negara-bangsa, seperti tiada habis energinya. Presiden yang satu ini bukan sosok penikmat kekuasaan.
Berbagai langkah terobosan besar pun terealisasi dalam kurun waktu efektif tiga tahun pemerintahannya pada periode pertama (minus tahun pertama dan tahun kelima). Pembangunan dimulai dari pinggiran (desa, wilayah perbatasan, timur Indonesia), meninggalkan paradigma pembangunan Jawa-sentris. Kedaulatan energi direbut. Rakyat dibangunkan dari kecanduan subsidi BBM.
Konektivitas Nusantara dibangun dengan bukti: pembangunan infrastruktur dan penyempitan disparitas harga. Iklim investasi diperbaiki.
Gagasan melekat pada terminologi demokrasi (Yunani: demos, ”rakyat”; kratia ”pemerintahan”) adalah pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Rakyat turut memilih sosok yang layak memimpin mereka selama satu periode ke depan dan memiliki akses untuk mengontrol jalannya kekuasaan. Presiden bisa dipilih dari kalangan biasa (tanpa trah politik, bukan bagian dari elite partai) dan oleh rakyat.
Demokrasi kita telah melahirkan seorang pemimpin bangsa dan kita juga wajib memelihara kepemimpinannya agar mencapai tujuan akhir demokrasi (untuk rakyat).
Kita pernah menjalani demokrasi yang menyerahkan hak pilih rakyat kepada MPR, representasi tertinggi daulat rakyat. Meski representasi rakyat, mayoritas anggota MPR praktis representasi perpanjangan tangan partai sehingga calon presiden tidak jauh dari lingkaran elite politisi partai, entah ketua umum ataupun ketua dewan pembinanya.
Dengan demokrasi langsung, daulat rakyat menentukan elektabilitas calon. Mungkin saja calon didukung (gabungan) partai besar, tetapi rakyat bisa memilih lain dari yang dikehendaki partai. Partai besar tak lagi mudah mendikte pilihan rakyat, terlebih pada era disrupsi politik.
Demokrasi kita tak boleh berhenti pada pemilu (dari dan oleh rakyat). Presiden terpilih dan segenap komponen bangsa juga harus memastikan tujuan akhir demokrasi (untuk rakyat). Jangan sampai janji-janji semasa kampanye too good to be true. Karena itu, sulit dibayangkan demokrasi untuk rakyat tanpa kehadiran oposisi kritis yang relatif kuat. Presiden justru harus mendengarkan suara sumbang dari luar kubunya sepanjang itu dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperkecil kesenjangan sosial.
Karena itu, sulit dibayangkan demokrasi untuk rakyat tanpa kehadiran oposisi kritis yang relatif kuat.
Presiden produk demokrasi mestilah pemimpin berjiwa demokrat. Rakyat bukan musuh politiknya sekalipun berbeda orientasi politik. Sebagai pemimpin bangsa justru presiden perlu meluruskan tempat umat sebagai bagian dari (bukan mengatasi) bangsa. Musuh rakyat sejatinya adalah kepala daerah yang tidak mengimplementasikan politik kesejahteraan. Kepada mereka, harus berlaku disinsentif dalam rangka pembelajaran politik.
Musuh presiden adalah para pembantunya yang tidak becus. Periode kedua dan terakhirnya sebagai presiden tidak cukup dengan retorika pidato. Ia memiliki kewajiban moral untuk meluruskan perjalanan demokrasi bangsa agar kekuasaan tidak menjadi rebutan mereka yang haus jabatan. Literasi demokrasi harus ditingkatkan agar bersendikan nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian, demokrasi kita melahirkan pemimpin yang lebih baik dari waktu ke waktu.
Panggilan sejarah
Terpilih kembali adalah satu soal. Sukses memenuhi panggilan sejarah adalah soal lain. Tanpa mengesampingkan hal-hal penting lain, fokus periode kepemimpinan terakhir Jokowi adalah pembangunan manusia. Memang SDM kita sangat tertinggal, baik tenaga kerja maupun untuk melompat jadi negara maju.
Periode kedua dan terakhirnya sebagai presiden tidak cukup dengan retorika pidato. Ia memiliki kewajiban moral untuk meluruskan perjalanan demokrasi bangsa agar kekuasaan tidak menjadi rebutan mereka yang haus jabatan.
Ketika perekonomian kita masih mengandalkan ekspor bahan baku dan berjuang dengan diri sendiri untuk melawan arus deindustrialisasi, China dengan populasinya terbesar di dunia sudah tidak mau mengandalkan industri berbasis manufaktur dasar dengan nilai tambah rendah. Negara komunis itu mau melompat menjadi negara berpendapatan tinggi dengan bertumpu industri teknologi tinggi yang selama ini bergantung pada Barat. Penguasaan teknologi 5G itulah yang melatari perang dagangnya dengan AS.
Sebagai negara berkembang dengan populasi terbesar kedua, India sudah lebih dulu merintis jalan penguasaan teknologi tinggi, dengan dukungan jaringan diasporanya yang merapatkan barisan untuk kejayaan negeri. Jangan membayangkan ”Silicon Valley” India terletak di kota berinfrastruktur tinggi. Jauh lebih banyak kota di Indonesia yang lebih tertata baik daripada Bangalore, pusat industri teknologi tinggi dengan nilai ekspor yang tinggi, juga pusat riset astrofisika yang sudah mengantar India ikut berjaya di ruang angkasa.
Tidak kebetulan bahwa sepertiga jumlah penganut kepercayaan ”Bumi datar” adalah orang kita. Bonus demografi kita mungkin tidak akan mengeluarkan kita dari perangkap negara dengan penghasilan menengah. Dengan kata lain, Indonesia Emas 2045 hanya mimpi besar. Indonesia tetap negara besar, tetapi pasar. Apabila jalan kemajuan Indonesia tidak seperti China dan India, harus jelas juga apa itu jalannya dan bagaimana tahapannya.
Meski banyak orang kita bergelar, belum tentu dengan literasi sains. Mereka sudah lama berhenti belajar, mengerjakan hal-hal rutin, sering mengonsumsi pengetahuan dari media sosial.
Pembangunan SDM mustahil tanpa mencerdaskan kehidupan bangsa. Sudah saatnya kita berhenti membenturkan kecerdasan ilmiah dengan kecerdasan emosional, spiritual, sosial, dan sebagainya. Biarlah kecerdasan-kecerdasan lain itu diurus oleh pranata keluarga dan agama. Tugas pokok pendidikan umum adalah menumbuhkan passion for science, meningkatkan literasi sains.
Meski banyak orang kita bergelar, belum tentu dengan literasi sains. Mereka sudah lama berhenti belajar, mengerjakan hal-hal rutin, sering mengonsumsi pengetahuan dari media sosial. Ini semua karena sebelum budaya baca dan budaya belajar terbentuk baik sebagai habitus bangsa, kita sudah diserbu era digital.
Mampukah Presiden membentuk skuad kabinet generasi historis yang mengimplementasikan revolusi mental manusia Indonesia?
(Yonky Karman Pengajar di Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta)