Badan Reserse Kriminal Polri dan Otoritas Jasa Keuangan memperkuat pengawasan terhadap kehadiran pelaku teknologi finansial ilegal yang semakin meningkat setiap tahunnya. Selama ini, aparat hukum terkendala menindak pelaku tekfin ilegal karena mayoritas beroperasi dari luar negeri.
Oleh
M Iksan Mahar
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Reserse Kriminal Polri dan Otoritas Jasa Keuangan memperkuat pengawasan terhadap kehadiran pelaku teknologi finansial ilegal yang semakin meningkat setiap tahunnya. Selama ini, aparat hukum terkendala menindak pelaku tekfin ilegal karena mayoritas beroperasi dari luar negeri.
Berdasarkan data Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI), yang merupakan gabungan OJK dan Bareskrim Polri, telah dilakukan penindakan terhadap 1.230 entitas tekfin berjenis pinjaman antarpihak (peer-to-peer lending) selama periode Januari 2018 hingga Juli 2019. Jumlah itu terdiri dari temuan 404 entitas selama 2018 kemudian sebanyak 826 entitas pada Januari-Juli 2019.
Sementara itu, temuan tekfin ilegal berjenis investigasi fiktif, terutama perdagangan valuta asing dan investasi cryptocurrency, juga meningkat setiap tahunnya. Pada 2017, SWI menindak 80 kasus investasi fiktif berbasis daring, lalu sebanyak 108 kasus pada 2018, serta 177 kasus pada semester I-2019.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing mengatakan, penindakan berupa pemblokiran yang telah dilakukan tidak serta-merta menutup kehadiran tekfin ilegal. Hal itu didasari perkembangan teknologi yang memudahkan individu atau kelompok untuk membuat aplikasi berbasis Android. Atas dasar itu, OJK, katanya, terus melakukan upaya deteksi dini dengan melakukan koordinasi dengan Bareskrim Polri.
Kemudian, untuk meningkatkan sistem imun masyarakat terhadap ancaman tekfin ilegal, kata Tongam, pihaknya meningkatkan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat di ranah media sosial, media digital, dan media massa. Kegiatan ini melibatkan pemerintah daerah, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia, Bareskrim Polri, dan Google Indonesia.
Dalam penindakan tekfin ilegal, terutama pinjaman antarpihak, kami meminta kepada masyarakat untuk melakukan entitas yang diduga melanggar unsur pidana. Kami juga sangat mendorong proses hukum kepada pelaku tekfin yang melakukan tindakan penagihan tak beretika yang mengganggu orang lain.
Kasubdirektorat II Tindak Pidana Siber Bareskrim Komisaris Besar Rickynaldo Chairul mengungkapkan, terdapat enam tindak pidana yang umumnya ditemukan dalam kasus tekfin ilegal. Mereka adalah penyadapan data, penyimpanan data pribadi, pengiriman gambar berkonten dewasa dan pencemaran nama baik, pengancaman, manipulasi data, dan akses ilegal.
Ada kendala
Menurut Rickynaldo, kendala utama untuk memproses hukum pelaku tekfin karena lokasi para pelaku berada di luar negeri. Dari temuan 1.230 kasus tekfin ilegal oleh SWI, hanya 22 persen yang dikendalikan dari Indonesia. Sisanya, para pelaku berada di luar negeri.
Selain itu, para korban masih enggan melaporkan kasusnya kepada pihak kepolisian. Padahal, kasus itu merupakan delik aduan sehingga penelusuran penyidik perlu didasari laporan korban.
Ia meminta kepada masyarakat agar tidak mudah memberikan data dan identitas pribadi ketika hendak melakukan transaksi di dunia maya atau aplikasi. Selama 2019, Bareskrim Polri telah menangani tujuh kasus berkaitan dengan tekfin ilegal. Sebanyak satu kasus merupakan murni kasus peminjaman, sedangkan enam kasus lainnya mengarah pada pencemaran nama baik.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.