Noken, Rajutan Budaya Tanah Papua
Tanah Papua bak hutan penuh budaya. Noken merupakan salah satu dari banyaknya budaya di sana. Keberadaannya setara dengan identitas masyarakat setempat. Noken pun disebut sudah menubuh dengan orang-orang Papua.
Noken berupa rajutan yang terbuat dari kulit kayu itu biasanya dibentuk menjadi tas. Tas tersebut serupa tas jaring-jaring apabila dipakai.
Warna yang ada pada noken beragam, ada yang berwarna hitam, merah, dan coklat. Warna tersebut biasanya diperoleh dari pewarna alami, seperti akar tumbuhan dan buah-buahan.
Sebagai budaya asli Papua, keseharian warga tidak pernah lepas dari noken. Membawa hasil kebun, barang, harta benda, hingga menggendong bayi, semua dilakukan dengan noken. Dalam kata lain, noken berfungsi sebagai tas serbaguna.
Noken bukan sekadar fashion statement bagi warga setempat. Di sisi lain, noken juga merupakan simbol perempuan Papua, kesuburan, kekeluargaan, kehidupan yang baik, ekonomi, perdamaian, dan identitas.
”Noken ini ada sejak zaman nenek moyang kami. Noken sudah menyatu dengan kami,” kata perajin noken dan Ketua Komunitas Noken Ania, Merry Dogopia, di Jakarta, Rabu (31/7/2019), dalam diskusi berjudul ”Mari Cerita Papua” yang digagas EcoNusa.
Kesenian khas Papua ini lantas masuk dalam daftar warisan budaya tak benda oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef). Tanggal 4 Desember pun diperingati sebagai Hari Noken Sedunia setiap tahun.
Kulit kayu
Pada umumnya, noken terbuat dari kulit kayu genemo. Para mama (sebutan buat perempuan Papua) biasanya menghabiskan waktu yang beragam untuk membuat satu noken. Noken berukuran kecil memakan waktu pengerjaan satu sampai dua hari, sedangkan noken besar bisa memakan waktu sekitar seminggu.
Untuk membuat noken, kayu harus dikuliti terlebih dahulu. Proses dilanjutkan dengan memisahkan serat-serat kayu, menumbuk serat, memeras kandungan air dalam serat kayu, dijemur dengan matahari, lalu dipintal.
Merry mengatakan, alat pintal terbaik untuk membuat noken adalah paha milik sendiri. Memintal cukup dengan menggulung serat-serat kayu beralaskan paha.
Bahan baku pembuatan noken setiap suku dan wilayah di Papua berbeda-beda, tergantung tumbuhan apa yang tersedia. Hal itu pula yang membuat noken dari setiap suku mempunyai ciri khas masing-masing.
Ada sekitar 250 suku di Tanah Papua. Masing-masing tidak hanya mempunyai karakteristik khusus dari segi bahan baku, tetapi juga dari segi warna, cara merajut, hingga nama noken di tiap suku pun berbeda.
Contohnya, noken dari suku Biak disebut inoken, suku Sentani menyebut noken holoboi atau kangke, dan suku Nduga menyebut noken singanik.
Merry bercerita tentang noken dari sukunya sendiri, Mee. Noken buatan orang-orang suku Mee disebut agiya. Noken ini khas dengan bahan baku dari anggrek. Kata Merry, hanya suku Mee yang membuat noken dari anggrek.
Agiya bisa dibilang bukan sembarang noken. Hanya orang tertentu yang boleh mengenakannya, seperti orang berharta atau orang berkuasa. Merry mengatakan, kini, agiya bisa digunakan oleh siapa saja.
Di pasaran, harga agiya tergolong mahal. Harganya mencapai Rp 3 juta untuk satu buah yang berukuran besar. Sebagai pembanding harga, noken kecil dari kulit kayu diberi harga sekitar Rp 100.000.
Direktur Program Yayasan EcoNusa Muhamad Farid mengatakan, noken erat kaitannya dengan alam Papua. Sebab, noken hanya dibuat dari hasil hutan.
Oleh karena itu, kelestarian alam harus dijaga. Tujuannya bukan hanya untuk membuat noken, tetapi juga untuk menjaga kelangsungan hidup warga yang bergantung pada alam.
”Masyarakat Papua punya kearifan lokal untuk tetap menjaga kelestarian hutan. Walaupun noken bisa kita buat, jangan lupakan dari mana noken berasal, yaitu hutan,” kata Farid.
Warisan
Cerita dan keterampilan merajut noken kini diteruskan dari generasi ke generasi. Menurut Merry, mengajarkan anak-anak muda untuk membuat noken terbilang susah-susah gampang. Ada anak muda yang menyukai noken, tetapi ada juga yang kurang suka. Belum lagi, ada pula yang menganggap membuat noken itu rumit.
”Harus ada cara buat paksa mereka belajar. Di kelompok Noken Ania, ada beberapa perempuan muda yang ikut membuat noken. Ada juga anak-anak di sana,” kata Merry.
Menurut dia, karena telah menjadi warisan dunia, penting buat semua orang mengenal noken, terlebih orang Indonesia.
Di sisi lain, noken telah membuat perancang busana Yurita Puji tertarik. Ia pun membuat sejumlah busana dari noken untuk ditampilkan di London Fashion Week Spring/Summer 2019.