Pembangunan Manusia dan Ekonomi Wilayah Perbatasan Jadi Fokus
›
Pembangunan Manusia dan...
Iklan
Pembangunan Manusia dan Ekonomi Wilayah Perbatasan Jadi Fokus
Memasuki periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, pembangunan infrastruktur di wilayah perbatasan akan ditambah dengan program peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Memasuki periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, pembangunan infrastruktur di wilayah perbatasan akan ditambah dengan program peningkatan kualitas sumber daya manusia. Langkah itu akan dibarengi pula dengan peningkatan ekonomi wilayah perbatasan.
Di sektor pendidikan, sekolah kejuruan dan akademi berbasis potensi daerah akan dikembangkan. Di sektor ekonomi, keterampilan masyarakat dalam berdagang dan mengembangkan wisata perbatasan akan ditingkatkan.
Pelaksana Tugas Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Suhajar Diantoro di Jakarta, Jumat (2/8/2019), mengatakan, pembangunan wilayah perbatasan yang telah dimulai sejak 2015 kini memasuki era baru. Berdasarkan visi Presiden Joko Widodo pada periode kedua kepemimpinannya, prioritas pembangunan diarahkan pada sumber daya manusia.
”Ini tantangan berat bagi kami. Di samping terus menjaga konsistensi membangun dan merawat infrastruktur, ada tugas baru yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia di perbatasan,” katanya.
Ini tantangan berat bagi kami. Di samping terus menjaga konsistensi membangun dan merawat infrastruktur, ada tugas baru, yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia di perbatasan.
Menurut Suhajar, peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat perbatasan penting agar mereka bisa menyerap manfaat dari pembangunan infrastruktur. Contohnya, beberapa daerah perbatasan di Nusa Tenggara Timur telah dibangun dan ditetapkan sebagai kawasan pariwisata. Untuk itu, warga setempat perlu dilatih agar mampu mengelola pariwisata.
”Mulai 2020, saya akan mendorong deputi-deputi terkait untuk memprioritaskan pembangunan dan pengembangan sekolah vokasi. Tidak hanya itu, pendidikan tinggi kejuruan juga diperlukan agar kompetensi warga semakin baik,” katanya.
Suhajar mengemukakan, keberadaan institusi pendidikan tersebut akan menambah sekolah yang telah dibangun sejak 2015 di 41 kabupaten/kota yang berada pada 13 provinsi perbatasan. Pada 187 kecamatan yang menjadi lokasi prioritas, sudah ada sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP).
Namun, sekolah menengah atas (SMA) atau sekolah menengah kejuruan (SMK) baru ada pada sebagian kecamatan lokasi prioritas. Sementara, pada 10 pusat kegiatan strategis nasional (PKSN), infrastruktur sekolah mulai dari SD, SMP, hingga SMA/SMK sudah lengkap.
”Kami juga sudah mendistribusikan tenaga pendidik, yaitu 26.955 guru SD, 10.628 guru SMP/Mts, dan 9.161 guru garis depan untuk jenjang SMA/SMK/MA,” ujarnya.
Pasar perbatasan
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat juga dibutuhkan untuk menghidupkan ekonomi di pasar perbatasan. Sejumlah pasar itu berada di setiap pos lintas batas negara (PLBN) yang telah didirikan pada tujuh lokasi.
PLBN itu antara lain berada di Entikong di Kalimantan Barat, Motaain (NTT), Nanga Badau (Kalimantan Barat), dan Aruk (Kalimantan Barat). Selain itu, terdapat juga PLBN di Skouw (Papua), Motamasin (NTT), dan Wini (NTT).
Pada 2019, empat PLBN di Jagoi Babang di Kalimantan Barat, Long Midang atau Krayan (Kalimantan Utara), Sei Nyamuk (Kalimantan Utara), dan Sota (Papua), akan dibangun. Kemudian mulai 2020, pemerintah akan mendirikan tujuh PLBN, yaitu di Jasa Sei Kelik di Kalimantan Barat, Serasan (Kepulauan Riau), Long Nawang (Kalimantan Utara), Labang (kalimantan Utara), Napan (NTT), Oepoli (NTT), dan Yetetkun (Papua).
Suhajar mengemukakan, dengan pembangunan PLBN, jumlah pasar perbatasan juga akan meningkat. Namun, dari tujuh pasar perbatasan yang sudah ada pun belum ada kegiatan perdagangan yang terlaksana.
”Skenario untuk menghidupkan aktivitas ekonomi di sana masih dikaji,” katanya.
Ia menambahkan, salah satu langkah yang bisa dilakukan pada 2020 adalah mengoordinasikan kementerian/lembaga untuk menciptakan terobosan perdagangan, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Salah satunya terkait pemanfaatan teknologi digital untuk meningkatkan produktivitas usaha mikro, kecil, dan menengah serta wirausaha pemula.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, tidak semua pembangunan di wilayah perbatasan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Contohnya, pengembangan ekonomi di pasar-pasar tradisional semestinya merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.
Tidak semua pembangunan di wilayah perbatasan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Contohnya, pengembangan ekonomi di pasar-pasar tradisional semestinya merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng mengemukakan, pembangunan wilayah perbatasan harus bisa berdampak pada kesejahteraan rakyat. Salah satunya dengan memicu perkembangan ekonomi.
Akan tetapi, hal tersebut bukan tanggung jawab pemerintah pusat. Pemerintah daerah semestinya membuat kebijakan untuk memanfaatkan pembangunan yang telah dilakukan pemerintah pusat.
”Namun, sampai saat ini belum terlihat ada inisiatif pemerintah daerah,” kata Robert.
Robert menegaskan, pemerintah daerah perlu menentukan langkah untuk menghidupkan ekonomi di wilayah perbatasan dan sekitarnya. Salah satunya dengan merumuskan insentif bagi para investor agar mau berinvestasi di sana.