Terungkapnya kasus suap antar- badan usaha milik negara sangat memprihatinkan. Bersih-bersih total jejaring koruptor di BUMN menjadi keharusan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y Agussalam, Rabu (31/7/2019) malam, yang diduga menerima suap dari BUMN lain, PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI). KPK menetapkan Andra dan anggota staf PT INTI, Taswin Nur, sebagai tersangka (Kompas, 2/8/2019).
Korupsi di perusahaan pelat merah ini perlu menjadi perhatian karena bukannya menurun, tetapi ada kecenderungan naik. Data Anti-Corruption Clearing House pada kurun waktu 2004-2018 mencatat, ada 56 kasus tindak pidana korupsi di BUMN/BUMD. Jumlah kasus cenderung meningkat pada periode 2015-2018, yaitu 11 sampai 13 kasus. Sebelum 2014, hanya berkisar dua hingga tujuh kasus.
Mayoritas korupsi di BUMN terkait dengan pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN. Modus utama adalah suap antara BUMN dan pihak swasta atau BUMN dengan politisi. Kasus terakhir adalah suap antar-BUMN. KPK pun berang. BUMN yang seharusnya mendorong perekonomian negara malah menjadikan uang negara sebagai bancakan.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN menyatakan, tujuan pendirian BUMN adalah untuk memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. Tujuan mengejar keuntungan baru ditempatkan di urutan berikutnya.
UU pun menegaskan, para anggota direksi, komisaris, dan dewan pengawas dilarang mengambil keuntungan pribadi, baik secara langsung maupun tidak langsung, dari kegiatan BUMN, selain penghasilan yang sah. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Bukannya menguatkan keuangan negara, tetapi malah menggerogotinya demi keuntungan pribadi.
Sejak 2016, KPK sebenarnya juga telah melakukan upaya pencegahan korupsi di BUMN melalui program Profesional Berintegritas. Banyak BUMN terlibat. Namun, semua itu belum cukup.
Jajak pendapat yang pernah dilakukan Kompas menunjukkan, sebagian besar responden (76,5 persen) meyakini bahwa praktik korupsi di perusahaan negara tidak lepas dari jaringan yang korup. Oleh karena itu, pembenahan yang dilakukan pun perlu menyeluruh. Tidak hanya menindak pelaku, tetapi juga harus berikut jejaringnya. Pembersihan pun perlu dilakukan dari atas hingga bawah. Bersih-bersih juga tidak cukup sekali, tetapi harus berulang kali, bahkan terus-menerus.
Hal ini tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi Presiden Joko Widodo dalam lima tahun berikutnya. Misi Jokowi di lima tahun pertama yang tertuang dalam Nawacita belum tercapai. Membuat pemerintah tak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih masih perlu dibuktikan bersama Ma’ruf Amin dan para menteri terkait.