TANGERANG, KOMPAS — Kasus cedera karena kurangnya persiapan saat mengikuti lomba lari masih menjadi masalah bagi sejumlah pelari. Ihwal persiapan itu semestinya tidak diabaikan agar para pelari dapat mencapai hasil maksimal saat lomba.
Cedera pelari terjadi pada ajang Titan Run 2019 di Aeon Mal BSD City, Tangerang, Banten, Sabtu (3/8/2019) pagi. Tenda medis pada hari itu sempat melayani sekitar belasan pelari cedera.
Jati (50), peserta lari 10 kilometer (K), merasakan keramnya jari kaki seusai menuntaskan lari di lintasan. Ia menduga, kaki keram itu karena dirinya yang tidak melakukan gerakan pemanasan dengan sempurna sebelum berlari. "Tahu-tahu tadi pas sudah selesai, kaki langsung terasa keram," ujarnya saat menyelonjorkan kaki hampir 30 menit lebih di tenda medis.
Mikael (14), peserta lari 45 K Duo di ajang ini, juga singgah di tenda medis karena kakinya terasa kaku. Saat berlari, dia mengaku sempat terbawa ritme pelari lain di lintasan. Seingat dia, rasa sakit kakinya itu terasa sejak memasuki kilometer 19.
Bertha Gani, Race Director dari Run Id mengatakan, kemungkinan cedera dalam setiap lomba lari pasti ada. Terutama pada sebagian kategori, seperti 5 K dan 10 K, peserta yang ikut umumnya merupakan pelari pemula. Kalangan pelari tersebut berbeda dengan pelari kategori maraton atau setengah maraton yang butuh surat tertentu saat ikut lomba.
"Di kategori 5 K dan 10 K, sebagian pelari memang ada yang bukan berasal dari komunitas lari. Jadi mereka-mereka ini yang kebanyakan mengalami keram. Tapi dari kami sebagai race management bersama pihak panitia telah menyediakan fasilitas medis untuk penanganan cedera pelari itu," kata Bertha.
Bertha menambahkan, kasus cedera saat lari semestinya dapat dicegah dengan persiapan yang matang. Untuk lomba ini, pihaknya menyediakan klinik pelatihan (coaching clinic) yang juga merupakan rangkaian agenda pra kegiatan Titan Run 2019.
Dalam coaching clinic itu, peserta dapat berkonsultasi dengan pelari senior terkait persiapan berlari yang benar. Salah satu yang dianjurkan biasanya adalah memahami ritme diri sendiri saat berlari. "Anjuran bagi mereka (pelari) yang jelas adalah memahami ritme lari dengan latihan. Selain itu, pelari juga perlu meningkatkan asupan karbohidrat selama kurun seminggu, disertai istirahat yang cukup, yakni sekurang-kurangnya empat jam," jelasnya.
Titan Run 2019 yang diadakan sebagai peringatan menjelang hari kemerdekaan Indonesia, pada Sabtu siang itu didominasi oleh pelari dari kalangan komunitas dan profesional. Kehadiran mereka ini bahkan mendominasi hingga jajaran pemenang lomba.
Pada kategori lari 17,8 K laki-laki, misalnya, ada Hamdan Sayuti, atlet lari marathon tingkat nasional, yang berhasil menyabet peringkat pertama. Selain itu, untuk kategori 17,8 K perempuan dimenangkan oleh Angel yang berasal dari anggota komunitas lari di Jakarta.
Sementara itu, pada kategori 45 K Duo pelari campuran, terdapat pasangan Abdul Azis dan Eni Rosita yang menduduki peringkat pertama. Abdul Aziz dan Eni Rosita sebelumnya diketahui sebagai pelari pada ajang Lintas Sumbawa tahun 2016.
"Ya, Titan Run 2019 ini menjadi ajang bagi saya dan suami untuk kembali berlari. Tidak ada tantangan berarti selama menempuh lintasan. Lomba ini pun menjadi ajang pemanasan kami untuk acara yang lebih besar, yakni ITB Ultra Marathon pada Oktober 2019 nanti," kata Eni Rosita saat ditemui seusai acara.