PANGKALAN KERINCI, KOMPAS Kebakaran lahan dan hutan di wilayah Riau melebar ke areal Taman Nasional Tesso Nilo di Kabupaten Pelalawan. Pola perambahan sangat jelas dilakukan perambah yang akan memperluas areal di hutan konservasi gajah itu.
Berdasarkan pengamatan Kompas di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) wilayah administrasi Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Pelalawan, Jumat (2/8/2019) siang, pola perambahan dan pembakaran itu tampak jelas. Kebakaran baru persis ada di lahan perambahan lama.
Pada areal perambahan lahan lama tak ada lagi kayu besar. Potongan kayu lebih kecil ditumpuk, disusun dalam jalur teratur. Di sisi areal perambahan lama, pepohonan kayu hutan yang tersisa terlihat bekas terbakar.
Kepala Polsek Ukui Ajun Inspektur Satu Lazarus Sinaga mengatakan, lokasi kebakaran ada di lokasi inti TNTN. Pihaknya berkoordinasi dengan Balai TNTN dan Manggala Agni serta grup PT Riau Andalan Pulp and Paper.
Kebakaran awal ada di timur pada 30 Juli pagi dan menjalar ke barat. Lokasi sangat sulit dijangkau kendaraan. Pemadaman total baru dapat dilakukan kemarin. ”Sumber air sangat minim dan cuaca sangat panas,” kata Lazarus di lokasi. Lahan kebakaran di lokasi TNTN itu sudah diberi garis polisi. Ia mengaku sulit mengatasi perambah yang jumlahnya sudah sangat banyak.
Kepala Balai TNTN Halasan Tulus yang dihubungi terpisah mengatakan, kebakaran di wilayah TNTN sudah dipadamkan. Di Pekanbaru, Jumat pagi, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo memimpin Rapat Koordinasi Penanganan Kebakaran dan Lahan Riau. Rapat dihadiri Gubernur Riau Syamsuar selaku Komandan Satgas Siaga Kebakaran Lahan dan Hutan Riau.
Setiap tahun, kebakaran lahan terjadi di daerah pesisir timur Riau dari wilayah Rokan Hilir, Dumai, hingga Bengkalis. Namun, tahun ini, kebakaran paling besar justru di tengah, yaitu di Pelalawan. ”Kepala daerah harus rajin turun ke desa rawan mengidentifikasi masalah dan mencari solusi agar pola membuka lahan dengan membakar ditinggalkan,” kata Doni.
Syamsuar mengungkapkan, kebakaran lahan di Riau sejak Januari-awal Agustus 2019 mencakup lahan 4.300 hektar. Berdasarkan data pengamatan satelit Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kebakaran Riau mencapai 27.000 hektar. Di Pontianak, BPBD Kalimantan Barat meminta tambahan satu helikopter untuk membantu pemadaman. Tambahan helikopter perlu karena memasuki puncak kemarau.
”Kami akan meminta tambahan helikopter ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk pemadaman dari udara,” ujar Kepala BPBD Kalbar Lumano. Saat ini ada enam helikopter di Kalbar. Helikopter diperlukan, apalagi sumber air di lokasi yang terbakar mengering. Dengan jarak jauh, hanya helikopter yang bisa menjangkau.
Gangguan pernapasan
Dari sisi kesehatan, dampak kebakaran lahan Riau telah mengganggu. Dinas Kesehatan Riau mendata, setidaknya 7.269 warga terkena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, angka penderita ISPA juga meningkat. Di kota itu kebakaran meluas dan sulit dikendalikan. Di Jalan Mahir-Mahar, kebakaran terjadi hampir sebulan. Asap menyelimuti kota. Biasanya asap pekat terlihat dan tercium setiap pagi dan malam hari. Namun, tak jarang menyelimuti di sore hari.
Aviliani (38), warga Jalan Rajawali III, mengungkapkan, dua anaknya yang berumur 10 tahun dan 11 tahun mulai batuk. Keduanya tiga hari tidak sekolah. Di RSUD Doris Sylvanus, selama Juli ada 10 pasien ISPA dirawat inap, salah satunya bocah dua tahun. Pasien rawat jalan 32 orang. ”Pasien yang anak-anak itu kondisinya sudah membaik dan sudah bisa pulang,” kata Wakil Direktur RSUD Doris Sylvanus, Theodorus Sapta Atmadja.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Palangkaraya, pada Juni penderita ISPA ada 2.032 orang. Bulan Juli 2.511 orang. Data diambil dari semua puskesmas dan puskesmas pembantu. Namun, penyebabnya tidak spesifik hanya dari asap kebakaran lahan. (SAH/ESA/IDO)