Musisi Djaduk Ferianto bersama kelompok musik Kua Etnika dan penyanyi Isyana Sarasvati menjadikan Dieng Culture Festival 2019 yang digelar di tengah suhu 8 derajat celsius, Sabtu (3/8/2019) malam, terasa hangat.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
BANJARNEGARA, KOMPAS — Musisi Djaduk Ferianto bersama kelompok musik Kua Etnika dan penyanyi Isyana Sarasvati memeriahkan pergelaran Dieng Culture Festival 2019. Ribuan orang hadir berdesakan untuk menyaksikan pergelaran musik di Dataran Tinggi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, Sabtu (3/8/2019) malam.
Di bawah kerlip bintang dan suhu hingga 8 derajat celsius, Djaduk bersama Kua Etnika menghangatkan suasana dengan membawakan sejumlah lagu, antara lain ”Jawa Dwipa” dan ”Swarna Dwipa”. Tidak ketinggalan Djaduk juga menyanyikan lagu yang kini sedang kembali populer, yaitu ”Sewu Kuto”, karya Didi Kempot yang dijuluki Bapak Lara Ati (Sakit Hati) Nasional.
”Saya tadi sudah minta izin sama Didi Kempot. ’Di, aku minta lagumu dinyanyikan sama teman-teman dengan semua warga di sini di jazz negeri di awan ini’. Kita nyanyi sama-sama supaya tidak kedinginan. Semua ikut nyanyi, ya. Inilah lagu yang dulu viral di tahun ’90 atau ’80-an, yang disebut Didi Kempot lempoh karena dia jalan sewu kuto,” kata Djaduk disambut tepuk tangan meriah serta senandung dari mereka yang hafal liriknya.
Adapun Isyana menyanyikan sejumlah lagu, di antaranya ”Kau Adalah”, ”Sekali Lagi”, serta ”A Whole New World”. Isyana begitu energik dan terus mengajak pengunjung untuk bernyanyi bersama. Dia kagum dengan semangat para pengunjung yang tetap bertahan dan setia menikmati dingin malam di Dataran Tinggi Dieng. ”Terima kasih telah memberi kami kesempatan untuk mengekspresikan diri,” ujar Isyana di atas panggung.
Pergelaran yang dihadiri lebih dari seratus ribu orang ini juga dimeriahkan dengan pelepasan lampion ke udara. Lampion yang berwarna-warni dilambangkan sebagai keberagaman bangsa Indonesia. Pelepasan lampion ke udara juga melambungkan doa serta harapan untuk perdamaian Indonesia tercinta. Proses pelepasan lampion diiringi lagu ”Indonesia Pusaka”.
Akibat padatnya pengunjung, sejumlah orang pingsan dan dievakuasi menuju posko kesehatan. Sedikitnya delapan orang dibawa panitia ke posko kesehatan dengan tandu. Kemacetan parah juga terjadi di Dataran Tinggi Dieng.
It is so beautiful. So nice.
Meskipun demikian, sejumlah wisatawan tetap antusias menyaksikan acara yang sudah digelar selama 10 tahun terakhir ini. ”It is so beautiful. So nice,” kata Newton, pengunjung asal Brasil yang sudah 10 tahun bekerja di Jakarta.
Ketua Panitia Dieng Culture Festival Alif Faozi menyampaikan, pergelaran tahun ini bertema ”The Inspiration of Culture”. Pihaknya mensyukuri antusiasme warga dan pengisi acara yang terus menjadi inspirasi panitia.
”Dulu pariwisata sulit dimasukkan ke Dieng, apalagi budaya. Dulu banyak orang Dieng beranggapan, tidak mungkin pariwisata Dieng ramai. Tetapi, sudah kami buktikan,” kata Alif. Melalui kebudayaan, Dieng kembali dipenuhi warga sehingga budaya perlu dilestarikan. ”Intinya, kita harus tahu jati diri kita demi keharmonisan baik dengan sesama maupun lingkungan sekitar,” ujarnya.
Di balik kemeriahan Dieng Culture Festival, masih ada sejumlah hal yang perlu disiapkan lebih baik. Dengan kapasitas maksimal Dieng 158.000 orang, jalanan dan tempat acara menjadi lautan kendaraan serta manusia. Fasilitas toilet masih perlu diperbanyak. Akses dan pembatasan kendaraan perlu disiapkan.
Fasilitas toilet masih perlu diperbanyak. Akses dan pembatasan kendaraan perlu disiapkan.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banjarnegara Dwi Suryanto mengatakan, pada 2020, jalur pedestrian selebar 4 meter akan diperbaiki dan dibangun. Pengunjung akan dibiasakan berjalan kaki berkeliling kawasan Dieng.
Dari sisi panggung, Djaduk juga memberikan masukan kepada panitia karena dirinya terganggu suara dari tempat lain. ”Kami memberi masukan supaya sound di sana tidak mengganggu di sini,” kata Djaduk dari atas panggung.