Kewenangan Koopssus TNI Diharapkan Tidak Tumpang Tindih
›
Kewenangan Koopssus TNI...
Iklan
Kewenangan Koopssus TNI Diharapkan Tidak Tumpang Tindih
Oleh
Muhammad Iksan Mahar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Keterlibatan Komando Operasi Khusus Tentara Nasional Indonesia dalam penanganan terorisme seyogianya memerhatikan aturan hukum yang berlaku. Selain itu, kehadiran Koopssus TNI diharapkan tidak mengakibatkan tumpang tindih kewenangan dengan instansi lain yang selama ini berwenang menangani kasus terorisme.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Yati Andriyani, Minggu (4/8/2019), di Jakarta, menuturkan, penanganan terorisme yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI), terutama Komando Operasi Khusus TNI, tidak boleh keluar dari ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Dalam aturan itu, pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme harus dalam konteks operasi militer selain perang.
Kemudian, lanjutnya, dalam UU 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tercantum bahwa penanganan kasus terorisme harus di dalam koridor peradilan pidana. Tetapi, TNI bukan termasuk dalam aparat hukum, sehingga kewenangan Koopssus TNI yang belum dijabarkan secara detail rentan merusak sistem peradilan pidana.
"Potensi pendekatan model perang oleh Koopssus TNI sangat mungkin terjadi. Alhasil, keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme harus dipastikan tunduk pada aturan perundang-undangan terkait," ujar Yati.
Pembentukan Koopssus TNI yang diresmikan, pekan lalu, didasari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 42 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi TNI yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo, 3 Juli. Menurut Prepres itu, Koopssus TNI bertugas melaksanakan operasi khusus untuk menyelamatkan kepentingan nasional di dalam dan luar negeri.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menuturkan, Koopssus memiliki peran utama mengatasi aksi terorisme di dalam dan luar negeri yang mengancam ideologi, keamanan, dan keselamatan negara. Anggota pasukan khusus itu berasal dari tiga matra TNI, yaitu darat, laut, dan udara (Kompas, 1/8/2019).
Seperti diketahui, TNI juga telah terlibat dalam Operasi Tinombala di Poso, Sulawesi Tengah, untuk mengejar kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur.
Merujuk pada Perpres itu, tambah Yati, belum ada kejelasan batasam kewenangan Koopssus TNI dalam penanganan terorisme, termasuk hubungan dengan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo menuturkan, Polri mendukung pembentukan Koopssus TNI yang dapat memperkuat sinergi pemberantasan terorisme.
Koopssus TNI diharapkan mampu membantu Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri dalam penindakan terorisme. Menurut Dedi, kehadiran Koopssus TNI tak akan berbenturan dengan peran Densus 88 Antiteror Polri yang selama ini bertanggung jawab dalam pemberantasan teror (Kompas, 31/7/2019).
Secara terpisah, Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri berharap DPR mengkaji ulang pembentukan Koopssus TNI. Alasannya, berbagai masukan dari organisasi masyarakat sipil yang memerlukan penjelasan terkait tugas dan fungsi Koopssus TNI.
Ia menekankan, pembentukan Koopssus TNI tidak boleh lepas dari fungsi utama TNI sebagai alat pertahanan negata. Untuk itu, tugas Koopssus TNI harus dititikberatkan pada ancaman kedaulatan negara dari aspek eksternal.
"Sementara itu, pelibatan TNI dalam ancaman internal hanya boleh dilakukan ketika aparat hukum tidak mampu lagi menghadapi ancaman itu dan harus berdasarkan keputusan presiden," ucapnya.