”Sarang” Anak Rumahan
Gwendoline Winarno dan Yudha Budhisurya adalah ”anak rumahan”. Dua-duanya lebih senang menghabiskan waktu di rumah, termasuk pada akhir pekan. Bagi istri suami ini, tak ada tempat lain yang bisa mengalahkan kehangatan sarang mereka. Saat jauh, mereka selalu rindu untuk pulang.
Rumah yang menjadi sarang bagi Gwen dan Yudha adalah sebuah unit apartemen yang terletak di bilangan Permata Hijau, Senayan, Jakarta. Unit apartemen itu berada di lantai kedua dari 12 lantai yang ada, telah mereka huni selama lima tahun terakhir.
Apartemen seluas 134 meter persegi dengan dua kamar tidur itu mereka huni bersama dua anak mereka yang kini tengah beranjak dewasa. Satu penghuni tambahan yang mencuri perhatian adalah Bowie, anjing cavapoo atau cavapoodle, campuran dari ras cavalier dan poodle. Bulunya berwarna hitam, umurnya baru 1 tahun.
Saat melihat orang baru memasuki apartemen, Bowie memandang dengan sinar mata hangat, seperti menawarkan persahabatan. Dia menyambut riang dengan raut muka manja ketika dielus dengan sayang.
Sinar mata Bowie itu mengantarkan pada kehangatan rumah Gwen dan Yudha yang pada Kamis (25/7/2019) siang itu bermandi sinar matahari, menerobos melalui kaca-kaca jendela yang lebar ke arah ruang utama. Kesan pertama, apartemen itu terlihat luas dan homey. Tak tertangkap kesan apartemen yang sempit atau sesak.
Tak jauh dari pintu masuk, sebuah meja makan berukuran cukup besar langsung menyambut. Di meja itu, biasanya keluarga Gwen dan Yudha makan bersama, termasuk menjamu teman-teman yang bertandang ke sana.
Di dekat meja makan, terdapat sebuah rak buku berisi buku-buku beragam tema termasuk kuliner dan musik yang menjadi ranah bagi Gwen dan Yudha. Sebuah lemari berisi cangkir teh dan kopi cantik aneka rupa tak jauh dari meja makan juga terlihat menarik perhatian.
Dari sudut itu, terlihat ruang utama yang terdiri atas sebuah sofa empuk menghadap dinding gaya bata ekspose dengan televisi berukuran besar tampak menjadi oase. Ruangan itu bermandi sinar matahari, yang masuk melalui jendela besar di sisi kiri ruangan. Warna putih yang mendominasi makin membuat ruangan terasa luas.
Suara musik yang disetel dalam volume yang pas membuat suasana tersesap makin hangat. Aura modern dan stylish memang terekam kuat dari hunian Gwen dan Yudha itu. Ada rasa nyaman berada di sana.
Menurut Gwen, unit apartemen mereka itu berada di satu-satunya lantai yang memiliki langit-langit tinggi. Apabila unit yang lain jendelanya hanya berukuran 4 kotak kaca, kira-kira 1 meter, unit mereka enam kotak, kira-kira 1,5 meter. ”Keuntungannya, jadi kelihatan lebih besar,” ujar Gwen dengan wajah semringah.
Menurut Yudha, unit yang terletak di pojok dengan jendela besar di tiga sisinya itu sejak awal memang sudah terlihat spesial. Meski ukuran sebenarnya tidak terlalu luas dan hanya memiliki dua kamar tidur, unit itu tampak terlihat lebih luas, termasuk apabila dibandingkan dengan unit yang memiliki 3 kamar. ”Teman-teman yang masuk sini juga pasti komen, besar banget ya,” kata Gwen.
Selain cocok dengan model keseluruhan apartemen bergaya kolonial itu, Yudha memutuskan memilih unit tersebut karena lokasinya yang berada di tengah kota. Mudah ke mana-mana. ”Jumlah unitnya juga tidak terlalu banyak, kurang dari 200 unit. Jadi feeling-nya familiar. Semua kenal, bisa saling nyebut nama,” kata Yudha.
Rombak besar
Meski begitu, renovasi besar-besaran tetap dilakukan Yudha. Dia, misalnya, merobohkan dinding tebal di dekat ruang utama yang lalu difungsikan sebagai area dapur dengan lemari penyimpanan berukuran besar. Lemari penyimpanan itu sekaligus menyembunyikan laundry room, juga untuk meletakkan water filter idaman Gwen dan Yudha. ”Seneng banget akhirnya kebeli juga,” kata Gwen dengan senyum riang.
Sebagai praktisi makanan sehat, Gwen, demikian juga Yudha, memiliki perhatian lebih pada hal-hal seperti itu. Begitu juga pada pilihan alat-alat masak yang digunakan untuk mengolah makanan sehat yang mereka konsumsi sehari-hari. Salah satunya air fryer yang digunakan tanpa minyak goreng, tetapi sangat multitasking. ”Membantu banget. Membuat waktu kita enggak habis untuk masak di dapur,” kata Gwen lagi-lagi dengan tawanya yang renyah.
Urusan memasak sehari-hari tidak hanya dilakukan oleh Gwen, tetapi juga oleh Yudha. Keduanya kerap sama-sama bersibuk di dapur menyiapkan makanan, kadang juga melibatkan anak-anak. Setidaknya sekali dalam sehari mereka memasak.
”Delapan puluh persen sampai sembilan puluh persen kita masak di rumah karena kita jarang keluar rumah juga. Makanan juga kita milih banget karena kita pengin dapat nutrisi terbaik. Kalau makan di luar kan kita enggak bisa kontrol. Minyak, garam, gula, micin,” kata Gwen. Mereka makan di luar hanya pada saat tertentu, seperti dinner berdua atau saat harus bersosialisasi dengan teman-teman mereka.
Sebagai anak rumahan, Gwen dan Yudha juga senang mengundang teman-teman ke apartemen, memasak untuk mereka, kadang saat makan siang atau makan malam. ”Kalau makan di luar kan mahal banget. Sementara kita bisa bikin lebih enak, lebih sehat, dan murah. Ya udah di sini aja,” ujar Gwen.
Begitu juga dengan urusan kerja. Gwen dan Yudha adalah tipikal pasangan yang tak masalah bekerja di rumah, terutama Gwen yang justru lebih sering bekerja dari rumah. Sementara Yudha mengombinasikan antara kerja di rumah dan di luar rumah sesuai kebutuhan.
Selain ruang utama, kamar tidur utama juga tak luput dari renovasi. Gwen dan Yudha menutup dinding yang semula berjendela lalu mengubah posisi ranjang. Begitu juga dengan pintu kamar yang sebelumnya bertemu dengan pintu kamar mandi luar karena menurut fengsui tidak bagus.
”Renovasi cukup gila-gilaan sih. Dari floor sampai ceiling karena sebenarnya struktur bangunan ini bagus, tetapi detailnya kurang. Jadi, lantai, wastafel, dan toilet semua diganti. Rencananya lemari build in semua, tetapi waktu ngeberesin, duitnya kurang, jadi enggak dilanjutin dulu dan akhirnya udah aja dengan apa yang ada,” kata Yudha. Mereka juga memilih nuansa warna putih untuk membuat ruangan lebih luas dengan lay out simpel agar tak tampak sesak.
”Karena space kecil, kuncinya harus rapi. Semua harus ada tempatnya. Tapi bagus sih karena nge-push kita untuk selalu rapi. Kalau rumah kan lebih besar, tetapi juga bisa lebih berantakan. Kalau di tempat kecil semua kelihatan jadi perlu beberes terus,” kata Gwen.
Setiap anggota keluarga bertanggung jawab untuk selalu membereskan sampah masing-masing. Mereka juga tak terlalu banyak membeli barang. Kalaupun harus membeli barang, harus ada barang yang lebih dulu keluar. Sesi beres-beres kadang dilakukan pada akhir pekan.
Sebagai orang rumahan, Gwen dan Yudha lebih senang menghabiskan waktu di rumah. ”Kami bukan tipe yang kalau akhir pekan ke mal. Ya di rumah aja,” kata Yudha.
Kangen rumah
Tinggal di apartemen, bagi Gwen dan Yudha sejauh ini telah memberikan banyak rasa nyaman. Mereka, misalnya, tak harus pusing dengan urusan perawatan rumah atau merawat taman seperti layaknya orang-orang yang memiliki rumah.
Toh tak dimungkiri, ada rasa rindu memiliki rumah, terutama setelah mereka memiliki Bowie. ”Kalau rumah kan punya kemewahan. Buka rumah, anjing bisa langsung keluar. Kalau di sini repot,” kata Gwen.
Namun, memiliki rumah di Jakarta bukan opsi bagi Gwen dan Yudha. ”Kalau harus tinggal di Jakarta, ya di sini. Saya enggak pengin punya rumah. Tapi kalau mau punya rumah pengennya di Bali,” ungkap Gwen.
Tahun depan, Gwen dan Yudha berencana pindah ke Sanur, Bali. Salah satu alasannya karena ingin mendapatkan kualitas hidup lebih baik. Energi Jakarta, menurut mereka, sudah terlalu berlebihan dengan kemacetan dan lain segalanya.
”Kalau di Sanur enak. Ke airport cuma 15 menit, ke Ubud deket, Seminyak juga deket. Tapi Sanur juga punya vibe sendiri yang santai karena kita tuh anak rumahan, senang di rumah, santai-santai,” kata Gwen.
Soal kerjaan tidak jadi masalah karena selama ini keduanya cukup bisa mengelola pekerjaan tanpa harus ngantor dan lain sebagainya. Mereka juga masih selalu bisa wara-wiri Bali-Jakarta.
Di Sanur, seperti yang selama ini sudah kerap mereka lakukan saat liburan, mereka bisa mengajak Bowie lari pagi di pantai. Begitu juga menikmati matahari tenggelam di sore hari.
”Jadi mulai harinya enak. Enggak kena macet. Enggak banyak stres. Lebih soal kualitas hidup sih. Makin tua kan kita pasti butuh untuk lebih self care ke diri sendiri. Jadi ini menurutku lebih ke part of self care sih,” ujar Gwen.
Rumah, bagi Gwen, tak semata tempat untuk merebahkan tubuh pada akhir hari. Lebih dari itu, rumah adalah tempat untuk semua hal dalam hidupnya. ”Home. Tempat di mana aku feel the most. Dan aku selalu look forward to go home. Kalau lagi keluar rumah, pasti selalu ingin ke rumah karena rumah udah jadi tempat yang paling nyaman,” kata Gwen.