Serangga Bersepeda dan Pesawat UFO
Stupa di Candi Borobudur tidak sekadar bernilai arkeologis. Kadang dari kejauhan, bagian bangunan candi tersebut mirip dengan bagian atas pesawat luar angkasa.
Itulah persepsi yang ditangkap Yasumi Ishii, seniman asal Jepang yang sudah lebih dari 20 tahun tinggal di kawasan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. ”Tiba-tiba saja, saya melihat kumpulan banyak stupa di bagian atas Candi Borobudur itu seperti kumpulan pesawat luar angkasa yang sedang bersiap terbang,” ujarnya.
Gambaran yang terbentuk dalam pikirannya tersebut, kemudian dituangkannya dalam lukisan. Untuk menguatkan kesan ”terbang”, di antara stupa, dalam lukisan tersebut, dia melukis pesawat UFO yang sudah membubung dari atas candi dengan bagian asap dan nyala api di bagian ekornya.
Adapun ”persiapan terbang” dari kumpulan stupa ditunjukkan dengan lukisan seekor burung yang juga bersiap terbang dengan cara menunggangi burung lainnya.
Yasumi mengatakan, lukisan yang diberinya judul ”Super Crow” ini tidak perlu ditanggapi serius.
”Apa yang tergambar di lukisan ini hanya murni imajinasi saya belaka,” ujarnya sembari tersenyum.
Lukisan ”Super Crow” karya Yasumi adalah salah satu dari 63 lukisan dari 30 seniman Indonesia dan Vietnam yang dipamerkan dalam pameran lukisan bertajuk ”Art for Peaceful World” di Limanjawi Art House di Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Pameran ini terselenggara mulai 23 Juli hingga 20 Agustus 2019.
Candi Borobudur merupakan salah satu keajaiban dunia. Dalam pameran tersebut, para seniman terlibat mencoba mengimbanginya dengan ide ”ajaib” masing-masing.
Lain pula imajinasi dari Sujono Keron, seniman asal Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Salah satu anggota Komunitas Lima Gunung ini menuangkan gambaran unik, ”ajaib” tentang lingkungan kawasan candi, dengan menggambar semut dan capung, yang asyik bersepeda di dekat Candi Borobudur.
Sujono yang memang kerap menjadikan serangga sebagai inspirasi bagi karya seninya ini mengatakan, dia sengaja memilih capung karena serangga itulah yang sering dijumpai, dan sering membantu para petani di Kabupaten Magelang. Adapun, semut dipilih karena serangga tersebut sering kali dianggap sebagai simbol kerukunan dan kegotongroyongan.
”Dalam ajang pameran ini, semut juga sekaligus menjadi simbol kerukunan dan gotong royong dari para seniman Indonesia dan Vietnam yang telah berupaya mewujudkan pameran bersama,” ujarnya.
Kegiatan bersepeda bersama juga sekaligus menggambarkan keakraban dari dua negara.
Untuk membuat karya tersebut, Sujono menggunakan ide ”ajaib” dengan menggunakan bahan-bahan plastik. Beraneka ragam barang plastik, mulai dari ember, bola, hingga mangkok, beraneka warna dibakar. Plastik yang sudah meleleh seperti jenang itulah yang kemudian dipakainya sebagai cat untuk melukis.
Umar Chusaeni, seniman sekaligus pemilik Limanjawi Art House, menuangkan ide dengan melukis dua kerbau yang bertemu di atas Candi Borobudur. Di perut masing-masing kerbau, terdapat gambar kolase mata uang dari Vietnam dan Indonesia.
Lukisan bertajuk ”Friendship” ini bermakna bahwa Candi Borobudur adalah simbol kedamaian dan kerukunan. Candi tersebut bisa menjadi ajang pertemuan damai dari perwakilan dua negara yang berbeda. Diharapkan ”pertemuan” yang ditunjukkan dari pameran bersama seniman Indonesia dan Vietnam ini bisa berlanjut pada kemakmuran di bidang ekonomi.
Kedamaian
Nguyen Ngoc Dan, pelukis asal Vietnam yang sudah delapan kali datang dan berkolaborasi dengan para seniman di kawasan Borobudur, mengatakan, dirinya selalu senang datang melukis di kawasan candi karena pemandangan Candi Borobudur dirasakan memberikan kedamaian dan ketenangan batin. Suasana hati yang tenang tersebut, bagi dia, juga menciptakan pikiran yang lebih cerah dan gembira.
Gambaran tentang cerahnya pikiran dan hati tersebut dituangkan dan dengan membuat karya lukisan Candi Borobudur, yang berlatar belakang langit yang kuning cerah.
Warna kuning muda tersebut terasa makin cerah karena berpadu padan dengan warna hijau tua hamparan rumput hijau yang menjadi halaman candi.
Umar mengatakan, sebelum pameran, 30 pelukis tersebut sebelumnya telah melakukan lokakarya, melukis bersama di pelataran Candi Borobudur. Dalam kegiatan itulah, seniman melukiskan kawasan candi dan lingkungan sekitarnya, dari berbagai sudut pandang, dengan bermacam ide, gagasan, dan imajinasi yang berbeda-beda.
Selain lukisan bertema Candi Borobudur dan lingkungan sekitarnya, dalam pameran juga ditampilkan lukisan-lukisan dari berbagai tema lainnya. Namun, kebanyakan lukisan juga masih bertema pada keseharian yang ada di sekitar kawasan candi.
Mengacu pada tema pameran, ”Art for Peaceful World”, atau seni untuk kedamaian dunia ini, menurut Umar, semua lukisan yang ditampilkan dimaksudkan untuk memberi ketenangan dan kedamaian dunia.
Kepala Seksi Konservasi Balai Konservasi Borobudur Yudi Suhartono mengatakan, apa yang dilakukan para seniman ini membuktikan bahwa Candi Borobudur sejatinya memang merupakan sumber inspirasi.
Tidak sekadar bisa dituangkan dalam seni lukis, segala sesuatu yang terkait Candi Borobudur, menurut dia, bisa dituangkan dalam bentuk seni lain, seperti seni batik. Oleh sejumlah perajin batik, hal ini sudah diwujudkan dengan membuat sejumlah perajin batik bersama UNESCO, dengan membuat karya dengan memakai motif yang diambil dari relief candi.
Ke depan, Yudi mengatakan, pihaknya akan mencoba menuangkan inspirasi lain
dari Candi Borobudur dalam wujud kuliner. Terkait dengan hal ini, Balai Konservasi Borobudur akan membentuk
tim khusus untuk mencari ragam kuliner yang terukir di relief candi, sehingga nantinya bisa dikembangkan sebagai kuliner lokal di kawasan Borobudur.
Candi Borobudur adalah sumber inspirasi. Setiap orang bisa mencari, menggali ide apa saja, tanpa perlu menunggu ada serangga bersepeda ataupun pesawat UFO meluncur dari Candi Borobudur.