Aman dari Gempa, Bukit Soeharto Rentan Banjir jika Dibuka
›
Aman dari Gempa, Bukit...
Iklan
Aman dari Gempa, Bukit Soeharto Rentan Banjir jika Dibuka
Akademisi menilai, dampak lingkungan perlu diantisipasi karena ada potensi banjir dan erosi jika Bukit Soeharto dibuka besar-besaran.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Sebagai salah satu calon ibu kota negara baru, kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto di Kecamatan Samboja, Kalimantan Timur, dinilai relatif aman dari gempa bumi karena letaknya jauh dari sesar gempa di Selat Makassar dan yang ada di Kalimantan. Akademisi menilai, dampak lingkungan perlu diantisipasi karena ada potensi banjir dan erosi jika Bukit Soeharto dibuka besar-besaran.
Meskipun relatif aman, Kalimantan tidak sepenuhnya bebas gempa. Di Kalimantan Timur terdapat sesar Meratus sepanjang 438 kilometer yang melintasi Kabupaten Paser. Berdasarkan catatan Stasiun Geofisika Kelas III Balikpapan, gempa terakhir terjadi di Kabupaten Paser pada 3 Mei 2019, yakni gempa berkekuatan M 4,5.
Kepala Stasiun Geofisika Kelas III Balikpapan Mudjianto mengatakan, guncangan gempa berada pada skala intensitas III Modified Mercalli Intensity (MMI), yang artinya guncangan gempa dirasakan orang banyak dan benda-benda ringan yang digantung bergoyang.
”Tetapi, kawasan Bukit Soeharto merupakan wilayah yang aman dari gempa. Kami juga sudah dikumpulkan oleh Presiden untuk menganalisis lebih dalam calon ibu kota itu tahun ini,” ujar Mudjianto di Balikpapan, Selasa (6/8/2019).
Bukit Soeharto saat ini menjadi ruang hijau yang diapit dua kota besar Kaltim, yakni Balikpapan dan Samarinda.
Kawasan Bukit Soeharto terletak sekitar 200 kilometer dari sesar Meratus. Meski demikian, akademisi menilai, jika Bukit Soeharto dijadikan ibu kota negara baru, Kaltim terancam kehilangan kawasan konservasi hijau yang luas.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 160/MENHUT-II/2004, kawasan seluas 61.850 hektar di Tahura Bukit Soeharto ditetapkan sebagai hutan penelitian, pendidikan, perlindungan, wisata alam, dan konservasi.
Kepala Laboratorium Politik Sosial dan Ekonomi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda Bernaulus Saragih mengatakan, pembangunan besar-besaran akan memiliki dampak lingkungan yang juga besar di kawasan Bukit Soeharto dan sekitarnya.
”Kontribusi Bukit Soeharto itu sebagai wilayah penelitian bagi pendidikan. Selain itu, kawasan perlindungan keanekaragaman hayati. Jika kawasan itu tidak ada, potensi banjir dan erosi di daerah sekitarnya besar. Untuk itu, kajian dampak lingkungannya perlu didalami,” tutur Bernaulus.
Bukit Soeharto merupakan tempat sebaran pohon, seperti meranti, keruing, mahang, mengkungan, ara, medang, kapur, dan kayu tahan. Di dalamnya juga merupakan tempat sebaran fauna, seperti orangutan, beruang madu, macan dahan, dan landak.
Ibu kota baru yang akan dibangun di Kalimantan memakai konsep forest city. Kota itu dirancang menampung sekitar 1,5 juta orang dan menjadi pusat pertumbuhan baru (Kompas, 11/7/2019).
Bernaulus menyebutkan, melihat data itu, dampak lingkungan perlu diantisipasi dan diminimalkan karena Bukit Soeharto saat ini menjadi ruang hijau yang diapit dua kota besar Kaltim, yakni Balikpapan dan Samarinda.
Ia juga mengatakan, sumber daya air di Bukit Soeharto kurang baik. Sebab, tanah Bukit Soeharto berjenis podsolik merah kuning yang sifatnya mudah kering dan mudah basah. Tanah jenis itu tidak memiliki kapasitas ikat air kuat. Di beberapa lokasi, 2 meter di bawah tanah sudah bisa dijumpai batubara.
Selain permasalahan tersebut, 71 persen kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto yang seluruhnya sekitar 61.000 hektar dalam kondisi kritis. Penambangan batubara ilegal dan pembukaan lahan terjadi di kawasan itu (Kompas, 17/12/2018).
Sebelumnya, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kaltim Zairin Zain menyebutkan, Pemerintah Provinsi Kaltim sudah merekomendasikan kawasan di sebelah barat dan timur Bukit Soeharto dengan total luas 131 hektar untuk calon ibu kota baru. Tim dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional juga sudah melakukan pemetaan kawasan pada 11-23 Juli lalu, didampingi petugas UPTD Tahura Bukit Soeharto.