21 Calon Pekerja Migran Ilegal Asal Nusa Tenggara Diselamatkan
›
21 Calon Pekerja Migran Ilegal...
Iklan
21 Calon Pekerja Migran Ilegal Asal Nusa Tenggara Diselamatkan
Kepolisian Daerah Kepulauan Riau, Selasa (6/8/2019), kembali mengungkap kasus penyelundupan TKI melalui jalur laut. Sebanyak 12 calon pekerja migran ilegal asal NTT dan 9 calon pekerja asal NTB diselamatkan berkat laporan warga.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Kepolisian Daerah Kepulauan Riau, Selasa (6/8/2019), kembali mengungkap kasus penyelundupan TKI melalui jalur laut. Sebanyak 12 calon pekerja migran ilegal asal Nusa Tenggara Timur dan 9 calon pekerja asal Nusa Tenggara Barat bisa diselamatkan berkat laporan warga.
Kasus itu menambah panjang daftar penyelundupan TKI melalui Kota Batam yang masih menjadi tempat transit favorit calon pekerja migran ilegal menyeberang ke Malaysia. Ratusan orang rela bertaruh nyawa menyeberangi lautan dengan perahu kayu demi mendapatkan keping ringgit.
”Sejumlah warga melapor sering melihat orang tak dikenal pada dini hari masuk ke hutan di dekat Pantai Kampung Teluk Mata Ikan, Kecamatan Nongsa, Batam,” kata Wakil Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Kepri Ajun Komisaris Besar Arie Dharmanto.
Sejumlah warga melapor sering melihat orang tak dikenal pada dini hari masuk ke hutan di dekat Pantai Kampung Teluk Mata Ikan, Kecamatan Nongsa, Batam.
Pengintaian yang kemudian dilakukan membuahkan hasil. Petugas menggagalkan penyelundupan pada Minggu (4/8/2019) dini hari. Saat itu, 21 TKI melewati jalur yang sama untuk mencapai perahu kayu (pancung) yang telah menunggu di bibir pantai. Satu orang pengantar dan satu nakhoda ditangkap di lokasi tersebut.
”Para penyelundup ini mengaku sudah dua kali memberangkatkan TKI melalui jalur yang sama. Mereka bekerja dalam sindikat yang memiliki jaringan di Indonesia dan Malaysia,” ujar Arie.
Ferry (37) dan Dayat (26) yang masing-masing berperan sebagai penampung dan nakhoda tersebut merupakan warga Batam. Kedua orang itu menerima uang yang berkisar antara Rp 1,7 juta hingga Rp 2,5 juta untuk mengurus keberangkatan sejumlah TKI dari Batam.
Berdasarkan catatan Kompas, sepanjang 2019, Polda Kepri setidaknya telah mengungkap lima kasus penyelundupan TKI. Sebanyak 14 pelaku ditangkap dan lebih dari 120 calon pekerja migran dipulangkan ke daerah asal.
”Nanti kami selidiki keterlibatan pelaku lain melalui data yang ada di rekening salah satu pelaku. Telepon pintar milik para pelaku juga akan dicek untuk menyelidiki kemungkinan komunikasi dengan pelaku lain,” kata Arie.
Menurut salah satu calon TKI ilegal, Fatmawati (32), mereka dijanjikan bekerja sebagai buruh industri dan perkebunan. Perempuan asal Kabupaten Sumbawa, NTB, itu mengatakan, bekerja di Malaysia menjadi pilihan karena di daerahnya minim lapangan pekerjaan.
Perahu kayu
Sejumlah 21 TKI ilegal asal NTT dan NTB itu diberangkatkan menggunakan pancung yang normalnya hanya berkapasitas 10 orang. Perahu kayu itu ditenagai 3 mesin tempel yang masing-masing bertenaga 40 PK.
Menurut Arie, dengan mesin tersebut jarak Batam ke Johor Bahru, Malaysia, bisa ditempuh sekitar 3 jam hingga 5 jam. Namun, menggunakan pancung untuk menyeberangi lautan risikonya sangat tinggi. Perahu itu mudah terbalik jika ombak tinggi menerjang.
”Bayangkan sebuah perahu kecil ditumpangi 21 orang di tengah cuaca yang ombaknya sedang tinggi. Itu membahayakan, sudah sering pancung pengangkut TKI ilegal tenggelam,” kata Arie.
Kedua pelaku penyelundupan TKI tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Mereka terancam dijatuhi hukuman penjara paling lama 10 tahun.
Melalui sambungan telepon, Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan, komitmen petugas melakukan pengawasan di wilayah perbatasan masih lemah. Inilah yang membuat penyelundupan pekerja migran tumbuh subur di wilayah-wilayah perbatasan Indonesia, salah satunya Batam.
Ia memperkirakan, jumlah TKI ilegal di Malaysia mencapai 1,5 juta orang. Jumlah tersebut lebih dari dari separuh total pekerja migran Indonesia di Malaysia yang saat ini berjumlah sekitar 3,5 juta orang.
”Tata kelola imigrasi juga perlu diubah agar lebih mudah dan murah. Ini penting agar pekerja migran tidak menjual murah nyawanya dengan berangkat ke Malaysia secara ilegal,” kata Wahyu.