Langkah Inggris untuk bergabung dengan AS menunjukkan perubahan kebijakan luar negeri di bawah Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. Johnson baru menduduki jabatan itu sejak 24 Juli 2019.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
LONDON, SELASA - Inggris bergabung dengan satuan tugas maritim Amerika Serikat demi melindungi tanker-tanker yang melewati Teluk Persia. Kebijakan tersebut diambil di tengah memanasnya situasi di kawasan.
Perseteruan antara Iran dan negara barat memasuki babak baru di kawasan. Sebagai pihak yang baru berseteru dengan Iran, Inggris sebenarnya berperan penting untuk menjaga Iran tetap menaati Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).
“Inggris bertekad untuk memastikan kapalnya dilindungi dari ancaman yang melanggar hukum. Untuk alasan itu, kami hari ini bergabung dengan misi keamanan maritim di Teluk,” kata Menteri Pertahanan Ben Wallace, melalui sebuah pernyataan, Senin (5/8/2019).
Inggris telah mengerahkan kapal perusak HMS Duncan dan kapal pengawal HMS Montrose. Sejauh ini, kapal-kapal tersebut telah mengawal 47 kapal di perairan.
Dalam pernyataannya, Wallace tidak merinci apakah negara lain akan bergabung dalam koalisi tersebut. Namun, Pemerintah Inggris meyakinkan bahwa London tidak akan mengubah kebijakan jangka panjang mengenai Teheran.
“Pendekatan kami terhadap Iran tidak berubah. Kami tetap berkomitmen untuk bekerja dengan Iran dan mitra internasional kami untuk mengurangi tensi situasi dan mempertahankan kesepakatan nuklir," kata Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab.
Bergabungnya Inggris untuk menjaga Teluk terjadi setelah Iran mengejek Washington. Menurut Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, sekutu-sekutu AS malu untuk bergabung dalam misi yang diinisiasi AS tersebut.
“Negara-negara sahabat terlalu malu untuk bergabung dalam koalisi AS. AS telah membawa situasi ini ke dirinya sendiri dengan melanggar hukum karena menciptakan tensi dan krisis,” kata Zarif.
Hubungan antara Inggris dan Iran memburuk setelah sejumlah insiden terjadi di kawasan. Dari sejumlah kasus penangkapan kapal yang melewati perairan Teluk Persia oleh Iran, salah satunya berasal dari Inggris.
Kapal tanker dari Inggris bernama Stena Impero ditangkap pada 19 Juli 2019. Penangkapan dilakukan setelah Inggris menahan tanker Iran bernama Grace 1 pada 4 Juli 2019.
Perubahan kebijakan
Inggris merupakan negara yang masih terikat dalam JCPOA bersama Iran, Perancis, Jerman, Rusia, dan China. Selama ini, Iran berharap agar negara E3, yakni Inggris, Perancis, dan Jerman, mengupayakan agar AS mencabut sanksi ekonomi.
Langkah Inggris untuk bergabung dengan AS menunjukkan perubahan kebijakan luar negeri di bawah Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. Johnson baru menduduki jabatan itu sejak 24 Juli 2019.
Sebulan lalu, Perdana Menteri Inggris Theresa May, menawarkan pembentukan kekuatan maritim yang akan dipimpin oleh Eropa guna menjaga kebebasan di perairan. Tawaran itu diberikan ketika AS sedang membentuk koalisi bernama Operasi Sentinel untuk tujuan yang sama.
Kendati demikian, tawaran Inggris dan AS waktu itu tidak diminati. Sejumlah negara Eropa enggan untuk terlibat dalam konflik. Jerman, misalnya, menolak mentah-mentah tawaran AS pada Senin (5/8/2019).
“Iran akan meninggalkan kesepakatan nuklir menggunakan kekuatan jika dibutuhkan. Inggris telah terlibat dalam terorisme ekonomi AS terhadap Iran,” ujar Zarif.
Kurangi komitmen
Pada hari yang sama dengan pengumuman yang dirilis Inggris, Iran menyatakan akan kembali berhenti menaati sejumlah aspek JPOA. Hal ini dilakukan jika E3 gagal menunaikan kewajibannya.
“Dengan berlanjutnya ketiadaan aksi dari negara Eropa untuk memenuhi komitmen mereka, Iran akan mengambil langkah ketiga dalam mengurangi komitmen untuk memenuhi perjanjian kurang lebih dalam waktu satu bulan,” tutur juru bicara Organisasi Energi Atom (AEOI), Behrouz Kamalvandi.
Pada Juli 2019, Teheran memperingatkan akan mengaktifkan kembali mesin centrifuge untuk pengayaan uranium. Selain itu, pemurnian pengayaan uranium akan dibuat mencapai 20 persen.
Ketegangan di Timur Tengah dimulai sejak AS keluar dari JCPOA pada 2018. Washington kemudian memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Iran untuk melucuti program nuklirnya. AS kemudian memperkuat kekuatan militer di Teluk.
Situasi semakin runyam setelah Iran mengancam akan berhenti menaati JCPOA. AS sempat akan menyerang Iran pada 20 Juni 2019. Namun, Presiden AS Donald Trump membatalkannya pada saat terakhir.
Insiden-insiden kecil terjadi selama tensi di kawasan memanas. Selain insiden penyerangan tanker yang lewat, Iran kini menahan kapal-kapal yang lewat di sekitar perairan dengan tuduhan mengancam keamanan kawasan.
Zarif menyampaikan, AS adalah pihak yang menolak untuk berdialog. Meskipun begitu, Iran tetap membuka diri untuk berdialog. “Bahkan dalam masa perang negosiasi akan ada negosiasi,” ujarnya.
AS mulai meningkatkan tekanan ekonomi terhadap tokoh-tokoh penting Iran. Zarif terkena sanksi pembekuan aset dan larangan bepergian. Sanksi serupa telah diberikan kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. (AFP/Reuters)