Mangrove Disiapkan Jadi Diplomasi Internasional Indonesia
›
Mangrove Disiapkan Jadi...
Iklan
Mangrove Disiapkan Jadi Diplomasi Internasional Indonesia
Perlindungan ekosistem mangrove menjadi kunci penting dalam menekan pelepasan emisi gas rumah kaca. Fungsinya sebagai penyimpan stok karbon yang mencapai lima kali lebih besar dari hutan tropis mineral menjadikan perlindungan mangrove sangat penting bagi upaya pengendalian perubahan iklim.
Oleh
Ichwan Susanto
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Perlindungan ekosistem mangrove menjadi kunci penting dalam menekan pelepasan emisi gas rumah kaca. Fungsinya sebagai penyimpan stok karbon yang mencapai lima kali lebih besar dari hutan tropis mineral menjadikan perlindungan mangrove sangat penting bagi upaya pengendalian perubahan iklim.
Sesuai data, ekosistem mangrove di Indonesia yang seluas 3,5 juta hektar, sejumlah 54 persen berada di kawasan hutan dan 46 persen di luar kawasan hutan. Lahan mangrove berstatus ”nonkawasan hutan” ini berisiko dikonversi menjadi aneka tambak dan perkebunan. Selain itu, di sejumlah daerah, kayunya juga dimanfaatkan untuk pembuatan arang.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Rabu (7/8/2019), mengakui fakta bahwa pemanfaatan kayu mangrove sebagai industri arang, termasuk di Batam, juga sejumlah daerah lain, telah diamatinya. Kini, ia sedang merumuskan langkah-langkah untuk mencari solusi atas pemanfaatan kayu tanaman mangrove di luar kawasan hutan yang berisiko merusak ekosistem mangrove.
”Kalau di dalam (kawasan) hutan gampang, banyak yang kena (penegakan hukum). Tapi enforcement pada industri yang telah berjalan ini tidak mudah. Saya punya tekad ini harus diberesin,” tutur Siti seusai mendampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo menanam mangrove di Pancur Pelabuhan serta melepaskan dua pasang elang bondol di Taman Wisata Alam Muka Kuning, Batam, Kepulauan Riau.
Siti Nurbaya mengatakan, penanaman tanaman bakau di Batam ini merupakan putaran terakhir dari kegiatan serupa Ibu Negara di Pandeglang, Banten, dan Manado, Sulawesi Utara, beberapa waktu lalu. Ia menerima pesan dari Ibu Negara untuk menindaklanjuti setelah penanaman-penanaman tersebut.
Menurut data Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA), mangrove di Indonesia yang relatif aman dari gangguan hanya 22 persen karena masuk dalam kawasan konservasi. Selebihnya, mayoritas berisiko terlindungi dan berpotensi menjadi ”area lindung” berstatus kawasan ekosistem esensial.
Keberadaan bakau Indonesia sangat penting bagi dunia karena mencakup 20 persen dari total luas ekosistem mangrove di dunia. ”Dalam kaitan Paris Agreement (Perjanjian Paris), tidak perlu program bermacam-macam (dalam mengurangi emisi gas rumah kaca), cukup lindungi mangrove,” kata Imran Amin, Direktur MERA, beberapa waktu lalu.
Keberadaan bakau Indonesia sangat penting bagi dunia karena mencakup 20 persen dari total luas ekosistem mangrove di dunia.
Hal ini mengacu pada stok karbon pada mangrove yang mencapai 3,14 miliar ton. Sejumlah 78 persen stok karbon ini ada di substrat atau tanah serta sisanya berada di biomassa tumbuhan. Pembukaan mangrove atau kerusakan ekosistem mangrove yang berdampak pada terbongkarnya substrat mangrove ini menimbulkan pelepasan emisi yang sangat besar.
Siti Nurbaya Bakar menyebutkan, potensi cadangan karbon yang sangat tinggi pada mangrove ini bisa menjadi upaya baru Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim. Bahkan, bisa menjadi masukan dalam revisi komitmen penurunan emisi (NDC).
”Kita akan masukkan dalam Climate Summit (di New York, AS, September 2019). Boleh dibilang bahwa saya mengusulkan kepada Bapak Presiden nanti akan disebutkan sebagai bagian dari upaya pengendalian perubahan iklim,” lanjutnya.
Siti Nurbaya mengatakan, dalam pertemuan G-20, Ibu Negara Iriana Joko Widodo membagikan pengalaman dan kegiatan penanaman mangrove saat pertemuan dengan para ibu negara G-20. Hal ini, ujarnya, menunjukkan bahwa hal tersebut menjadi penanda arti penting mangrove dalam pembicaraan global.