Sejumlah lembaga pemerhati lingkungan di Lampung meminta pemerintah mengusut tuntas reklamasi tanpa izin di Pulau Tegal Mas, Kabupaten Pesawaran, Lampung. Selain penegakan hukum, pengembalian fungsi kawasan pantai yang dirusak juga perlu diawasi.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Sejumlah lembaga pemerhati lingkungan di Lampung meminta pemerintah mengusut tuntas reklamasi tanpa izin di Pulau Tegal Mas, Kabupaten Pesawaran, Lampung. Selain penegakan hukum, pengembalian fungsi kawasan pantai yang dirusak juga perlu diawasi.
Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung Irfan Tri Musri memaparkan, dari hasil investigasi Walhi Lampung, pengelola diduga mengeruk perbukitan di Pulau Tegal Mas demi mendapatkan material yang dipakai untuk menimbun laut. Selain merusak ekosistem laut, reklamasi tanpa izin itu juga merugikan nelayan keramba jaring apung yang membudidayakan ikan di perairan dekat Tegal Mas.
”Masalah reklamasi tanpa izin ini harus diusut tuntas agar masalah serupa tidak terulang. Jika dibiarkan juga, dapat memicu konflik sosial antarwarga,” kata Irfan, Rabu (7/8/2019), di Bandar Lampung.
Sebelumnya diberitakan, tim dari tiga kementerian dan Komisi Pemberantasan Korupsi menghentikan reklamasi di Pantai Marrita Sari dan Pulau Tegal Mas, Pesawaran, Lampung, Selasa, 6 Agustus. PT Tegal Mas Thomas selaku pengelola tempat wisata dilarang melanjutkan aktivitas reklamasi. Saat ini, penyidik pegawai negeri sipil KLHK masih menyelidiki kasus ini (Kompas, 7/8/2019).
Masalah reklamasi tanpa izin ini harus diusut tuntas agar masalah serupa tidak terulang. Jika dibiarkan juga, dapat memicu konflik sosial antarwarga.
Sesuai Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Lampung Nomor 552/9275/KEP/V.16/2019 pada 23 Juli 2019, pemerintah daerah telah menginstruksikan agar pengelola mengembalikan fungsi kawasan Pantai Marrita Sari yang telah direklamasi.
Pemda juga harus mengawasi agar pengelola segera mematuhi putusan itu. Walhi meminta agar proses hukum terhadap pelaku perusakan tetap dilakukan meskipun nantinya pengelola melengkapi perizinan.
Pemda lalai
Secara terpisah, pakar agraria dari Universitas Lampung, Tisnanta, menilai, pemda lalai hingga pengelola wisata dapat beroperasi tanpa mengantongi izin. Ia menyebutkan, semestinya pemda dapat menindak tegas pengelola wisata dengan mengeluarkan sanksi penutupan lokasi wisata.
Dalam sidang tindak pidana korupsi 4 Februari 2019, terungkap bahwa Bupati Lampung Selatan nonaktif Zainuddin Hasan pernah membeli vila dan tanah Rp 2 miliar dari Thomas A Riska menggunakan uang suap. Lalu, pemilik tanah dan pengembang wisata di pulau tersebut mengembalikan uang pembelian itu kepada negara.
Terkait hal ini, Tisnanta menuturkan, KPK diharapkan tidak hanya melakukan supervisi terhadap kasus dugaan pelanggaran lingkungan. Lebih jauh, KPK perlu menyelidiki apakah ada pejabat lain yang memiliki investasi di Tegal Mas. Kepemilikan investasi di pulau tak berizin itu dapat menjadi indikasi adanya tindak pidana pencucian uang.
Selain itu, pemberian efek jera kepada pelaku usaha wisata juga membutuhkan dukungan warga. Masyarakat perlu diimbau untuk tidak mendatangi lokasi wisata yang melakukan aktivitas perusakan lingkungan. Ajakan tersebut perlu dimulai oleh pemda.
Sementara itu, Kepala Bidang Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung Heri Munzaili menuturkan, surat pernyataan pengelolaan lingkungan yang diajukan pengelola Tegal Mas sedang dalam proses pembahasan. Pemda belum dapat menerbitkan izin itu karena masih ada sejumlah persyaratan yang belum lengkap, antara lain dokumen tata ruang lokasi.
Selain itu, pemda juga perlu mengkaji apakah pengembangan wisata di kawasan tersebut sesuai aturan.