Data statistik terbaru menunjukkan, industri dalam negeri tumbuh melambat pada triwulan II-2019. Kondisi ini harus terus diwaspadai mengingat sumbangannya yang besar dalam struktur perekonomian Indonesia.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
Data statistik terbaru menunjukkan, industri di dalam negeri ini tetap tumbuh, tetapi melambat. Kondisi ini tentu harus terus diwaspadai dan ditangani mengingat posisi sektor industri selama ini menjadi penyumbang peran tertinggi dalam struktur perekonomian Indonesia.
Merujuk data Badan Pusat Statistik, peran sektor industri terhadap produk domestik bruto (PDB) pada triwulan II-2019 yang mencapai 19,52 persen turun dibandingkan triwulan II-2018 yang mencapai 19,8 persen. Pertumbuhan sektor industri terdata melambat dari 3,88 persen di triwulan II-2018 menjadi 3,54 persen di triwulan II-2019. Sebagai komparasi, perekonomian Indonesia tumbuh 5,05 persen pada triwulan II-2019.
Apabila dirinci per komponen, industri batubara serta pengilangan minyak dan gas terkontraksi (tumbuh minus) 0,25 persen di triwulan II-2019. Sebagai perbandingan, pada triwulan II-2018, sektor ini masih tumbuh positif meski tipis, yakni 0,59 persen.
Kontraksi juga dialami industri alat angkutan yang mengalami pertumbuhan minus 3,73 persen di triwulan II-2019. Pada periode sama tahun lalu, industri ini tumbuh positif, yakni 2,59 persen.
Industri karet, barang dari karet, dan plastik bahkan terkontraksi cukup dalam, yakni minus 7,22 persen pada triwulan II-2019. Padahal, pada triwulan yang sama tahun lalu, pertumbuhan industri ini terbilang moncer, yakni 11,85 persen. Pertumbuhan industri pengolahan tertolong industri tekstil dan pakaian jadi yang pada triwulan II-2019 tumbuh 20,71 persen. Jauh lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar 6,48 persen.
Sektor lain yang tumbuh bagus adalah industri kertas dan barang dari kertas, percetakan, dan reproduksi media rekaman yang tumbuh 12,49 persen. Padahal, sebagai perbandingan, pada triwulan II-2018 lalu industri ini mengalami kontraksi (-3,03 persen).
Pertumbuhan ”berbalik arah” juga terjadi di industri kimia, farmasi, dan obat tradisional. Pada triwulan I-2018, industri ini terkontraksi (-2,93 persen), tetapi pada triwulan II-2019 mampu tumbuh positif 5,04 persen.
Perhatian lebih tentu harus diberikan kepada industri yang tengah mengalami kontraksi.
Pelambatan terjadi di industri makanan dan minuman. Meski tetap tumbuh positif, industri ini ”hanya” tumbuh 7,99 persen di triwulan II-2019 setelah pada triwulan II-2018 mampu tumbuh 8,67 persen.
Perhatian lebih tentu harus diberikan kepada industri yang tengah mengalami kontraksi. Berikutnya bagi industri yang mengalami pelambatan. Amit-amit, jangan sampai pertumbuhan minus atau pelambatan tadi berkelanjutan.
Demikian pula industri yang tumbuh positif mesti terus dijaga agar terus bertumbuh. Apalagi, pertumbuhan satu sektor industri berkelindan pula dengan sektor-sektor industri lainnya.
Pertumbuhan industri memang tergantung banyak faktor, baik internal maupun pengaruh perekonomian global. Ada faktor yang tidak dapat dikendalikan, tetapi toh ada yang mampu dikelola. Di balik tantangan pun terbentang sejumlah peluang.
Pemerintah, terutama Kementerian Perindustrian sebagai pembina berikut kementerian terkait lain, harus serius dan fokus memperhatikan tren pertumbuhan industri dalam negeri.
Berbagai masalah klasik ataupun aspirasi pelaku selama ini telah disuarakan, bahkan berulang-ulang. Soal jaminan bahan baku, dukungan suku bunga dan tarif energi kompetitif, negosiasi dengan negara mitra dagang, konsistensi dan harmonisasi kebijakan antarkementerian lembaga serta antara pusat-daerah juga perlu menjadi perhatian.
Patut diingat, di balik data statistik tersebut nasib puluhan juta pekerja bertumpu. Data pelambatan telah berbicara. Kini saatnya bagi para pemangku kepentingan untuk bergerak cepat dan tepat menanggapinya.