Bukan metropolitan kalau Jakarta tidak pintar berinovasi. Memanjakan warganya seperti menjadi keharusan bagi pemimpin di Jakarta. Wakil Gubernur DKI Jakarta Suwondo, Minggu, 6 Agustus 1972, meresmikan arena olahraga baru ice skate di kompleks olahraga Senayan.
Oleh
·2 menit baca
Bukan metropolitan kalau Jakarta tidak pintar berinovasi. Memanjakan warganya seperti menjadi keharusan bagi pemimpin di Jakarta.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Suwondo, Minggu, 6 Agustus 1972, meresmikan arena olahraga baru ice skate di kompleks olahraga Senayan. Gelanggang berlantai es berukuran 25 meter x 40 meter dan suhu 10 derajat celsius itu siap menguji nyali warga Jakarta.
Tempat ini menjadi gelanggang olahraga es pertama di Asia Tenggara dan keempat di Asia setelah Jepang, Korea, dan Taiwan. Dibangun selama tiga bulan dengan modal Rp 200 juta, dua jagoan dari Jepang, Hiroshi Nagakubo dan Kotoe Nagasawa, disiapkan untuk melatih mereka yang ingin serius menekuni olahraga ini.
Ratusan pengunjung dengan sabar antre di depan loket untuk mencoba arena baru ini. Mereka harus merogoh kocek untuk membeli tiket masuk Rp 100 pada siang hari dan Rp 200 pada malam hari. Untuk bermain, tarifnya lain lagi. Tarif siang hari Rp 250 per jam dan malam Rp 300 per jam. Adapun biaya untuk sewa sepatu Rp 100.
Warga Jakarta memang haus kejutan dan sesuatu yang baru. Dalam tiga bulan sejak dibuka, jumlah pengunjung meningkat dari 700 orang menjadi 1.000 orang per hari. Pengelola pun melihatnya sebagai peluang ekonomi. Menjelang akhir 1972, digelar ”Christmas on Ice” pada 24 Desember. Pengunjung dapat menikmati udara dingin es sambil dihibur band Electrica yang mengiringi penyanyi Dennis Picket asal Trinidad-Tobago.
Untuk perayaan malam Tahun Baru, Ice Skate Center Senayan menyelenggarakan ”Pesta Semalam Suntuk”. Sementara untuk menyambut konferensi PATA, pada 3-4 April diselenggarakan ”Racing on Ice II/1974” dengan panjang lintasan 350-750 meter. Sangat semarak. Jakarta..., maju kotanya, bahagia warganya. (JPE)