Kabinet Mesti Disokong Birokrat Lincah dan Adaptif
›
Kabinet Mesti Disokong...
Iklan
Kabinet Mesti Disokong Birokrat Lincah dan Adaptif
Kesuksesan pemerintahan periode 2019-2024 tidak hanya berpatokan pada tambun atau rampingnya susunan kabinet.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kesuksesan pemerintahan periode 2019-2024 tidak hanya berpatokan pada tambun atau rampingnya susunan kabinet. Menteri baru harus didukung birokrasi yang lincah dan adaptif agar program pemerintah bisa lebih optimal terlaksana dan manfaatnya dirasakan rakyat.
Namun, untuk mewujudkannya, pembentukan kabinet akan berhadapan dengan proses politik. Artinya, ada kepentingan-kepentingan tertentu yang akan diakomodir.
Hal itu mengemuka dalam diskusi bertajuk ”Kabinet Agile” di Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI, Kamis (8/8/2019), di Jakarta. Diskusi menghadirkan narasumber Deputi Bidang Kebijakan Pengembangan Kompetensi LAN RI Muhammad Taufiq, Deputi Bidang Kajian dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI Tri Widodo Wahyu, dan peneliti Litbang Kompas, Toto Suryaningtyas.
Taufiq mengatakan, selain tambun atau rampingnya kabinet, efektivitas jalannya pemerintahan juga ditentukan oleh kapasitas birokrasi. Menteri hanya bisa bekerja kalau didukung birokrat profesional.
Ini selalu menjadi isu klasik di Indonesia. Sejak tahun 1955 hingga saat ini, perdebatan apakah menteri harus bertipe solidarity maker (pemersatu) atau administrator terus dipertahankan. Hal ini tidak selalu menentukan di masa depan.
”Yang terpenting adalah menteri yang bisa menjadi representasi, peka terhadap persoalan rakyat, dan ditopang birokrasi yang bisa mengeksekusi program-programnya. Jangan sampai kebijakannya bagus, tetapi eksekusinya minim,” tuturnya.
Yang terpenting adalah menteri yang bisa menjadi representasi, peka terhadap persoalan rakyat, dan ditopang birokrasi yang bisa mengeksekusi program-programnya.
Menurut Taufiq, tantangan ke depan adalah mewujudkan rasa kebersamaan dalam persatuan. Persatuan itu pun tidak hanya berangkat dari jargon, tetapi terimplementasi dalam bentuk pelayanan yang merata.
Mengutip Indonesia Government Effectiveness Index 1996-2017 dari Theglobaleconomy, Taufiq menyayangkan rendahnya kualitas layanan publik. Indonesia hanya berada dua tingkat lebih tinggi dari Timor Leste, yang berada di posisi buncit. Sementara skor pelayanan publik tertinggi dipegang Singapura.
”Kalau filosofi pelayanan publik itu bertujuan untuk memunculkan rasa kebersamaan, ini menjadi problem besar kalau tidak diperbaiki,” kata Taufiq.
Pada diskusi kali ini, LAN tidak menerbitkan usulan nomenklatur dan jumlah kursi menteri. Pada 2014, LAN memberikan tiga opsi susunan kabinet, yaitu opsi ideal, moderat, dan realis. Kementerian yang efektif dan efisien hanya terdiri atas 20 hingga 24 kementerian.
Berkait dengan hal itu, Tri Widodo Wahyu menyatakan, LAN menerbitkan enam kriteria utama untuk mewujudkan ”kabinet agile”. Istilah itu merujuk pada kabinet presidensial yang bersifat fleksibel dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Enam kriteria utama tersebut, yaitu ideologi, strategi, struktur, proses teknologi, dan sumber daya manusia.
Menurut Tri, LAN tidak ingin melakukan fait accompli terhadap keputusan politik Presiden. Tri meyakini pidato Joko Widodo bertajuk ”Visi Indonesia”, yang menyatakan bakal memangkas lembaga tidak efisien, membuka peluang usulan kriteria utama LAN itu diimplemetasikan.
LAN tidak ingin melakukan fait accompli terhadap keputusan politik Presiden.
Hasil jajak pendapat Kompas terhadap 525 responden di 17 kota menunjukkan, menteri yang diharapkan publik adalah yang profesional, berani, dan tegas. Separuh responden (49,3 persen) mengutamakan pribadi yang memiliki kecakapan di bidangnya dan 35 persen lainnya lebih memprioritaskan sosok yang memiliki ketegasan dan keberanian mengambil risiko.
Menurut Toto, susunan kabinet ditentukan melalui proses politik. Inilah tantangannya. Artinya, harapan untuk mewujudkan kabinet yang profesional berhadapan dengan proses politik yang harus mengakomodir berbagai kepentingan.
”Saya yakin Presiden Joko Widodo bisa mengharmonisasikan kedua hal itu. Presiden masih punya banyak kartu,” ujarnya.