Megawati Kembali Dikukuhkan sebagai Ketua Umum PDI-P
›
Megawati Kembali Dikukuhkan...
Iklan
Megawati Kembali Dikukuhkan sebagai Ketua Umum PDI-P
Oleh
kurnia yunita rahayu
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS - Megawati Soekarnoputri kembali dikukuhkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada hari pertama Kongres V PDI-P di Bali, Kamis (8/8/2019), malam. Dalam posisi itu, ia berwenang untuk menentukan struktur kepengurusan dewan pimpinan pusat periode 2019—2024. Sebagai formatur tunggal, ia memastikan tidak ada jabatan ketua harian atau wakil ketua umum.
Pengukuhan Megawati Soekarnoputri dilakukan setelah rapat pleno Kongres V PDI-P secara tertutup. Dalam rapat yang dipimpin Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI-P Kepulauan Riau Surya Respationo itu seluruh utusan menyetujui pengangkatan kembali ketua umum yang sudah memimpin partai selama lebih dari 20 tahun itu.
“Sebagai pimpinan sidang, saya telah menanyakan kepada semua utusan dalam Kongres V PDI-P, secara serentak mereka menyetujui secara aklamasi,” kata Surya. Megawati pun menerima kesepakatan tersebut. Ia bersedia untuk memimpin kembali PDI-P untuk periode 2019—2024.
Megawati menjelaskan, sebagai ketua umum ia merupakan formatur tunggal yang memiliki hak prerogatif untuk menentukan struktur kepengurusan dewan pimpinan pusat (DPP). Dengan begitu, jelas bahwa tidak akan ada posisi ketua harian atau wakil ketua umum.
Saya tetap ketua umum yang diberi hak prerogatif dan nanti membentuk DPP partai
“Sekarang sudah kelihatan, semua itu (posisi ketua harian atau wakil ketua umum) itu tidak ada. Saya tetap ketua umum yang diberi hak prerogatif dan nanti membentuk DPP partai,” kata Megawati.
Ia menampik bahwa keputusan tersebut menandakan bahwa dirinya enggan meregenerasi Apalagi tidak memberikan kesempatan bagi generasi muda. Bagi dia, kepemimpinan di partai politik memiliki sejumlah kriteria yang harus ditempuh dalam waktu panjang.
Salah satunya pengalaman dalam mengelola pemerintahan. Selain itu, pemimpin partai politik setidaknya juga memiliki pengalaman menjadi anggota DPR. Sebab, mereka harus mengerti perundang-undangan dan memahami betapa sulitnya menyusun undang-undang yang membutuhkan lobi ke sekian banyak orang dari sekian banyak partai politik.
“Ini adalah masalah bangsa dan negara, sehingga (ketua umum) harus orang-orang yang kompeten, yang punya pengalaman di bidang politik,” kata Megawati.
Anggota Fraksi PDI-P di DPR, Arif Wibowo, mengatakan, Ketua Umum PDI-P memang bertindak sebagai formatur tunggal struktur DPP. Ia memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu ideologis dan administrasi.
Oleh karena itu, keberadaan ketua harian atau wakil ketua umum tidak dimungkinkan. Kecuali dengan mengubah anggaran dasar/anggaran rumah tangga terlebih dahulu, dan itu harus berdasarkan persetujuan ketua umum.
Tantangan
Megawati mengatakan, selama lima tahun ke depan partai akan menghadapi tantangan berat yaitu pelaksanaan Pilkada 2020. Berselang dua tahun setelahnya Pemilu 2024 juga akan dilaksanakan. Kedua ajang tersebut terjadi dalam konteks perubahan generasi, yaitu peningkatan jumlah generasi milenial.
Keberadaan generasi muda dalam jumlah yang sangat banyak memberikan warna baru dalam kehidupan berbangsa sekaligus rentan pada perpecahan jika dasar-dasar ideologi negara mulai ditinggalkan. Megawati mencontohkan, hal itu mewujud dalam perang saudara berkepanjangan di kawasan Timur Tengah.
“Boleh saja namanya milenial, tetapi ada dasar-dasar kebangsaan yang tidak bisa ditinggalkan oleh mereka, baik yang berada di Indonesia maupun di dunia,” kata Megawati. Oleh karena itu, peran partai politik dengan pemimpin yang berpengalaman dan memegang teguh komitmen terhadap nilai kebangsaan masih dibutuhkan.
Pada masa kepemimpinan selanjutnya, Megawati berkomitmen untuk menjadikan PDI-P sebagai partai pelopor. Secara sederhana, partai pelopor dimaknai sebagai partai politik nomor satu dalam segala aspek dibandingkan dengan partai-partai lain.
Lebih dari itu, partai pelopor merupakan alat perjuangan yang mampu menuntun bangsa menentukan tujuan atau fokus pembangunan dalam jangka panjang, yaitu 50—100 tahun ke depan. “Itu bukanlah hal yang ambisius, tetapi memang harus (dilakukan),” kata dia.