Perkuat Lembaga Penyiaran Publik, Iuran Perlu Dioptimalkan
›
Perkuat Lembaga Penyiaran...
Iklan
Perkuat Lembaga Penyiaran Publik, Iuran Perlu Dioptimalkan
LPP TVRI juga perlu menguatkan program acara yang mengedepankan nilai kebangsaan dan kebinekaan. Fungsi edukasi dan penanaman nilai budaya bangsa perlu diperbanyak.
Oleh
Deonisia Arlinta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Iuran penyiaran sebagai sumber pendanaan bagi lembaga penyiaran publik seperti TVRI belum berjalan optimal. Selama ini pembiayaan masih bergantung pada APBN sehingga jumlahnya masih terbatas. Padahal, salah satu kunci untuk menunjang keberlanjutan lembaga ini adalah kecukupan dana.
”Anggaran TVRI saat ini sangat terbatas, hanya diperoleh dari APBN dan PNBP (penerimaan negara bukan pajak). Anggaran ini jumlahnya tidak sebanding dengan tuntutan pengembangan TV publik modern untuk menjadi lembaga penyiaran kelas dunia,” ujar Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Televisi Republik Indonesia (TVRI) Helmy Yahya di sela-sela diskusi publik bertajuk ”Penguatan Kelembagaan TVRI sebagai LPP” di Jakarta, Kamis (8/8/2019).
Menurut dia, pengembangan lembaga penyiaran publik di negara lain, seperti Inggris (BBC) dan Jepang (NHK), berhasil melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembiayaan dalam bentuk iuran publik. Sebenarnya, Indonesia telah mengatur sumber pendanaan melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005. Akan tetapi, hal itu belum juga berjalan hingga saat ini.
Selain iuran penyiaran dari publik, sumber pendanaan lain yang juga bisa dimanfaatkan, di antaranya sumbangan masyarakat, siaran iklan, dan usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Saat ini anggaran yang diterima TVRI dari APBN dan PNBP kurang dari Rp 1 triliun per tahun. Nilai ini sangat kecil jika dibandingkan dengan anggaran BBC dan NHK yang sedikitnya Rp 80 triliun per tahun.
Bangun kepercayaan
Kepala Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Nina Mutmainnah menilai, TVRI perlu membangun kepercayaan dari masyarakat agar sumber pembiayaan dari iuran publik bisa didapatkan secara optimal. Tanpa kepercayaan dan rasa memiliki dari masyarakat, partisipasi publik untuk terlibat membangun LPP TVRI sulit diwujudkan.
”TVRI harus melihat dan mengikuti perkembangan saat ini. Jangan terlalu terpaku pada romantisme TVRI di zaman dulu. Langkah awal bisa perbaiki siaran di platform digital. Masih ada beberapa segmen dan informasi yang belum lengkap,” ujarnya.
Selain itu, Nina menambahkan, LPP TVRI juga perlu menguatkan program acara yang mengedepankan nilai kebangsaan dan kebinekaan. Fungsi edukasi dan penanaman nilai budaya bangsa perlu diperbanyak. Dengan begitu, harapan untuk menjadikan TVRI sebagai acuan dalam pembangunan karakter bangsa pada generasi muda bisa terwujud.
Helmy mengungkapkan, sejumlah tantangan yang dihadapi untuk pengembangan LPP TVRI terkait independensi yang harusnya bisa dijalankan. Selain independensi dalam pengelolaan keuangan, persoalan birokrasi juga masih mengganjal. Persoalan ini menyebabkan manajemen internal susah untuk merekrut karyawan baru. Selama ini karyawan TVRI merupakan aparatur sipil negara (ASN) yang berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memastikan pemerintah terus mendukung pengembangan LPP TVRI. Berbagai regulasi pun telah disusun untuk menyiapkan keberlanjutan lembaga penyiaran ini di era digital.
”TVRI ini tidak hanya sebatas lembaga penyiaran, tetapi juga sebagai performa bangsa sekaligus menunjukkan wajah Indonesia di dunia global. Pembiayaan yang telah diberikan untuk lembaga ini merupakan investasi bangsa. Saya juga harap pengesahan Undang-Undang Penyiaran segera dilakukan karena regulasi ini salah satu bentuk dukungan yang diberikan untuk TVRI,” tuturnya.