Perkembangan kota-kota baru di sekitar Jakarta memberi dukungan bagi Ibu Kota, tetapi sekaligus membawa persoalan lingkungan apabila tidak ditata.
Jakarta sebagai ibu kota negara menjadi magnet pertumbuhan kawasan sekitarnya. Selain sebagai ibu kota pemerintahan, Jakarta juga menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di aras nasional.
Posisi tersebut membuat Jakarta selama berpuluh tahun menjadi tujuan untuk para pengejar impian masa depan yang lebih baik dibandingkan dengan daerah asal. Bahkan, ketika kota-kota besar lain di Jawa dan luar Jawa tumbuh pesat, daya tarik Jakarta tidak berkurang.
Daya tarik Jakarta bukan hanya sebagai pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi, dan bisnis. Sejarah panjang Jakarta sebagai kota pelabuhan membuat kota ini dihuni penduduk beragam ras, suku, dan agama. Keliatan Jakarta sudah teruji dan menghasilkan kota yang relatif toleran dan terbuka.
Sebagai kota yang ingin terus bertumbuh, Jakarta membutuhkan talenta-talenta baru dari waktu ke waktu yang akan menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi kota dan warganya. Apalagi bila penduduk asli kota semakin menua, tenaga kerja kreatif berketerampilan akan menjamin keberlangsungan kehidupan kota yang dinamis.
Untuk dapat menarik talenta, kota juga harus memiliki infrastruktur fisik dan sosial memadai agar penghuninya merasa nyaman dan bahagia.
Dalam hal ini, Jakarta telah memiliki sebagian infrastruktur yang dibutuhkan, seperti jaringan telekomunikasi digital yang baik. Jakarta juga memiliki banyak tempat untuk orang bertemu dan bertukar gagasan, seperti kafe.
Meski demikian, Jakarta belum menjadi tempat yang nyaman ditinggali. Saat ini kualitas udara Jakarta buruk. Kemacetan menjadi keseharian karena transportasi publik belum mendukung. Kemacetan itu menghambat mobilitas warga dengan talenta berkumpul dan bertukar ide.
Masalah yang dihadapi Jakarta saat ini adalah tingginya beban yang harus ditanggung kota ini, disebabkan oleh pembangunan di kawasan Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek), sekitar Jakarta. Setiap kawasan yang baru atau yang akan terbangun masih sangat mengandalkan Jakarta sebagai pusat kegiatan.
Pada tahun 2008 saja sudah 86,3 persen lahan di Jakarta beralih fungsi. Data Badan Pusat Statistik menyebut saat ini penduduk Jakarta 10,3 juta orang, dan Jabodetabek dihuni lebih dari 30 juta jiwa dengan lahan terbangun dua kali Jakarta, yaitu sekitar 120.000 hektar (Kompas, 8/8/2019).
Beban Jakarta akan semakin berat bila penataan kawasan dan pembangunan sekitar Jakarta tidak dikendalikan melalui aturan tata ruang dan tata wilayah berwawasan lingkungan. Penerapan aturan secara konsisten menjadi kunci menyelamatkan Jabodetabek dari pemburukan daya dukung lingkungan dan kualitas hidup warga. Peran pemerintah pusat sangat penting dalam mengendalikan pertumbuhan kota-kota baru mengingat Jabodetabek meliputi tiga provinsi.