Indonesia Bidik Transaksi Senilai Rp 7 Triliun dari Proyek-proyek di Afrika
JAKARTA, KOMPAS -- Indonesia membidik transaksi sedikitnya Rp 7 triliun dari sejumlah proyek di Afrika. Infrastruktur tetap menjadi andalan Indonesia untuk masuk ke Afrika.
Direktur Asia Pasifik dan Afrika pada Kementerian Luar Negeri Desra Percaya mengatakan, proyek-proyek itu diharapkan disepakati di sela Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue (IAID) 2019. Indonesia mengundang 53 negara Afrika untuk hadir dalam forum pada 20-21 Agustus 2019 di Bali itu.
"Sampai sekarang, sudah 90 persen yang mengonfirmasi kehadirannya,” kata Desra, Jumat (9/8/2019), di Jakarta.
IAID tidak lepas dari Indonesia-Africa Forum (IAF) 2018 yang menghasilkan 10 kesepakatan bisnis bernilai 586,56 juta dollar AS. IAID diharapkan menghasilkan kesepakatan bisnis dengan nilai tidak jauh dari total di IAF 2018 atau setidaknya-tidaknya 500 juta dollar AS. Pada kurs Rp 14.000 per 1 dollar AS, target itu setara Rp 7 triliun.
"IAID menjaga momentum IAF,” ujar Desra.
Indonesia menawarkan infrastruktur ke Afrika karena beberapa pertimbangan. Pertama, lima dari 10 kesepakatan bisnis pada IAF 2018 terkait infrastruktur. Kedua, infrastruktur mempunyai efek bergulir paling banyak. Ketiga, Indonesia mampu menyediakan jasa infrastruktur. Keempat, infrastruktur bisa dikembangkan bersamaan dengan ekspor produk lain.
Selain itu, dalam rangkaian dialog IAF, sektor konstruksi dan infrastruktur diidentifikasi sebagai kebutuhan Afrika. Negara-negara Afrika yang mengikuti IAF berharap Indonesia mau terlibat dalam kedua sektor itu.
Baca juga: Menggerakkan Indonesia di Afrika
Direktur Afrika pada Kemlu RI Daniel Tumpal Simanjuntak mengatakan, kini beberapa BUMN Indonesia sudah menggarap proyek infrastruktur dan konstruksi di Afrika. Indonesia antara lain tengah menggarap proyek di Aljazair dan Niger.
Desra mengatakan, IAID memang tidak hanya fokus pada infrastruktur. Indonesia juga menghadirkan pelaku usaha bidang mineral, farmasi, hingga pariwisata.
Bahkan, IAID tidak hanya berisi forum dan pameran bisnis. IAID juga akan dilengkapi pembahasan kesepakatan dagang istimewa (PTA) dengan sejumlah negara Afrika. Dalam forum itu akan ditandatangani PTA dengan salah satu negara Afrika. Akan ada pula kesepakatan untuk memulai perundingan PTA.
Baca juga: Indonesia Kampanyekan Produk Farmasi di Afrika
Selain itu, ada penjajakan PTA dengan beberapa negara Afrika. Dalam praktik-praktik sebelumnya, pengesahan PTA mengurangi hambatan-hambatan perdagangan di antara negara yang menyepati. Dengan demikian, terbuka potensi peningkatan volume perdagangan antarnegara yang menyepakati PTA. Praktik lazim PTA biasanya berupa pemangkasan tarif bea masuk impor dan kemudahan perizinan ekspor-impor.
Daniel mengatakan, Indonesia membahas PTA dengan Tunisia dan Mozambik pada 2018. Perundingan dengan kedua negara itu sudah hampir selesai. “Salah satunya akan ditandatangani di IAID,” kata dia.
PTA adalah bagian dari upaya Indonesia membuka pasar baru bagi produk dalam negeri. Sejak awal pemerintahan Joko Widodo, Kemlu RI tidak hanya fokus pada diplomasi politik. Indonesia juga mendorong diplomasi ekonomi dengan membuka pasar-pasar baru seperti Afrika.
Baca juga: INKA Teruskan Upaya Menembus Afrika
Persaingan
Desra mengatakan, Afrika memang sudah dimasuki negara-negara lain. “Indonesia ke sana tidak untuk bersaing dengan pihak lain. Indonesia mencari celah pasar lain. Kalau pun harus bersaing, Indonesia menawarkan keunggulan tersendiri,” ujar dia.
Indonesia antara lain menawarkan produk, barang maupun jasa, yang terjamin kualitasnya. Ada kedekatan antara Indonesia dengan negara-negara Afrika karena berhubungan sejak lama. “Ada kepercayaan pada Indonesia. Saya tidak mengatakan pihak lain tidak dipercaya,” kata Desra.
Ia juga menyebut, IAID bukan pertemuan tingkat menteri. Meskipun demikian, sejumlah menteri dan pejabat dari negara-negara Afrika dijadwalkan hadir dalam pertemuan itu. Wakil presiden Guinea Khatuliswa dan wakil perdana menteri Uganda direncanakan hadir.
Sejumlah menteri keuangan antara lain dari Senegal, Zanzibar, Pantai Gading, dan Madagaskar datang di sana. Akan datang juga, menteri yang mengurusi infrastruktur Gabon, Zimbabwe, Bostwana, hingga Syechelles.
Daniel mengatakan, Indonesia berharap IAID mengulangi kesuksesan IAF. Kedekatan politik sejak masa Konferensi Asia-Afrika diharapkan membantu kesuksesan Indonesia masuk ke Afrika.
Dari sisi Afrika, kebutuhan infrastruktur memang tinggi. Secara rata-rata, rasio elektrifikasi negara-negara Afrika maksimal 50 persen. Untuk setiap 1.000 kilometer, hanya tersedia jalan raya 8 kilometer. Negara-negara Afrika juga membutuhkan pembangunan perumahan dalam jumlah besar.