Teguran keras Presiden Jowo Widodo di hadapan direksi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Senin (5/9/2019), mewakili pula kegeraman jutaan warga Indonesia yang mengalami pemadaman listrik selama belasan jam pada Minggu hingga Senin, 4-5 Agustus lalu. Tuntutan kompensasi dan perbaikan menyeluruh di tubuh badan usaha milik negara itu gencar disampaikan publik.
Oleh
Muhammad Ikhsan Mahar
·5 menit baca
Teguran keras Presiden Jowo Widodo di hadapan direksi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Senin (5/9/2019), mewakili pula kegeraman jutaan warga Indonesia yang mengalami pemadaman listrik selama belasan jam pada Minggu hingga Senin, 4-5 Agustus lalu. Tuntutan kompensasi dan perbaikan menyeluruh di tubuh badan usaha milik negara itu gencar disampaikan publik.
Peristiwa pemadaman massal itu bisa menjadi cerminan puncak gunung es permasalahan di tubuh PLN yang berakibat pada pelayanan publik. Kasus tindak pidana korupsi yang menjerat dua direktur utama terakhir menjadi gambaran ada pengelolaan yang salah dalam manajemen BUMN itu.
Nur Pamudji, Direktur Utama PLN periode 2011-2014, sejak 2015 dijadikan tersangka kasus korupsi pengadaan bahan bakar minyak jenis high speed diesel oleh Bareskrim Polri. Pada April 2019, Sofyan Basir, Direktur Utama PLN periode 2014-2017, juga telah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus dugaan suap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1.
Setelah pengunduran diri Sofyan, akhir Mei lalu, tampuk pimpinan PLN telah dijabat oleh dua pelaksana tugas. Mereka adalah Djoko Rahardjo Abumanan dan Sripeni Inten Cahyani.
Meski begitu, sebagai pengelola tunggal tenaga listrik di Tanah Air sejak negara ini berdiri, PLN sepatutnya telah berpengalaman menangani masalah kelistrikan. Nyatanya, PLN dianggap belum bisa memberikan jawaban atas rasa penasaran publik terkait penyebab pemadaman listrik itu.
Di sisi lain, Presiden Jokowi juga menyoroti ketiadaan rencana cadangan PLN untuk mengantisipasi pemadaman massal setelah peristiwa serupa terjadi pada pertengahan 2002. Menurut catatan Kompas, pemadaman massal pada 2002 terjadi di sebagian Sumatera dan Jawa. Ironisnya, peristiwa itu terjadi setelah PLN memutuskan menaikkan tarif dasar listrik secara bertahap pada awal 2002.
Dalam gelar wicara Satu Meja The Forum bertajuk ”Listrik Putus, Siapa Salah Urus?”, Rabu (7/8/2019), di Kompas TV, anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, mempertanyakan rencana tanggap darurat PLN dalam menghadapi masalah pemadaman massal.
Alvin juga menggarisbawahi upaya PLN untuk mengawasi dan mengamankan jaringan agar tidak mengalami gangguan yang dapat menghambat aliran listrik kepada pelanggan.
”Masalah aliran listrik terputus adalah biasa. Tetapi, respons PLN luar biasa tergagap-gagap dan sangat lambat sehingga belum terungkap apa penyebab pemadaman itu terjadi,” ujar Alvin dalam acara yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Kompas Budiman Tanuredjo itu.
Selain Alvin, hadir sebagai pembicara dalam acara itu ialah Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional Rolas Sitinjak; anggota DPR Komisi VII dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Bara K Hasibuan; mantan anggota Dewan Energi Nasional, Tumiran; mantan Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PLN, Ali Herman Ibrahim; dan pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia, Vishnu Juwono.
Ali mengungkapkan, pada hari Minggu beban pemakaian listrik di Jakarta dan sekitarnya lebih rendah dibandingkan hari-hari sebelumnya. Karena itu, PLN terbiasa mengistirahatkan beberapa pembangkit untuk proses perawatan dan pengecekan. Pemberhentian operasi pembangkit itu, lanjutnya, juga sudah mempertimbangkan aliran cadangan yang disiapkan untuk mengantisipasi gangguan pada sumber utama pembangkit listrik.
Apabila penyebab utama pemadaman listrik adalah gangguan dari pohon sengon di sekitar aliran SUTET Ungaran-Semarang, kata Ali, kehadiran pohon yang mendekati kabel SUTET belum tentu dapat mematikan transmisi listrik. ”Oleh karena itu, penyebab utamanya harus diteliti,” katanya.
Menurut Tumiran, PLN perlu menjadikan peristiwa pemadaman massal itu sebagai landasan untuk mempersiapkan regulasi operasi yang lebih ketat agar mampu mengantisipasi potensi gangguan di masa mendatang. Sebelum itu, lanjutnya, PLN juga perlu membuka diri bagaimana tata kelola operasi selama ini dan menganalisis secara akurat penyebab pemadaman itu melalui analisis data yang pasti telah dimiliki PLN.
Kompensasi
Meskipun terjadi pada hari libur, pemadaman listrik lalu merugikan banyak pihak. Sebut saja, tidak beroperasinya transportasi publik, seperti kereta listrik komuter dan moda raya terpadu (MRT), mengakibatkan masyarakat terbatas untuk melakukan perjalanan.
Akibat pemadaman listrik itu, dua warga menggugat PLN melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena menyebabkan ikan koi mereka mati. Rolas mengatakan, pihaknya menerima banyak aduan dari sejumlah kalangan masyarakat karena pemadaman listrik itu. Menurut dia, kerugian masyarakat tidak hanya berkaitan dengan konsumsi listrik, tetapi juga kerugian ekonomi lain, seperti yang dialami para pengusaha.
”Kami berupaya memulihkan hak konsumen, maka kami mendorong masyarakat yang merasa dirugikan menempuh jalur hukum,” kata Rolas.
Kami berupaya memulihkan hak konsumen, maka kami mendorong masyarakat yang merasa dirugikan menempuh jalur hukum.
Melalui sambungan telepon, Senior Executive Vice President Bisnis dan Pelayanan Pelanggan PLN Yuddy Setyo Wicaksono memastikan, pihaknya akan memberikan kompensasi terkait penggunaan daya listrik sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2017 tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya yang Terkait dengan Penyaluran Tenaga Listrik oleh PLN. Pemberian kompensasi yang disiapkan PLN sekitar Rp 865 miliar.
Bagi pelanggan pascabayar, tambahnya, kompensasi berupa pengurangan biaya tagihan pada bulan September. Kemudian, bagi pelanggan prabayar, kompensasi berupa pemberian kode token tambahan sesuai besaran jumlah kompensasi yang diberikan. Dari hasil perhitungan PLN, ia mencontohkan, konsumen yang menggunakan daya listrik 2.200 VA akan mendapatkan kompensasi Rp 45.192.
Disinggung mengenai ganti rugi akibat dampak pemadaman listrik itu, Yuddy menyatakan, pihaknya hanya melakukan kompensasi sesuai regulasinya. ”Hal itu (kerugian dampak pemadaman listrik) di luar tanggung jawab PLN,” ucapnya.
Etika
Pada Agustus 2017, Menteri Perekonomian Taiwan Lee Chih-kung mengundurkan diri dari jabatannya karena merasa bertanggung jawab atas peristiwa pemadaman listrik di 17 kota. Pemadaman yang berdampak pada sekitar 668.000 bangunan itu berlangsung ”hanya” empat jam.
Apakah kebesaran hati itu akan terjadi di Indonesia? Vishnu meragukan ada pejabat publik di Tanah Air akan meletakkan jabatannya karena menganggap bertanggung jawab atas pemadaman listrik belasan jam dalam dua hari lalu.
”Padahal, mengacu standar etika, pengunduran diri itu kalau dilakukan akan sangat terhormat. Tetapi, standar etika pejabat publik di Indonesia masih lemah,” ujar Vishnu.
Yang pasti, publik mendambakan perbaikan layanan agar tidak terulang lagi listrik mati berjam-jam yang membuat banyak pihak mati gaya….