Mangatur Batubara (51) terdiam sejenak saat ditanyai kesannya tentang mendiang sang ayah, Cosmas Batubara (81), Kamis (8/8/2019) siang, di rumah duka Jalan Cidurian Nomor 3 Cikini, Jakarta Pusat. Dengan sedikit terbata- bata, dia mengaku ayahnya mewariskan banyak hal luar biasa bagi keluarga dan masyarakat.
Oleh
Jannes Eudes Wawa
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mangatur Batubara (51) terdiam sejenak saat ditanyai kesannya tentang mendiang sang ayah, Cosmas Batubara (81), Kamis (8/8/2019) siang, di rumah duka Jalan Cidurian Nomor 3 Cikini, Jakarta Pusat. Dengan sedikit terbata- bata, dia mengaku ayahnya mewariskan banyak hal luar biasa bagi keluarga dan masyarakat.
”Bapak (Cosmas Batubara) tak pernah mengajari kami dengan kata-kata. Dia selalu menunjukkan dengan perbuatan. Dia juga tak pernah menggurui kami atau mengharuskan kami mengikuti keinginannya. Makanya, kepergian bapak membuat kami sangat kehilangan,” kata putra sulung pasangan Cosmas Batubara-RA Cypriana Pudyati Hadiwidjana itu.
Disebutkan sejak awal 2018 sang ayah terdiagnosis menderita kanker limfoma. Sejak itu dilakukan pengobatan yang intensif, termasuk kemoterapi di Jepang. Dari Jepang, kondisinya membaik, tetapi tidak berubah secara signifikan.
Juli lalu Cosmas dirawat di RS Sint Carolus, Jakarta, dan membaik sehingga diizinkan pulang. Namun, awal Agustus, ia kembali dirawat di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Kencana, Jakarta, selama tiga hari, lalu kembali lagi ke rumah.
Rabu (7/8) malam, kondisi Cosmas langsung drop dan dilarikan ke RSCM Kencana. Kamis pukul 03.27, Cosmas mengembuskan napas terakhir. ”Kami telah berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya, tetapi Tuhan menginginkan lain. Kami menerima kenyataan ini dengan lapang dada,” ujar Mangatur.
Juru damai
Kabar duka itu seketika pula menyebar. Sahabat dan kolega Cosmas pun berdatangan ke rumah duka, terutama para tokoh pergerakan mahasiswa tahun 1966. Sebab, saat itu Cosmas ikut memelopori, bahkan memimpin, aksi mahasiswa menentang komunis.
”Bung Cosmas memiliki kemampuan berpidato yang sangat baik. Tidak berapi-api, tetapi bahasanya runut, logis, sehingga mudah membakar semangat juang mahasiswa,” kata Fahmi Idris.
Dalam pergerakan mahasiswa tahun 1966, Cosmas yang menjabat Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) selalu terlibat aktif. Dia cerdas, punya kepribadian tenang, halus, murah senyum, dan selalu mengayomi. Karena itu, dia selalu jadi juru damai dalam perselisihan para aktivis mahasiswa. Dia pun selalu mencari titik temu dalam setiap diskusi atau rapat.
Selain sebagai aktivis mahasiswa, semasa hidupnya Cosmas pernah menjabat Menteri Perumahan Rakyat (1978-1988), lalu Menteri Tenaga Kerja (1988-1993). Tahun 1991, pria kelahiran Purbasaribu, Sumatera Utara, 19 September 1938, itu dipilih menjadi Presiden Organisasi Buruh Internasional (ILO).
Mantan Ketua Presidium PP PMKRI Antonius Doni menilai Cosmas sangat peduli pada kaderisasi. Dia merelakan waktu, tenaga, dan biaya demi membantu pembinaan mahasiswa. ”Pak Cosmas juga mewariskan sikap konsisten, setia terhadap pilihan politik, dan tak pernah meninggalkan sahabat dalam kondisi apa pun,” ujarnya.
Hermawi F Taslim, Ketua Umum Forum Alumni PMKRI, mengemukakan, Cosmas selalu berpesan bahwa dalam pergaulan politik yang wajib dijaga adalah nilai moral. ”Sekali moralitas tercoreng, selamanya akan cacat,” katanya.
Cosmas menikahi C Pudyati pada 17 Desember 1967 di Yogyakarta. Ia dikaruniai empat anak dan enam cucu. Hingga akhir hayatnya, Cosmas selalu menyimpan foto Pudyati dalam dompetnya. Foto itu diberikan Pudyati sebelum menikah. Jenazah Cosmas dimakamkan Sabtu (10/8) siang di Taman Makam Pahlawan Kalibata.