Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, volume ekspor minyak sawit dan turunannya pada Januari-Juni 2019 naik 10 persen dibandingkan dengan Januari-Juni 2018.
Volume ekspor minyak sawit dan turunannya, termasuk biodisel dan oleochemical, pada semester I-2019 mencapai 16,84 juta ton, bertambah dari semester I-2018 yang sebanyak 15,30 juta ton.
Nilai ekspor minyak sawit pada semester I-2019 sekitar 8,3 miliar dollar AS atau 11,2 persen dari nilai ekspor nonmigas semester I- 2019. Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor nonmigas pada semester I-2019 sebesar 74,21 miliar dollar AS.
Kenaikan volume ekspor minyak sawit sebesar 10 persen pada semester I-2019 itu dinilai cukup baik di tengah tantangan pasar ekspor yang kian berat. Di Eropa, misalnya, persepsi negatif yang dikampanyekan terhadap produk minyak sawit diperkirakan dapat memengaruhi permintaan atau peningkatan permintaan di pasar Eropa.
Di India, minyak sawit Indonesia kalah bersaing dengan produk sawit olahan dari Malaysia karena tarif bea masuk produk sawit Malaysia ke pasar India lebih rendah, yaitu 45 persen, dibandingkan tarif bea masuk produk sawit Indonesia yang sebesar 54 persen.
Kondisi perang dagang juga dapat memengaruhi permintaan atau pasar ekspor minyak sawit. Di sisi lain, perang dagang juga membuka peluang pasar bagi produk-produk tertentu, termasuk minyak sawit, jika negosiasi perdagangan dengan AS dan China dilakukan secara intensif.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengakui, perang dagang dapat dimanfaatkan sebagai peluang ekspor melalui negosiasi perdagangan secara bilateral. Ia mencontohkan, melalui negosiasi, Indonesia dapat menambah impor kapas dari AS. Akan tetapi, di sisi lain, Indonesia juga bisa menambah ekspor produk pakaian jadi ke AS.
China juga akan mengurangi impor kedelai dari AS. Peluang itu bisa dimanfaatkan, misalnya, Indonesia menambah impor kedelai dari AS. Namun, ada tindakan resiprokal berupa penambahan ekspor produk minyak sawit Indonesia ke AS. Hubungan perdagangan timbal balik dengan manfaat lebih besar bagi Indonesia, terutama neraca perdagangan, patut diupayakan melalui negosiasi perdagangan secara bilateral yang lebih agresif.
Jika tantangan di pasar ekspor, terutama di India, Eropa, dan AS, dapat diatasi, peluang peningkatan ekspor bisa lebih besar. Oleh karena itu, Gapki terus mendorong dan berharap pemerintah segera merealisasikan kerja sama perdagangan bilateral dengan banyak negara.
Selain pasar ekspor, pasar domestik sebenarnya berpotensi cukup besar akibat program penggunaan solar dengan campuran 20 persen minyak sawit per liter solar atau B20. Program ini akan ditingkatkan menjadi B30. Penyerapan minyak sawit dalam program B20 bisa mencapai 6 juta ton per tahun, sedangkan B30 bisa menyerap 9 juta ton minyak sawit per tahun.
Jumlah itu di luar penyerapan untuk pembangkit listrik dari PLN yang diperkirakan mencapai 3 juta ton per tahun.
Peningkatan penyerapan di pasar domestik dan ekspor diperlukan karena produksi minyak sawit diperkirakan meningkat pada tahun ini dan beberapa tahun mendatang. Tahun ini diperkirakan ada tambahan produksi 4 juta ton.
Biasanya, tambahan produksi hanya sekitar 2 juta ton per tahun. Kelebihan produksi dapat terjadi karena akumulasi produksi dari tanaman sawit yang ditanam sebelumnya.