Geliat Labuan Bajo Menarik Investasi (2-habis)
Tren wisata bahari yang prospektif membuat investor terus-menerus mengeksploitasi keindahan laut di perairan Pulau Komodo di Nusa Tenggara Timur untuk merangsang kunjungan wisatawan. Hal ini membuat investor lupa bahwa obyek wisata di Labuan Bajo dan Manggarai Barat itu tidak hanya berada di laut.
Masih ada obyek wisata alam yang berbasis gunung, sawah, dan wisata budaya di daratan Manggarai Barat dan kabupaten lain di Pulau Flores. Potensi itu tak tergarap dengan baik. Obyek-obyek wisata di daratan terkesan diabaikan.
Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat tampak belum memiliki konsep yang jelas untuk mempromosikan potensi pariwisata di wilayah daratnya, baik yang berada di induk daratan Pulau Flores (Manggarai Barat) maupun yang ada di Pulau Komodo dan Pulau Rinca.
Promosi pariwisata yang dilakukan selama ini cenderung insidental. ”Pemda pernah membuat Festival Komodo di lokasi Goa Batu Cermin. Modelnya seperti pasar biasa. Tidak ada diskusi atau promosi wisata,” kata Afandi (26), Sekretaris Komunitas Anak Muda Labuan Bajo.
Problem terkait promosi wisata dinilai muncul karena masalah infrastruktur. Menurut Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Barat Pius Baut, infrastruktur menjadi kendala yang membuat promosi wisata di daratan kurang optimal dibanding wisata bahari. Jalan menuju obyek wisata yang akan dipromosikan sebagian besar berada dalam kondisi kurang mulus karena tidak dirawat.
Akses kendaraan hanya sampai di jalan raya besar. Selanjutnya wisatawan harus berjalan melintasi jalan rusak, terkadang dengan medan yang menanjak. Jalan masuk ke lokasi wisata merupakan jalan kabupaten yang dibiayai dengan APBD. Alokasi anggaran perbaikan infrastruktur dalam APBD masih terbatas.
Pius berharap status jalan dinaikkan sebagai jalan negara sehingga bisa dibiayai dengan APBN. ”Labuan Bajo termasuk 10 kawasan prioritas. Jalan kabupaten menuju lokasi wisata sebaiknya dijadikan jalan pusat,” katanya.
Ironi investasi
Kehidupan masyarakat Labuan Bajo sangat erat dengan laut. Mayoritas dari mereka menggantungkan hidup dari hasil-hasil laut. Pemerintah daerah telah membangun tempat pelelangan ikan (TPI) yang terintegrasi dengan dermaga feri. TPI merupakan pusat kegiatan yang menggerakkan roda ekonomi masyarakat di Labuan Bajo dan sekitarnya. Di atas lahan sekitar 1.000 meter per segi, ratusan warga menjalankan aktivitas ekonomi yang dimulai sejak subuh.
Namun, TPI telah ditetapkan sebagai bagian dari proyek pembangunan kawasan komersial Labuan Bajo. Proyek ini dikerjakan PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) dengan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk dan PT Patra Jasa.
Proyek kawasan komersial Labuan Bajo merupakan proyek strategis perdana PT ASDP Ferry Indonesia (Persero), yang meliputi Pelabuhan Marina, hotel, area komersial, dan peningkatan fasilitas dermaga penyeberangan. Peletakan batu pertama proyek senilai Rp 400 miliar ini berlangsung pada April 2017. Proyek mulai dikerjakan setahun kemudian.
Dalam dokumen Evaluasi Kebijakan Percepatan Pembangunan Kabupaten Manggarai Barat sebagai Daerah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Tahun 2017, PT ASDP Indonesia Ferry disebutkan akan membangun Dermaga Marina. Dermaga ini untuk menampung wisatawan pengguna moda transportasi kapal pesiar atau yacht alias dermaga bagi wisata kelas menengah atas.
Pengembangan dermaga merupakan solusi untuk memisahkan aktivitas di Pelabuhan Labuan Bajo. Selama ini aktivitas bongkar muat barang dan perjalanan wisatawan yang pergi ke atau pulang dari Pulau Komodo masih digabung.
Kawasan komersial akan dilengkapi dengan hotel di atas lahan 8.000 meter persegi dengan 180 kamar. Konsekuensinya, keluarga-keluarga yang sudah lama hidup dalam kawasan tersebut harus pindah. Belum lagi ratusan pedagang ikan dan pedagang lain yang telah lama menggantungkan hidup di TPI Labuan Bajo.
Pembangunan kawasan komersial ini mendapat sorotan dari berbagai kalangan di Labuan Bajo karena manfaatnya dinilai lebih banyak untuk kepentingan bisnis. Pembangunan parisiwisata di Manggarai Barat dikhawatirkan justru menyisihkan masyarakat sebagai pemilik wilayah.
Ketika lahan warga di kawasan pesisir dikuasai investor, terjadi pembagian berdasarkan kepemilikan. Di sinilah privatisasi lahan, khususnya pantai, mulai terjadi. Konsekuensinya, ruang-ruang publik yang menjadi hak warga hilang. Tak ada lagi kebebasan warga untuk mengakses kawasan pantai.
Kawasan Pantai Pede yang terletak di Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, misalnya, diprivatisasi oleh pengelola hotel. Jalan menuju pantai ditutup sehingga masyarakat tak bisa lagi mengakses pantai.
Menurut rohaniwan dan aktivis masyarakat Labuan Bajo, Marcel Agot, pemerintah tampak tak berdaya dalam membuat regulasi yang membatasi hak investor. Maka, kini muncul desakan kuat dari masyarakat agar pemerintah membuat aturan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Manggarai Barat. Dengan demikian, pengaturan pembagian lahan berdasarkan peruntukannya dapat berjalan baik.
Ketimpangan ruang
Fenomena paling umum yang dijumpai wisatawan ketika mengunjungi Manggarai Barat adalah terpusatnya kegiatan bisnis di Jalan Soekarno-Hatta, Labuan Bajo. Di sisi kiri-kanan ruas jalan dengan panjangnya sekitar 1 kilometer tersebut, berdiri ratusan bangunan berdesak-desakan. Bangunan itu meliputi kantor biro jasa, usaha penyewaan alat selam, hotel, penginapan, rumah makan, toko, dan rumah tinggal warga.
Hal kontras ditemui di luar kawasan Jalan Soekarno-Hatta. Kondisinya masih sepi. Apa yang terjadi di Jalan Soekarno-Hatta merupakan cermin dari praktik ketimpangan ruang di Manggarai Barat yang berakar pada kelambanan mengantisipasi melonjaknya wisatawan dan bisnis pariwisata.
Kabupaten Manggarai Barat ketika dimekarkan tahun 2003 hanya memiliki Labuan Bajo sebagai kawasan ekonomi yang mapan. Infrastruktur seperti pelabuhan dan bandar udara sudah berfungsi optimal.
Dengan perkembangan ekonomi di Manggarai Barat yang hanya bertumpu di Labuan Bajo, tampak bahwa inisiatif untuk menciptakan kawasan-kawasan ekonomi baru di luar Labuan Bajo masih kurang. Labuan Bajo pun menjadi tumpuan utama pertumbuhan ekonomi daerah, mengikuti tren investor yang mengeksploitasi bisnis pariwisata yang sedang booming di Labuan Bajo. (Litbang Kompas)