Polda Metro Jaya kembali mengungkap satu kelompok penipu pemilik properti mewah yang kemudian memalsukan dokumen properti dan menyalahgunakannya untuk mendapat pinjaman Rp 5 miliar dari lembaga keuangan. Polisi menduga masih ada kelompok lain yang berbeda dan berkeliaran mencari pemilik rumah mewah untuk ditipu dengan modus hampir serupa.
Oleh
J Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polda Metro Jaya kembali mengungkap satu kelompok penipu pemilik properti mewah yang kemudian memalsukan dokumen properti dan menyalahgunakannya untuk mendapat pinjaman Rp 5 miliar dari lembaga keuangan. Polisi menduga masih ada kelompok lain yang berbeda dan berkeliaran mencari pemilik rumah mewah untuk ditipu dengan modus hampir serupa.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya meringkus lima tersangka, yaitu D, S, R, A, dan H, yang memalsukan sertifikat hak milik (SHM) rumah mewah dengan nilai di atas Rp 5 miliar setelah meyakinkan pemilik yang sedang ingin menjual propertinya untuk melepas pada mereka.
Sertifikat asli dipinjam dengan alasan dicek keasliannya, dipalsukan, kemudian SHM asli dijadikan agunan untuk meminjam uang pada perusahaan pendana atau koperasi. Tiga korban melapor dengan total kerugian Rp 214 miliar.
Sertifikat asli dipinjam dengan alasan dicek keasliannya, dipalsukan, kemudian SHM asli dijadikan agunan untuk meminjam uang pada perusahaan pendana atau koperasi. Sebanyak tiga korban melapor dengan total kerugian Rp 214 miliar.
”Setelah laporan tersebut, ini ada LP (laporan polisi) baru lagi. Karena itu, kami berharap masyarakat hati-hati dalam penjualan dan pembelian rumah,” ucap Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono di lokasi kantor notaris dan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) palsu, di kompleks Perkantoran Wisma Iskandarsyah, Jakarta Selatan, Jumat (9/8/2019).
Pada kasus sebelumnya, juga terdapat pendirian notaris dan PPAT fiktif, yang beralamat di Jalan Tebet Timur Raya Nomor 4D, Tebet, Jakarta Selatan. Namun, nama notaris yang dipakai di kedua lokasi sama, yaitu Idham. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Suyudi Ario Seto belum memastikan apakah kedua kelompok itu berasal dari satu jaringan, tetapi ia menduga memang terdapat kaitan di antara mereka.
Argo menjelaskan, pengungkapan kasus bermula dari LP yang dibuat VYS pada 19 Juli 2019. Polisi lantas membekuk tiga tersangka, yaitu DH, DR, dan S.
VYS pada awal Maret lalu berencana menjual bidang tanah seluas 1.431 meter persegi Kelurahan Kebagusan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Oleh seorang perantara bernama Ronal, ia dikenalkan kepada calon pembeli yang ternyata adalah DH.
”Mereka menyepakati harga properti Rp 15 miliar,” kata Suyudi. DH lantas meminta korban menitipkan sertifikat asli properti pada notaris yang ditunjuknya dengan alasan agar bisa dicek keasliannya pada Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Selatan.
VYS setuju dan datang ke kantor ”Idham” di Wisma Iskandarsyah pada 12 Maret 2019 dengan membawa serta dokumen pendukung lain, seperti izin mendirikan bangunan (IMB), pajak bumi dan bangunan (PBB), kartu tanda penduduk, dan kartu keluarga.
Saat itu, tersangka DR berpura-pura sebagai staf notaris Idham dan menerima dokumen dari VYS. Sang korban percaya saja mengingat kantor notaris fiktif ini berlokasi di kompleks perkantoran yang penuh dengan kegiatan bisnis, dengan bangunan berlantai empat. Ia semakin yakin karena DH memberikan uang muka Rp 500 juta.
Pada 6 April, perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) antara VYS dan DH dibuat di kantor tersebut, lagi-lagi tanpa kehadiran notaris. Alasan DR, notaris Idham merupakan anggota dewan yang sibuk. DH lantas berjanji melunasi pembayaran dalam 10 hari.
Pelunasan tidak kunjung terwujud sehingga VYS menghubungi DH, tetapi terus saja tidak ada kejelasan. VYS kemudian menghubungi S yang merupakan orang dekat DH. S meyakinkan korban bahwa sertifikat masih aman.
Korban kehabisan kesabaran. Ia berinisiatif bersurat ke Kantor Pertanahan Jakarta Selatan. Hasilnya, ia menerima informasi bahwa SHM miliknya sudah beralih menjadi atas nama DH. Ia juga mendapat kabar, SHM itu saat ini menjadi agunan di salah satu koperasi simpan pinjam di Pancoran, Jakarta Selatan.
”Dana Rp 5 miliar cair dari koperasi,” ucap Suyudi.
Suyudi menambahkan, DH merupakan residivis. Perempuan ini pernah terlibat dalam tindak pidana serupa di Tangerang Selatan sehingga hakim pengadilan menjatuhinya vonis penjara dua tahun. Setelah setahun, DH izin berobat ke luar negeri, tetapi ternyata mengulangi kejahatannya lagi.
Selain itu, lanjut Suyudi, kelompok ini juga kerap berganti-ganti nama notaris fiktif. Sebelum memakai nama Idham, mereka menggunakan nama Santi Triana Hassan. Sebenarnya, memang pernah ada notaris bernama Idham, tetapi ia sudah tidak lagi menjadi notaris. Adapun Santi masih menjalankan profesi tersebut, tetapi berkantor di Warung Buncit, Jakarta Selatan. Nama mereka diduga dicatut.
Hasil penyelidikan sementara, terdapat kelompok penipu lain yang membuat kantor notaris fiktif dengan nama Santi Triana Hassan. Korbannya, pemilik rumah di Pondok Indah, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.