Sepekan terakhir, sembilan orang tewas akibat kebakaran di beberapa lokasi di Jakarta. Mereka tewas karena terjebak di dalam bangunan. Salah satu penyebabnya, pemilik bangunan atau tempat usaha tidak memiliki pintu darurat untuk evakuasi.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sepekan terakhir, sembilan orang tewas akibat kebakaran di beberapa lokasi di Jakarta. Mereka tewas karena terjebak di dalam bangunan. Salah satu penyebabnya adalah pemilik bangunan atau tempat usaha tidak memiliki pintu darurat untuk evakuasi.
Pada Sabtu (10/8/2019), kebakaran terjadi di sebuah warung, di Jalan Sabeni Raya, Pasar Kambing, Tanah Abang, Jakarta Pusat, menyebabkan dua orang tewas. Korban, Akbar (18) dan Dede (17), terjebak di dalam bangunan sehingga tidak sempat menyelamatkan diri saat api membesar.
Kepala Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Jakarta Pusat Hardisiswan mengatakan, dua korban tewas karena tidak bisa menyelamatkan diri. Bangunan tempat mereka bekerja hanya memiliki satu pintu di bagian depan.
”Tadi malam itu, kios aksesnya cuma ke depan. Kalau api sudah di depan, yang terjebak di dalam sudah panik. Walaupun secara teori, harusnya ada akses ke belakang,” tuturnya, Minggu (11/8), di Jakarta.
Kejadian serupa yang menelan korban jiwa juga terjadi di Jalan Raya Cipayung, Jakarta Timur, Jumat (9/8). Peristiwa itu menyebabkan tiga orang tewas, yakni Surya (23), Danu (22), dan Wahyu (22). Mereka tak sempat menyelamatkan diri karena terjebak di sebuah ruko sembako.
Peristiwa tak kalah memilukan juga terjadi pada 4-5 Agustus 2019 di Jalan K, Pasar Teluk Gong, Jakarta Utara. Empat orang tewas di dalam sebuah ruko.
Kepala DPKP DKI Jakarta Subejo mengatakan, ada kebiasaan fatal warga saat terjadi kebakaran, yaitu berlindung di kamar mandi. Padahal, berlindung di tempat tersebut sama sekali tidak memberi jaminan selamat dari kebakaran.
”Kalau terjadi kebakaran, usahakan untuk dipadamkan dengan sarana yang ada, misalnya alat pemadam ringan, handuk, atau karung basah. Dan, segera menyelamatkan diri ke luar rumah,” tuturnya.
Masalah lain yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dalam kebakaran adalah sebagian besar kawasan padat penduduk tidak memiliki jalur alternatif evakuasi. Keadaan ini diperparah lagi dengan kondisi pintu dan rumah warga yang diberi pengamanan berlapis agar bebas dari pencurian.
”Banyak pintu atau jendela berterali atau dikunci. Namun, penempatan kuncinya tidak terawasi sehingga, ketika ada situasi darurat, seperti kebakaran, sulit ditemukan dan terjadi kepanikan,” ujar Subejo.
Sebagian besar kawasan padat penduduk tidak ada jalur alternatif evakuasi. Keadaan ini diperparah dengan kondisi pintu dan rumah warga yang diberi pengamanan berlapis agar bebas dari pencurian.
Rambu kebakaran
Pengamat masalah perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengatakan, DKI Jakarta termasuk daerah rawan kebakaran karena banyak permukiman penduduk dan rumah berlantai dua. Selain itu, rata-rata bangunannya berasal dari material yang mudah terbakar.
Situasi ini memang lumrah terjadi di daerah padat penduduk karena keterbatasan ruang untuk membangun rumah berkonstruksi beton.
”Untuk menghindari kebakaran di kawasan permukiman itu, harus ada rambu peringatan kebakaran. Agar semua orang harus waspada dengan bahaya kebakaran itu,” kata Yayat.
Kawasan permukiman yang sudah dipasang rambu bertujuan untuk mengingatkan warga. Warga juga diharapkan tidak berlebihan memagari rumah dengan terali yang bisa menyulitkan saat terjadi kebakaran.
Warga juga diharapkan tidak berlebihan memagari rumah dengan terali yang bisa menyulitkan saat terjadi kebakaran.
Warga juga perlu diberi pengertian agar, saat membangun rumah atau ruko, menyediakan pintu darurat sebagai jalur evakuasi.
”Agar tak banyak pemasangan alat keamanan di rumah, antisipasi dengan menggiatkan sistem keamanan lingkungan. Ini bisa dimulai dari RT dan RW,” ucapnya.