Jalur pendakian menuju Gunung Sumbing, Jawa Tengah, ditutup sejak Minggu (11/8/2019). Penutupan terkait dengan potensi kebakaran hutan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS — Jalur pendakian menuju Gunung Sumbing yang berada di wilayah Kabupaten Temanggung, Magelang, dan Wonosobo, Jawa Tengah, ditutup sejak Minggu (11/8/2019) hingga batas waktu yang belum bisa ditentukan. Penutupan dilakukan dengan mempertimbangkan tingginya risiko terjadinya kembali kebakaran hutan, setelah terjadinya kebakaran pada Minggu petang.
Wakil Kepala Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Utara Bagas Avianto mengatakan, sekalipun kebakaran pada Minggu sore tidak terjadi di jalur pendakian, upaya penutupan jalur sangat diperlukan untuk meminimalkan kehadiran warga di tengah vegetasi di gunung yang saat ini sudah mengering dan sangat rawan terbakar.
”Karena kebakaran biasa dipicu oleh perilaku manusia, maka satu-satunya upaya yang bisa kami lakukan untuk mencegah kebakaran adalah dengan menutup jalur pendakian dan meminimalisasi kedatangan warga di kawasan gunung,” ujarnya, Senin (12/8).
Kebakaran hutan pada Minggu mulai terjadi pada pukul 16.50, di petak 28 dan petak 29 di Resor Pemangku Hutan (RPH) Kleseman Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Wonosobo, tepatnya di Desa Banyumudal, Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo. Luas areal terbakar mencapai sekitar 42 hektar, dengan taksiran kerugian akibat kebakaran mencapai sekitar Rp 6,3 juta.
Jenis vegetasi yang terbakar adalah semak belukar, rumput, dan ilalang. Aksi pemadaman dilakukan dengan melibatkan 31 orang, yang terdiri dari personel gabungan dari Perhutani, TNI, polisi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, dan warga setempat.
Senin pagi, api dipastikan sudah padam. Penyebab kebakaran saat ini tengah diselidiki polisi.
Lokasi kebakaran terjadi pada ketinggian 2.367 meter di atas permukaan laut (mdpl). Area terbakar berjarak sekitar 1 kilometer dari lahan pertanian warga.
Bagas mengatakan, saat ini belum ada kebijakan penutupan jalur pendakian untuk wilayah gunung lain. Kendati demikian, Perum Perhutani KPH Kedu Utara juga terus memantau perkembangan kondisi di lapangan untuk menentukan upaya pencegahan kebakaran yang paling tepat.
Angin bisa bertiup kencang dan bisa memicu penyebaran api ke mana saja.
Koordinator Forum Pengelola Gunung Sumbing (FPGS) Lilik Setiyawan, mengatakan, saat diketahui terjadi kebakaran pada Minggu petang, pihaknya langsung menyebarkan informasi tersebut dan meminta agar pendaki yang sedang perjalanan pendakian atau yang sudah berada di puncak gunung, untuk segera turun.
Penyebaran informasi dilakukan dengan menghubungi nomor telepon selular pendaki yang masih aktif serta dengan menggunakan handy talkie (HT).
Saat itu, ada sekitar 30 pendaki yang sudah berada di kawasan Gunung Sumbing. Setelah mendapatkan informasi tersebut, para pendaki pun turun satu demi satu hingga Senin siang.
Lilik mengatakan, kebakaran yang terjadi pada Minggu petang sebenarnya tidak membahayakan pendaki karena berada di sisi barat gunung, sementara jalur pendakian berada di sisi timur Gunung Sumbing. Kendati demikian, pendaki tetap diperintahkan untuk turun karena api kebakaran berpotensi menyebar.
”Angin bisa bertiup kencang dan bisa memicu penyebaran api ke mana saja,” ujarnya.
Jumlah pendaki ke Gunung Sumbing mencapai 100 orang per minggu. Pada 17 Agustus, jumlah pendaki dalam satu hari bisa mencapai hingga 250 orang.
Widya, salah seorang warga Desa Temanggung, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, mengatakan, api kebakaran juga terlihat dari Desa Temanggung pada Minggu sekitar pukul 20.00. Api juga belum padam saat dia akan beranjak tidur sekitar pukul 23.00.