Kunjungan Kerja Luar Negeri DPRD NTB Melukai Rasa Keadilan Masyarakat
›
Kunjungan Kerja Luar Negeri...
Iklan
Kunjungan Kerja Luar Negeri DPRD NTB Melukai Rasa Keadilan Masyarakat
DPRD NTB habiskan Rp 3,5 miliar lebih ke luar negeri, masyarakat protes dan buat petisi di laman daring change.org.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS – Berbagai lembaga yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil Nusa Tenggara Barat, menyesalkan keputusan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTB periode 2014-2019 yang tetap menggelar kunjungan kerja luar negeri. Hal itu dinilai melukai rasa keadilan masyarakat yang sedang masih berusaha bangkit pasca gempa bumi.
Pernyataan itu disampaikan koalisi masyarakat sipil NTB di Mataram, Senin (12/8/2019) saat menyerahkan petisi penolakan kunjungan kerja tersebut yang telah ditandatangani 25.000 orang lewat laman daring change.org.
Petisi diserahkan koalisi yang beranggotakan Somasi NTB, Fitra NTB, Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Mataram, Forum Komunikasi Mahasiswa Lombok Utara, Aliansi Masyarakat Peduli Lombok, Lombok Utara Corruption Watch, dan Ikatan Mahaiswa Belo Mataram itu ke Pemerintah Provinsi NTB dan DPRD NTB.
Sekretaris Jenderal Fitra NTB Ramli mengatakan, kunjungan kerja yang dilakukan dalam dua tahap yakni pada 3-9 Agustus ke Turki, Swiss, dan Italia dan pada 13-19 ke Australia, Belanda, Belgia, dan Paris itu, mencederai rasa kemanusiaan masyarakat NTB.
Menurut Ramli, sampai saat ini, masih ada ratusan ribu penyintas gempa Lombok dan Sumbawa yang hingga genap setahun berlalu, belum mendapat kepastian terkait jaminan hidup (jadup) yang dijanjikan pemerintah. Termasuk yang masih tinggal di pengungsian.
kunjungan kerja dilakukan dalam dua tahap yakni pada 3-9 Agustus ke Turki, Swiss, dan Italia dan pada 13-19 ke Australia, Belanda, Belgia, dan Paris.
Selain itu, kunjungan kerja menjelang berakhirnya masa jabatan itu, sebagai pemborosan. Karena anggaran yang dikeluarkan mencapai Rp 3,5 miliar. “Ini tidak hanya mencoreng wajah DPRD NTB, tetapi juga Pemerintah Provinsi NTB,” kata Ramli.
Hasan Givari, salah satu korban gempa asal Lombok juga menyampaikan kecewaannya. Hal itu juga yang mendorongnya menggagas petisi di change.org.
“Semangat awal petisi adalah sebagai kritik dan bentuk kekecewaan kami, terutama masyarakat Lombok Utara. Kok bisa perwakilan kami, termasuk yang berasal dari kabupaten lombok utara dan lombok barat, melakukan kunjungan kerja di tengah keadaan masyarakat NTB secara umum yagn masih tertatih-tatih untuk bangkit dari kondisi pascagempa,” kata Hasan.
Menurut Hasan, hingga mereka mendapat jawaban resmi terkait kunjungan kerja tersebut, petisi secara daring akan terus berjalan. “Jumlah dukungan bisa lebih dari 25.000,” kata Hasan.
Upaya lain
Menurut Ramli, mengingat kunjungan kerja tahap pertama telah selesai dan rombongan kedua akan berangkat Selasa (13/8/2019) besok, maka koalisi masyarakat sipil NTB akan menagih hasil kunjungan kerja mereka. Dari data yang diterima Kompas, tercatat ada 51 anggota DPRD NTB yang ikut kunjungan kerja luar negeri tersebut.
“Sebagai bentuk pertanggungjawaban publik, setelah pulang, mereka harus menyampaikan hasil kunjungan kerja tersebut ke masyarakat. Hal itu agar kekecewaan masyarakat bisa sedikit terobati,” kata Ramli.
Selain itu, kata Ramli, petisi juga bukan upaya terakhir. “Kami ingin melihat komitmen mereka. Kalau memang tidak ada komitmen untuk membatalkan perjalanan mereka, kami akan melakukan gugatan hukum atau semacam class action,” kata Ramli.
Pantauan Kompas, salinan bukti tanda tangan petisi terlebih dahulu diserahkan koalisi ke Pemerintah Provinsi NTB. Hanya saja, Gubernur maupun Wakil Gubernur tidak ada di tempat sehingga diwakili oleh Staf I Sekretariat Daerah NTB Baiq Eva Nurcahyaningsih. Eva menyatakan akan menyampaikan petisi tersebut ke Gubernur dan Wakil Gubernur.
Sementara di DPRD NTB, mereka diterima langsung oleh Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda, serta Wakilnya yakni Mahalli Fikri dan Abdul Hadi. “Kami terima petisi ini dan akan kami pelajari. Tetapi terkait perjalan ini, sudah sesuai prosedur. Sudah dianggarkan dari tahun 2017 dan ditunda lagi ke 2018 karena tidak bisa berangkat. Ternyata kami geser lagi ke 2019 dan karena mau mengakhiri jabatan, tidak bisa digeser lagi,” kata Isvie.
Sementara itu, menurut Mahalli, ia meminta agar hal itu tidak diperdebatkan lagi. “Tidak benar jika teman-teman menuduh jalan-jalan ini tidak ada makna dan manfaatnya bagi daerah,” kata Mahalli.
Menurut Mahalli yang baru pulang dari Tukri, kunjungan kerja yang mereka lakukan tidak lepas dari program Pemerintah Provinsi NTB. “Kami di sana lebih banyak rapat, bertemu dengan berbagai pihak terkait persoalan mahasiswa, tenaga kerja, pariwisata, termasuk juga program zero waste,” kata Mahalli.