Pemerintah menggulirkan wacana tambahan jaminan sosial ketenagekerjaan, khusus untuk kehilangan pekerjaan serta sertifikasi dan pelatihan. Namun, wacana ini menuai kritik.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menggulirkan wacana tambahan jaminan sosial ketenagekerjaan, khusus untuk kehilangan pekerjaan serta sertifikasi dan pelatihan. Namun, wacana ini menuai kritik.
Pemerintah semestinya mengoptimalkan distribusi layanan program jaminan sosial ketenagakerjaan yang ada.
Empat program jaminan sosial ketenagakerjaan adalah jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JKM), jaminan hari tua (JHT), dan jaminan pensiun (JP).
Ketua Komisi Pengawasan, Monitoring, dan Evaluasi Dewan Jaminan Sosial Nasional Suprayitno berpendapat, tambahan manfaat bagi pekerja harus harmonis dengan regulasi. Manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja formal sudah banyak, apalagi ditambah dengan uang penghargaan masa kerja.
”Kalau ada proteksi yang berlebihan, saya memandang, justru akan merusak ekosistem ketenagakerjaan. Misalnya, investor takut masuk,” katanya di Jakarta, Minggu (11/8/2019).
Suprayitno menambahkan, masalah jaminan sosial ketenagakerjaan meliputi tiga hal. Tiga hal itu adalah jumlah kepesertaan aktif yang masih kecil, pengambilan klaim JHT yang tinggi, dan pengawasan.
Revisi
Koordinator Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch Indra Munaswar, yang dihubungi terpisah, mengatakan, acuan penambahan program adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Oleh karena itu, jika ingin menambahkan program, pemerintah perlu merevisi UU SJSN.
Dia menceritakan, terkait Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta beserta regulasi turunannya, ada kewajiban bagi Kementerian Ketenagakerjaan hingga dinas ketenagakerjaan sampai ke tingkat kabupaten/kota untuk mencatat pekerja korban pemutusan hubungan kerja. Pekerja mendapat kartu kuning. Jika ada lowongan pekerjaan sesuai kompetensi, dinas akan memanggil pekerja itu untuk dihubungkan ke perusahaan.
”Situasinya berbeda sekarang. Saat ini, informasi lowongan pekerjaan \'dibisniskan\'. Kami tidak melihat lagi peran pemerintah dan dinas ketenagakerjaan mengoordinasikan lowongan pekerjaan dari setiap perusahaan,” ujar Indra.
Menurut dia, perlindungan bagi pekerja yang akan terkena pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan negara melalui jaminan talangan pesangon. Dana talangan pesangon bisa diambil dari dana kelolaan empat program di BPJS Ketenagakerjaan. Cara ini cocok untuk pemutusan hubungan kerja massal karena perusahaan gulung tikar atau pengusahanya kabur dari tanggung jawab terhadap hak-hak pekerja.
Terkait pelatihan kompetensi kerja bagi pekerja korban pemutusan hubungan kerja, dia berharap, pemerintah semestinya mengoptimalkan peran balai latihan kerja. Pemerintah bisa menambahkan materi sesuai kebutuhan dan pelatihan harus gratis.
Mengutip laporan pengelolaan program tahunan BPJS Ketenagakerjaan, pada akhir 2018, jumlah tenaga kerja terdaftar sebanyak 50.569.655 orang, tenaga kerja aktif 30.460.072 orang, dan perusahaan aktif 560.730 orang.
Berdasarkan program JKK, jumlah pekerja penerima upah (formal) terdaftar sebanyak 28.067.050 orang dan pekerja bukan penerima upah 2.393.022 orang. Jumlah yang sama terjadi di program JKM. Sementara jumlah pekerja formal terdaftar untuk JHT sebanyak 15.270.335 orang dan bukan penerima upah 206.392 orang. Adapun terkait JP, jumlah pekerja formal terdaftar mencapai 11.846.051 orang.
Penerimaan iuran dari empat program jaminan sosial ketenagakerjaan sebesar Rp 65,09 triliun. Jumlah pengajuan klaim 2,16 juta kasus dengan nilai pembayaran Rp 27,60 triliun.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengutarakan wacana dua program tambahan jaminan sosial ketenagakerjaan, yaitu jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) dan jaminan pelatihan dan sertifikasi (JPS). Dia beralasan, pekerja korban PHK perlu dilindungi negara.
”Saya tidak mempermasalahkan jika wacana saya tidak disetujui,” ujar dia.
Hanif menekankan, pekerja korban pemutusan hubungan kerja harus dibantu dalam periode tertentu agar tetap memiliki kesempatan beradaptasi dan mencari pekerjaan. (MED)