JAKARTA, KOMPAS—Peran pemerintah daerah baik eksekutif maupun legislative amat besar dalam rangkaian pemenuhan hak-hak masyarakat adat atas tanah mereka. Percepatan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat terhadap tanah mereka amat tergantung pada sosok pemimpin di daerah masing-masing.
Hal ini terungkap dalam lOKAKARYA Pembangunan Hutan Lestari, Pertanian Berkelanjutan, dan Konservasi di Wilayah Adat, di tengah acara Perayaan 20 Tahun AMAN dan perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS), pada Sabtu (10/8/2019). Acara perayaan berlangsung 9-11 Agustus 2019 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Sampai saat ini pemerintah mengakui 55 hutan adat dengan luas total sekitar 34.569 hektar (Kompas, 10/8/2019), dari total luas perhutanan sosial yang telah disahkan 2.692.965,82 hektar. Seluas 453.831,44 hektar sudah dimasukkan dalam Wilayah Indikatif Hutan Adat.
“Inisiatif rata-rata adalah dari pemerintah. Kalimantan Barat dari pemerintah, sedangkan peta adalah prakarsa DPRD, sedangkan Bengkayang prakarsa dari eksekutif,” ujar salah satu narasumber, Stefanus Masiun, Ketua Badan Pengurus Harian Kalimantan Barat. “Kurang lebih di tempat lain juga demikian,” tegasnya.
Pembentukan perda
Dia menyarankan agar komunitas adat memberikan perhatian khusus pada pembentukan perda pengakuan masyarakat hukum adat. Perda tersebut dimandatkan dalam Pasal 67 UU No. 41 Tahun 1999, adalah langkah awal untuk mendapatkan pengakuan atas wilayah adat. Langkah paling awal adalah harus ada peraturan daerah yang mengakui keberadaan masyarakat adat. Pengakuan bisa diberikan jika ada data-data: asal-usul, sejarah, peninggalan benda (materi), adat-istiadat yang masih berlaku, dan masih ada masyarakat adatnya.
Dyah Murtiningsih dari Direktorat Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan, masyarakat adat harus memenuhi semua persyaratan. Jika semua syarat dipenuhi, maka pengakuan terhadap wilayah adat akan lancar.
Khusus dalam wilayah kawasan hutan konservasi, terdapat 1,6 juta hektar usulan hak hutan adat sesuai pemetaan yang dilakukan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) pada 2017. Menurut Direktorat Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam (PIKA) pada data 2017, terdapat 1.369.344,36 hektar wilayah adat masuk dalam kawasan konservasi.
Sementara Tuntiak Katan dari Koordinator Organisasi Masyarakat Adat di DAS Amazon (COICA) mengatakan, di sembilan negara anggota COICA, pengakuan wilayah adat atau hutan adat tidak perlu melalui pengakuan masyarakat adat.
“Kami sudah ada di sana beratus-ratus tahun lalu sebelum negara-negara itu ada,”ujar Tuntiak kepada Kompas. Anggota COICA ada di sembilan negara yang dilakui Sungai Amason yaitu: Peru, Brasilia, Bolivia, Ekuador, Kolombia, Venezuela, Suriname, Guyana, dan Guyana-Perancis.