Menyemai Harapan di Sektor Putri
Dunia atletik Indonesia seperti mendapat hadiah dari langit dua dekade lalu. Atlet berusia 18 tahun Irene Truitje Joseph yang meraih medali emas nomor 100 meter putri pada SEA Games 1999 di Brunei Darussalam, menjadi tonggak sejarah baru atletik Indonesia. Emas di nomor prestisius itu menjadi yang pertama bagi Indonesia sejak 22 tahun mengikuti pekan olahraga antarnegara Asia Tenggara itu.
Bahkan catatan Irene waktu itu 11,56 detik menjadi rekor nasional yang belum terpecahkan hingga saat ini. Setelah emas yang diraih Irene itu, baru 12 tahun kemudian Indonesia kembali meraih emas 100 meter putri. Pencapaian itu melalui Serafi Anelies Unani di SEA Games 2011 dengan waktu 11,69 detik.
Asa Indonesia mengulang prestasi Irene dan Serafi itu, kembali muncul menyusul performa sprinter-sprinter putri Indonesia belakang ini. Pada level yunior, ada Erna Nuryanti (17) dan di kategori senior ada Alphina Tehupeiory (24) yang akrab disapa Alvin.
Pada Kejuaraan Nasional Atletik 2019, pekan lalu, Alvin mencetak waktu 11,64 detik saat meraih medali emas 100 meter putri. Sprinter asal Maluku itu pun diharapkan berprestasi di SEA Games 2019. Apalagi, dalam dua tahun ini, tidak ada pelari putri Indonesia yang berlari di bawah 12 detik.
Sedangkan Erna dipersiapkan oleh Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) untuk target jangka panjang. Dengan usia yang masih belia dan performa yang terus menanjak, tak menutup kemungkinan pelari kelahiran Cirebon, Jawa Barat, 19 Januari 2002 itu, kelak menjadi ratu lari Indonesia. Dia berpeluang mendampingi sprinter tercepat Asia Tenggara Lalu Muhammad Zohri yang memiliki catatan waktu terbaik 10,03 detik.
Peluang Erna menjadi atlet andalan Indonesia saat masuk level senior, terbuka lebar. Dia memiliki bakat yang bagus, dan grafik penampilannya terus menanjak dalam tujuh bulan terakhir. Jika dilihat dari tiga kejuaraan internasional yang diikuti, tiga kali pula ia meraih medali. Catatan waktunya pun terus membaik.
Di awali ikut serta Kejuaraan Asia Tenggara Atletik Remaja 2019 di Filipina, Maret, Erna meraih emas nomor 100 meter dengan waktu 12,08 detik. Di sana, ia juga turut membantu tim estafet 4x100 meter meraih emas.
Kurang lebih dua pekan kemudian, Erna kembali menyumbang medali. Kali ini, ia meraih perunggu 100 meter dengan waktu 12,08 detik di Kejuaraan Asia Atletik 2019 di Hong Kong. Ia menjadi satu-satunya sprinter Indonesia yang meraih medali di kejuaraan tersebut.
Erna belum berhenti. Pada ASEAN School Games 2019 di Semarang, Jawa Tengah, 17-23 Juli, ia kembali menyumbang medali. Kali ini, ia merebut emas 100 meter dengan waktu 12,03 detik. Ia mempertajam rekor larinya 0,05 detik dalam waktu sekitar empat bulan.
Performa di Kejurnas
Pada Kejurnas Atletik 2019 di Stadion Pakansari, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Erna tampil konsisten meskipun tidak bisa memperbaiki catatan waktunya. Pada babak penyisihan 100 meter putri U-18, Kamis (1/8), Erna di posisi kedua dengan waktu 12,48 detik. Pada babak semifinal, ia menjadi yang tercepat dengan waktu 12,17 detik.
Erna akhirnya meraih emas dengan catatan waktu 12,14 detik, Jumat (2/8). Capaian Erna itu jauh lebih baik dibanding seniornya di pelatnas, Jeany Nurainy (19) yang turun di kategori U-20. Pada babak penyisihan 100 meter putri U-20, Jeany menjadi yang terbaik dengan waktu 12,16 detik. Pada final, Jeany meraih emas dengan waktu 12,15 detik.
Pelatih kepala sprint PB PASI Eni Nuraini, saat Kejurnas Atletik 2019, mengatakan, dirinya cukup puas dengan penampilan Erna sejauh ini. Walaupun ada penurunan waktu di Kejurnas Atletik, itu karena kebugaran Erna belum pulih sepenuhnya. ”Sebab, dia kan baru turun di ASEAN School Games 2019 pada Juli kemarin,” ujar Pelatih Atletik Terbaik Asia 2019 itu.
Secara keseluruhan, Eni menilai, Erna adalah salah satu bibit potensial dari enam sprinter remaja (tiga putra dan tiga putri) di pelatnas saat ini. Salah satu kelebihan Erna adalah frekuensi langkah kaki yang kencang. Posturnya juga cukup ideal, terutama untuk sektor putri Indonesia, yakni tinggi 160 sentimeter dan bobot 54 kilogram.
”Erna masih bisa terus berkembang. Asalkan yang memegangnya tepat, antara lain tidak lupa untuk terus mengingatkan dia berlatih dengan baik. Sebab, berbeda dengan Zohri yang bisa cepat tangkap ketika diberi masukan, atlet muda lain, termasuk Erna harus diingatkan berulang-ulang agar melakukan latihan lebih baik,” kata Eni.
Jalan masih panjang
Erna boleh jadi pelari putri terbaik di kelasnya sekarang. Hasil final 100 meter putri U-18 Kejurnas Atletik 2019 menegaskan itu. Catatan waktu Erna jauh di atas para kompetitornya di pelatnas maupun luar pelatnas.
Pesaing terberatnya dari luar pelatnas, pelari asal Sumatera Selatan Dwi Anggraini (17) berada di urutan kedua dengan waktu 12,28 detik. Sedangkan dua pelari pelatnas remaja lain, Raden Roseline F (17) di urutan ketiga dengan waktu 12,50 detik, dan Diva Aprilian (16) di urutan kelima dengan waktu 12,72 detik.
Namun, Erna tidak boleh cepat puas. Ia harus melihat ke atas. Catatan waktu terbaiknya masih jauh di bawah catatan waktu pelari putri terbaik Indonesia saat ini, Alvin dengan 11,64 detik. Catatan waktu pelari kelahiran Ambon, 5 April 1995 itu, hanya terpaut 0,08 detik dari rekornas Irene.
Eni menyampaikan, Erna memang tidak boleh berpuas diri karena dia masih banyak kelemahan. ”Teknik dia belum terlalu sempurna, antara lain angkat pahanya masih rendah atau masih di bawah pinggul. Padahal, idealnya, angkat paha pelari harus sejajar pinggul agar pelari itu bisa melangkah lebih jauh dan dapat kekuatan tolakan lebih besar,” tuturnya.
Namun, Eni optimistis kelemahan itu bisa diperbaiki. ”Saya pernah pegang sejumlah pelari putri sebelum Erna, antara lain Irene Joseph. Saya rasa, Erna tidak kalah berbakat dengan Irene. Tapi, Erna perlu kerja keras lagi memperbaiki teknik langkah kaki dan kekuatannya,” ujarnya.
Gayung bersambut, Erna punya tekad ingin mencatatkan sejarah baru di dunia lari jarak pendek putri nasional. Apalagi karier atletiknya sangat didukung oleh keluarganya. ”Lewat lari, saya ingin membahagiakan Ibu dan kakak saya. Saya ingin mengangkat derajat hidup mereka,” kata Erna yang sedari kecil hidup dengan ibunya, Saeri (49) dan kakaknya, Lina Eliana (25).
Erna dan atlet-atlet muda lainnya perlu meresapi prinsip hidup dan etos Irene selama latihan. ”Disiplin, kerja keras, dan doa. Itu tiga hal yang utama dalam hidup saya,” kata Irene seusai meraih medali emas 100 meter pada SEA Games 1999 dikutip dari Harian Kompas (9/8/1999).