Unjuk rasa di Hong Kong makin memanas. Operasional Bandar Udara Internasional Hong Kong, Senin (12/8/2019), sempat terhenti karena pengunjuk rasa merangsek ke areal kedatangan.
Oleh
·2 menit baca
HONG KONG, SENIN — Unjuk rasa di Hong Kong makin memanas. Operasional Bandar Udara Internasional Hong Kong, Senin (12/8/2019), sempat terhenti karena pengunjuk rasa merangsek ke areal kedatangan. Semua penerbangan dibatalkan kecuali yang sudah boarding dan mendapat izin mendarat. Operasi bandara dijadwalkan normal kembali pada Selasa (13/8/2019) pukul 06.00 waktu setempat.
Terkait perkembangan itu, seorang WNI di Hong Kong, Ida Royani, mengatakan, mereka mendapat imbauan dari Konsulat Jenderal RI di Hong Kong. Imbauan itu, antara lain, meminta WNI di Hong Kong yang akan bepergian segera mencari alternatif tempat tinggal atau akomodasi di Hong Kong hingga mendapat kepastian jadwal penerbangan. Mereka pun terus diminta memantau perkembangan status penerbangan melalui jalur resmi, di antaranya melalui https://www.hongkongairport.com/en/ dan laman resmi maskapai penerbangan.
Menyikapi situasi tersebut, Migrant Care meminta Pemerintah Indonesia segera menyiapkan langkah dan rencana kedaruratan mengingat banyaknya pekerja migran Indonesia di Hong Kong.
Tidak gegabah
Di sisi lain, Pemerintah China dinilai tidak akan gegabah merespons unjuk rasa di Hong Kong yang mereka sebut sebagai terorisme. Mantan dosen politik di Tsinghua University di Beijing, Wu Qiang, mengatakan, China mendapat banyak pelajaran dari peristiwa Lapangan Tiananmen tahun 1989. ”Pelajaran berharganya adalah bagaimana mengatasi kerusuhan politik dan protes damai,” ujar Wu.
Hal itu terlihat dari video latihan ribuan anggota pasukan antihuru-hara China di Shenzhen yang beredar. Video itu memperlihatkan aparat yang berseragam antihuru-hara menggunakan tameng dan gas air mata membubarkan pengunjuk rasa yang memakai penutup wajah dan helm proyek.
Sekalipun mereka mampu melakukan intervensi tidak mematikan, keberadaan pasukan China di Hong Kong untuk tujuan apa pun akan tetap menjadi sorotan dunia.
Di Jakarta, Christine Susanna Tjhin, pengamat Asia Timur, mengatakan, konstitusi Hong Kong sebenarnya memberi dasar hukum bagi Beijing untuk mengirim pasukan ke Hong Kong. Meski begitu, hal maksimum yang akan dilakukan Beijing adalah mengirim pasukan antihuru-hara. Dengan situasi sekarang, sulit membayangkan Beijing akan bertindak seperti dulu di Lapangan Tiananmen. ”Beijing sudah belajar dan mengalkulasi dampaknya,” kata Christine.
Ada dua hal yang bisa menjadi alasan bagi Beijing mengirim polisi atau tentara. Pertama, Pemerintah Hong Kong menyatakan tak sanggup mengatasi keadaan. Kedua, situasi terus memanas. ”Sekarang, situasinya naik turun,” ujarnya.
Analis politik dari Chinese University of Hong Kong, Willy Lam, menyarankan Beijing untuk mempertimbangkan metode yang lebih tertutup. ”Mereka akan mengenakan seragam polisi Hong Kong sehingga pengiriman pasukan secara formal tidak akan terlihat,” kata Lam. (AFP/RAZ/*/ADH)