Tujuh Bulan ke Depan, Harga Jagung Diperkirakan Meningkat
›
Tujuh Bulan ke Depan, Harga...
Iklan
Tujuh Bulan ke Depan, Harga Jagung Diperkirakan Meningkat
Dalam tujuh bulan mendatang harga jagung cenderung naik bahkan di atas harga pembelian pemerintah/HPP. Kenaikan komoditi itu dipicu oleh semakin menipisnya stok di tingkat petani dan pengusaha, selain berkurangnya areal tanam di musim kemarau.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS - Dalam tujuh bulan mendatang harga jagung cenderung naik bahkan di atas harga pembelian pemerintah. Kenaikan komoditi itu dipicu oleh semakin menipisnya stok di tingkat petani dan pengusaha, selain berkurangnya areal tanam di musim kemarau.
"Kenaikan harga jagung itu berlangsung saban tahun, apalagi sebanyak 60 persen lahan kering di Indonesia hanya bisa ditanami setahun sekali, sehingga produksi berkurang, dan harganya naik meski fluktuasi kenaikan harganya tidak terlalu ekstrim,” ujar Pegiat Agribisnis Jagung Dean Novel, Selasa (13/8/2019) di Mataram, Lombok.
Kenaikan harga jagung itu dikatakan tidak lepas dari kondisi cuaca dan pola tanam. Di Indonesia, petani bercocok tanam padi, jagung dan komoditi lain setahun sekali. Peride tanam biasanya November-Januari atau di musim hujan, mengingat 60 persen sawah berupa lahan kering. Karena menanam November-Januari, tanaman dipanen pada Maret-awal Mei merupakan panen raya.
Kalau pun ada panen, namun tidak ada barang yang kering karena musim hujan
Dalam panen raya itu musim hujan, menjadikan harga komoditi umumnya anjlok, karena proses pengeringan tidak bisa berjalan normal. Pemicunya harga komoditas anjlok karena 60 persen lahan yang ditanami itu panen bersamaan. "Kalau pun ada panen, namun tidak ada barang yang kering karena musim hujan," ujar Dean.
Harga pasar jagung dengan kadar air 16 persen pada hari Selasa Rp 4.200-Rp 4.300 per kilogram/kg, atau naik dari Jumat sepekan sebelumnya seharga Rp 4.500-Rp 4.700 per kg. Harga itu merambat menjadi Rp 3.800-Rp 4.100 per kg, dari Rp 2.000-Rp 3.200 per kg pada Maret-April 2019. Namun harga jagung pada Agustus hingga Februari bisa mencapai Rp 5.000 per kg,
Menetapkan HPP
Perkembangan harga jagung dari tahun ke tahun di dalam negeri, perlu menjadi perhatian pemerintah dalam menentukan harga pembelian pemerintah (HPP). Alasannya Peraturan Menteri Perdagangan 96/2018 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen adalah Rp 3.150 per kg. Padahal harga pasar jagung saat ini Rp 4.200-Rp 4.300 per kg.
Faktor lain adalah dengan perkembangan teknologi yang membuat banyak perubahan di banyak sektor, perlu diikuti oleh petani seperti bermitra dengan pemodal, yang sekaligus melakukan pendampingan dari proses produksi hingga pascapanen, selain memanfaatkan teknologi.
Dengan cara itu petani diajak membuat perencanaan, kebutuhan benih, pemupukan hingga hasil produksi. Model dilakukan Dean di lahan 7.000 ha melibatkan 7.000 petani jagung sebagai mitranya di Lombok Timur.
Soal perlunya pendekatan teknologi dalam bertani diakui oleh Supratno, petani Desa Semamung, Sumbawa Besar, Kabupaten Sumbawa. Teknologi yang dimaksud mesin atau alat tanam biji-bijian atau speed planter yang dapat dimodifikasi dengan karakteristik lahan kering. Dengan adanya mesin itu setidaknya ada efisiensi biaya proses produksi, khususnya ongkos tenaga kerja bisa ditekan.
Karena ketiadaan mesin, Supratno, pemilik ladang 3 ha, mengolah lahan secara manual: menggunakan tenaga manusia untuk memacul tanah sebelum ditanami, menugal dan membersihkan lahan dari gulma. Di musim menanam jagung 2019, upah tenaga kerja Rp 150.000 per orang sehari, atau naik dari Rp 75.000 per orang sehari, dari tahun lalu.
Sekali memacul atau menugal memerlukan sekitar 10 orang. Ongkos itu belum termasuk sarapan dan makan siang bagi pekerja. Bahkan pemilik lahan menyediakan kendaraan angkut dari tempat tinggal petani ke lokasi kerja. Ongkos buruh tani terbanyak menyedot biaya total produksi. “Kalau ada alat tanam benih, uang ongkos tukang tetap di saku saya,” ujar Supratno.