Dalam rangka menyambut hari ulang tahun ke-74 Republik Indonesia, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa (13/8/2019), menggelar Karnaval Kebangsaan. Kegiatan ini menjadi sarana mewujudkan toleransi sekaligus menggerakkan ekonomi warga.
Oleh
ANDREAS BENOE ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Dalam rangka menyambut hari ulang tahun ke-74 Republik Indonesia, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa (13/8/2019), menggelar Karnaval Kebangsaan. Kegiatan ini menjadi sarana mewujudkan toleransi sekaligus menggerakkan ekonomi warga.
Karnaval Kebangsaan di Banyuwangi diselenggarakan secara meriah dengan melibatkan berbagai unsur warga. Uang yang berputar dari kegiatan tersebut sedikitnya ditaksir mencapai Rp 2 miliar.
Karnaval Kebangsaan diikuti sekitar 3.000 siswa tingkat SMP dan SMA se-Banyuwangi. Dalam karnaval tersebut, setiap kontingen tampil dengan keragaman budaya dan tradisi suku-suku di Indonesia.
Beberapa contohnya, SMP Katolik St Yusup Banyuwangi yang tampil dengan pakaian adat Minangkabau dan SMP 1 Glagah yang menampilkan adat budaya Papua. Mereka tak hanya berparade, tetapi juga menampilkan aneka tarian, drama, dan lagu-lagu tradisional.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dalam sambutannya mengatakan, tidak semua kegiatan festival di Banyuwangi bertujuan untuk mengundang wisatawan. Menurut dia, Karnaval Kebangsaan yang masuk dalam rangkaian Banyuwangi Festival merupakan sarana untuk meningkatkan soliditas dan kolaborasi antarwarga Banyuwangi.
”Kegiatan kebudayaan yang digelar hari ini merupakan bagian dari upaya untuk meredam terorisme dan radikalisme. Kegiatan ini membuat banyak orang bertemu, berjumpa dan saling menyapa,” ujarnya.
Anas mengatakan, tampilan para pelajar yang mewakili aneka budaya nasional mencerminkan toleransi. Dengan begitu, toleransi tidak hanya didengungkan melalui pidato, tetapi juga dalam kegiatan nyata.
”Dengan mengenakan baju tradisional, menyanyikan lagu tradisional dan membangun miniatur rumah tradisional dari daerah lain, mau tidak mau siswa belajar tentang kebudayaan daerah lain. Saya yakin pelajar tidak sendirian, guru dan orangtua juga ikut membantu. Akhirnya guru dan orangtua juga ikut belajar,” ujar Anas.
Kepala Bidang Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwiata Banyuwangi Marhaen Dwi Yono mengatakan, selain bertujuan mengenalkan keanekaragaman budaya nasional, kegiatan ini juga berhasil membuat perekonomian warga bergeliat. Diprediksi, perputaran uang yang terjadi untuk pergelaran karnaval mencapai Rp 2 miliar.
”Bayangkan saja ada 3.000 peserta yang harus merias wajah dan sewa baju untuk karnaval. Kalau mereka harus make up dan sewa baju masing-masing Rp 300.000, sudah ada Rp 900 juta uang yang berputar,” ungkapnya.
Marhaen mengatakan, biaya itu belum termasuk untuk sewa mobil yang akan dihias. Tak hanya menguntungkan penata rias dan persewaan kostum, sejumlah pedagang kaki lima juga mendapat cipratan keuntungan serupa.
”Untuk riasan karnaval, saya biasa mematok harga Rp 150.000 per wajah. Hari ini saya dapat 10 anak. Bulan Agustus banyak karnaval, selain yang diadakan Pemda (Banyuwangi), setiap kecamatan biasanya juga menggelar acara serupa,” tutur penata rias Dhena Anggie Resita.