Lebih dari 180 Orang di Sumsel Diperiksa, 1 Orang Jadi Tersangka
›
Lebih dari 180 Orang di Sumsel...
Iklan
Lebih dari 180 Orang di Sumsel Diperiksa, 1 Orang Jadi Tersangka
Jajaran Polda Sumsel menetapkan satu tersangka pembakar lahan, menangkap dua terduga pelaku pembakar lahan, dan memeriksa 182 orang saksi terkait kebakaran lahan di berbagai daerah di Sumsel. Lahan yang terbakar di Sumsel mencapai 572 hektar.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Jajaran Kepolisian Daerah Sumatera Selatan menetapkan 1 tersangka pembakar lahan, menangkap 2 terduga pelaku pembakar lahan, dan memeriksa 182 orang saksi terkait kebakaran lahan di sejumlah daerah di Sumsel. Sampai saat ini, lahan yang terbakar di Sumsel seluas 572 hektar.
Kepala Biro Operasi Polda Sumsel Komisaris Besar Djihartono selepas mengikuti Rapat Penanggulangan Kebakaran Lahan dan Hutan (Karhutla) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel di Palembang, Selasa (13/8/2019), mengatakan, terduga pelaku pembakaran yang telah ditetapkan sebagai tersangka adalah AM, warga Musi Banyuasin.
AM diduga membakar lahan di Jalan Sekayu-Pendopo, Kelurahan Soak Baru, Kecamatan Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin pada 25 Juli 2019. Kebakaran itu telah menghanguskan lahan seluas 2 hektar.
Selain itu, polisi juga menangkap dua terduga pelaku pembakar lahan di Kecamatan Jejawi, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Keduanya tertangkap tangan saat membakar lahan. Saat ini keduanya masih diperiksa.
”Pemeriksaan harus benar hati-hati karena ini berkaitan dengan pasal yang akan dikenakan. Terkait perkembangan penyidikan, kami serahkan ke polres masing-masing wilayah karena lokasi kebakaran ada di daerah,” ujar Djihartono. Sejauh ini pelaku yang ditangkap masih perorangan.
Proses pemeriksaan harus benar hati-hati karena ini berkaitan dengan pasal yang akan dikenakan. (Djihartono)
Secara keseluruhan, ungkap Djihartono, jumlah saksi yang diperiksa 182 orang. Saksi diperiksa untuk kasus kebakaran di 36 lokasi. Para saksi diperiksa di Polres Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Banyuasin, Musi Banyuasin, Musi Rawas, Muara Enim, dan Ogan Komering Ulu Timur.
Sembari menunggu proses pemeriksaan, pihaknya telah memasang garis polisi ditempat bekas kebakaran. ”Selama garis polisi itu masih terpasang tanah tidak boleh dikelola.Kalau garis polisi itu ingin dilepaskan, harus ada berita acara,” ungkapnya.
Polisi juga telah menyelesaikan berkas pemeriksaan delapan kasus pembakaran lahan tahun 2018. ”Kedelapan kasus tersebut berkasnya sudah diserahkan ke kejaksaan. Proses hukum masih akan terus berjalan,” kata Djihartono.
Komandan Satuan Tugas Penanggulangan Karhutla Sumsel Kolonel Arhanud Sonny Septiono menerangkan, saat ini upaya penegakan hukum dan pencegahan karhutla menjadi prioritas utama penanggulangan karhutla. Berdasarkan saran Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri Komisaris Jenderal Condro Kirono, yang hadir dalam rapat di BPBD Sumsel, pihaknya akan membentuk tim pemburu pembakar lahan untuk mencari keberadaan orang yang sengaja membakar lahan.
Pihaknya akan membentuk tim pemburu pembakar lahan untuk mencari keberadaan orang yang sengaja membakar lahan. (Sonny Septiono)
Upaya pencegahan dilakukan dengan menerjunkan tim di 90 desa rawan kebakaran di Sumsel dan mengeluarkan maklumat pelarangan pembakaran lahan. ”Namun, kebakaran tetap saja terjadi. Walau demikian, luas lahan yang terbakar tidak sebesar di wilayah lain dan sebagian besar sudah padam,” kata Sonny. Hingga saat ini, luas lahan yang terbakar di Sumsel 572 hektar.
Sonny menerangkan, kebakaran lahan masih terjadi karena pola pikir masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar sulit diubah. Padahal, ada cara lain yang bisa digunakan selain membakar, misalnya dengan mendatangkan alat pembuka lahan di setiap desa. Dengan demikian, masyarakat dapat menggunakannya ketika dibutuhkan.
Hal itu, misalnya, tengah diupayakan di Kabupaten Musi Banyuasin. Kepala daerah setempat telah menginstruksikan seluruh jajaran hingga ke tingkat desa agar menyediakan anggaran, termasuk melalui dana desa, untuk menyediakan peralatan pembuka lahan. ”Saya berharap, kepala daerah yang lain mengikutinya,” ucap Sonny.
Condro Kirono menuturkan, dibutuhkan sinergi berbagai pihak untuk mengubah pola pikir membuka lahan adalah dengan cara membakar, mulai dari pemerintah, perusahaan, hingga masyarakat. Perekonomian warga perlu dikembangkan agar timbul kesadaran untuk menjaga lahan.
Sinergitas ini juga diperlukan dalam mengelola anggaran di tingkat daerah dengan penyaluran dana tanggung jawab sosial perusahaan, misalnya dalam penyediaan alat untuk membuka lahan atau konsep yang lainnya. Dengan demikian, upaya pencegahan kebakaran lahan bisa terwujud.