Sebanyak 72 mahasiswa asing dari 40 negara akan menjadi agen perdamaian dunia. Tugas itu mereka emban setelah tiga bulan belajar di Indonesia.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Sebanyak 72 mahasiswa asing dari 40 negara akan menjadi agen perdamaian dunia. Tugas itu mereka emban setelah tiga bulan belajar di Indonesia.
Para mahasiswa tersebut merupakan penerima Beasiswa Seni Budaya Indonesia (BSBI) yang selama ini tinggal di sejumlah daerah untuk mempelajari keanekaragaman budaya di Indonesia. Pada malam puncak Indonesia Channel, para penerima beasiswa tersebut akan menampilkan hasil belajar mereka di depan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dan 40 duta besar negara peserta.
”Program BSBI adalah salah satu upaya diplomasi kita untuk menciptakan kedamaian dunia. Konflik peperangan biasanya dipicu karena tidak menghargai perbedaan. Kami berharap nilai-nilai keragaman budaya yang mereka pelajari selama di Indonesia menjadi modal mereka untuk menjadi agen perdamaian dan toleransi,” ujar Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi di Banyuwangi, Selasa (13/8/2019).
Program BSBI adalah salah satu upaya diplomasi kita untuk menciptakan kedamaian dunia. Konflik peperangan biasanya dipicu karena tidak menghargai perbedaan.
BSBI merupakan Program Kementerian Luar Negeri yang telah dilaksanakan sejak tahun 2003. Melalui BSBI, Indonesia mengajak generasi muda dari banyak negara untuk mempelajari seni dan budaya Indonesia.
Selama tiga bulan, mereka disebar ke sejumlah daerah untuk mempelajari seni, budaya, dan bahasa. Tahun ini terdapat enam daerah yang dipilih sebagai tempat belajar, yakni Padang, Kutai Kartanegara, Makassar, Bali, Banyuwangi, dan Yogyakarta.
Selama di Indonesia, peserta BSBI tinggal bersama masyarakat dan berlatih di sanggar dan universitas mitra Kementerian Luar Neger. Peserta BSBI diharapkan dapat menjadi sahabat dari Indonesia (friends of Indonesia) di masa mendatang.
”Anak muda dipilih karena mereka diharapkan menjadi pemimpin masa depan. Melihat pengalaman tahun-tahun sebelumnya, sepulangnya dari Indonesia, sebagian dari mereka ada yang mendirikan sanggar seni ataupun sanggar bela diri khas Indonesia di negaranya,” ungkap Retno.
Selain itu, mereka juga akan memperkuat KBRI dan KJRI dalam aneka kegiatan pentas seni yang digelar di sana. Sebagian lainnya ada yang memutuskan kembali ke Indonesia untuk berkuliah atau hanya sekadar berwisata dengan keluarganya.
Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Cecep Herawan mengatakan, para mahasiswa dipilih berdasarkan beberapa kategori, di antaranya keterwakilan kawasan, kesetaraan jender, dan keterwakilan negara-negara sahabat. Proses seleksi melibatkan sejumlah KBRI negara asal peserta.
”Karena ada Indonesia-Afrika Forum, kami memberi kesempatan bagi para pemuda Afrika untuk ikut terlibat. Karena perkembangan politik luar negeri, jumlah negara yang ikut juga terus bertambah. Pada tahun pertama penyelenggaraan hanya ada 6 negara, kini bartambah menjadi 40 negara,” tutur Cecep.
Pedro Antonio de Sousa Saltao, peserta BSBI asal Portugal, mengatakan, dirinya bangga dan senang mendapat kesempatan belajar keragaman budaya di Indonesia. Baginya program BSBI bukan sekadar beasiswa biasa.
”Terima kasih Indonesia sudah menjadi rumah saya. BSBI tidak hanya sekadar beasiswa, tetapi juga menjadi jembatan yang menghubungkan negara-negara. Saya berharap kelak akan kembali lagi ke Indonesia,” ujarnya.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas juga bangga karena daerahnya tidak hanya jadi tempat belajar, tetapi juga dipilih menjadi puncak penyelenggaraan BSBI. Ia berharap para mahasiswa asing yang belajar di Banyuwangi bisa mempromosikan keindahan dan potensi Banyuwangi di daerahnya masing-masing.