Pariwisata Bali dan Keistimewaannya
Bali selalu melekat dengan nama Indonesia. Keistimewaan apa yang menjadikan Bali berbeda dengan destinasi wisata lain di Tanah Air? Bali adalah magnet wisata di Indonesia. Sebagian besar turis asing juga akan menyebut nama Bali ketika ditanya tentang daerah wisata di Indonesia.
Fakta perekonomian Bali mencerminkan hal itu. Pada 2015-2018, sumbangan sektor akomodasi dan penyediaan makan-minum, yang merupakan representasi kegiatan jasa pariwisata, rata-rata menyumbang hampir 20 persen bagi produk domestik regional bruto (PDRB) Bali.
Hampir setiap tahun, sektor pariwisata menyumbang sekitar Rp 27 triliun bagi perekonomian Bali. Nominal kontribusi sektor ini menempati urutan keempat terbesar. Posisinya berada setelah DKI Jakarta dengan kontribusi pariwisata Rp 77 triliun, Jawa Timur (Rp 73 triliun), dan Jawa Barat (Rp 33 triliun) setahun.
Dengan kontribusi sektor wisata sekitar 20 persen PDRB, hal tersebut mengindikasikan pariwisata merupakan tulang punggung bagi masyarakat Bali.
Hal ini berbeda dengan DKI Jakarta, Jatim, dan Jabar yang konstribusi wisata bagi masing-masing PDRB-nya rata-rata kurang dari 6 persen per tahun. Artinya, sektor wisata di ketiga provinsi belum menjadi tulang punggung di kabupaten-kota di tiga provinsi tersebut. Ketiganya menggantungkan perekonomian pada sektor industri dan perdagangan.
Adapun di Bali, hampir semua daerah di provinsi ini berlomba-lomba memajukan potensi pariwisata. Segala macam daya tarik wisata dieksplorasi dan terus dikembangkan sehingga menarik minat wisatawan, baik itu mancanegara maupun domestik.
Pada 2013-2017, Bali rata-rata per tahun menerima 6,5 juta wisatawan asing dan domestik. Jumlahnya setiap tahun bertambah sekitar 15 persen, lebih kurang 800.000 orang, sehingga pada 2017, jumlah turis 8,2 juta jiwa. Angka ini lebih besar ketimbang jumlah penduduk Bali yang diperkirakan 4,3 juta orang pada 2018.
Sekitar tujuh dari 10 wisatawan yang berwisata ke Bali berasal dari luar negeri. Sisanya, 30 persen, merupakan wisatawan domestik. Data ini baru terbatas pada kunjungan wisatawan yang menginap di hotel berbintang mulai dari bintang satu hingga bintang lima. Wisatawan yang menginap di hotel non-berbintang belum tercermin dari data tersebut.
Keistimewaan infrastruktur
Obyek wisata di seluruh provinsi di Indonesia, kecuali Bali, mayoritas dikunjungi wisatawan domestik. Khusus di Bali, kunjungan turis asing mencapai 56 persen, sedangkan 43 persen adalah wisatawan domestik.
Hal itu tidak lepas dari keberadaan obyek wisata serta atraksi budaya yang memukau di Bali. Selain itu, Bali juga memiliki fasilitas pendukung memadai, antara lain Bandara Internasional Ngurah Rai yang terkoneksi langsung ke beberapa negara.
Pada 2015-2018, sekitar 40 persen turis asing di Indonesia mendarat langsung ke Ngurah Rai. Kedatangan wisatawan sekitar 5 juta orang per tahun ini adalah yang terbesar di Indonesia, mengalahkan Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang rata-rata didatangi sekitar 2,5 juta orang asing setahun.
Tingginya arus wisatawan mancanegara yang datang ke Bali ditopang ketersediaan fasilitas pendukung penting, antara lain hotel dan penginapan. Jumlah hotel di Bali adalah yang terbanyak menyediakan tempat tidur di Indonesia. Jumlah hotel berbintang dan non-bintang pada 2016 mencapai 2.100-an unit atau sekitar 11 persen dari seluruh hotel di Indonesia. Jumlah hotel di Bali ini menyediakan tempat tidur hingga 86.000-an.
Ketersediaan akomodasi penginapan ini sangat mencukupi untuk menampung kehadiran turis di Pulau Bali. Setidaknya hingga saat ini, rata-rata menginap turis sekitar 3 hari. Rata-rata ini tertinggi di Indonesia. Provinsi lain rata-rata kurang dari 2 hari.
Akomodasi lain yang turut mendukung pariwisata Bali adalah keberadaan restoran. Pada 2013-2017, jumlah restoran tumbuh sekitar 25 persen atau 295 tempat makan baru setiap tahun. Pada 2017, jumlahnya sudah mencapai 2.251 tempat makan dan menyediakan 101.600 tempat duduk di seluruh Bali.
Keberadaan rumah makan ini dalam setahun rata-rata memberikan nilai tambah bagi PDRB Bali hingga Rp 13 triliun. Tingginya nilai tambah ekonomi ini secara tak langsung mendorong tumbuhnya restoran baru di seluruh Bali.
Kemajuan sektor akomodasi dan penyediaan makan-minum berbanding lurus dengan peningkatan kunjungan wisata di Pulau Bali. Rata-rata setiap tahun, kunjungan wisatawan, baik asing maupun domestik, meningkat sekitar 15 persen. Sementara pertumbuhan tempat makan 25 persen dan hotel lebih dari 30 persen. Kenaikan sarana akomodasi ini mengindikasikan tingginya investasi di sektor jasa pariwisata di Bali.
Merinci data yang tersedia, sembilan kabupaten/kota di Bali sudah dikembangkan oleh investor pariwisata. Namun, skalanya berbeda-beda. Daerah yang banyak menyerap investasi untuk hotel dan restoran terkumpul di Kabupaten Badung, Gianyar, Karangasem, Buleleng, dan Kota Denpasar.
Badung dan Gianyar menjadi pusat investasi pariwisata. Keduanya masing-masing memiliki lebih dari 1.000 hotel dengan dukungan lebih dari 500 tempat kuliner. Hal serupa terjadi di Kota Denpasar, tetapi dengan kuantitas lebih kecil. Di Denpasar, terdapat 300-an hotel dan 400-an restoran.
Hotel berbintang dan non-bintang tersebar di sembilan kabupaten/kota di Bali, kecuali Kabupaten Bangli. Berdasarkan data BPS, tak ada hotel berbintang sama sekali di wilayah itu. Namun, di daerah yang terkenal dengan obyek wisata Trunyan ini, ada 30-an restoran yang mampu menampung hingga 2.700-an pengunjung.
Dukungan lingkungan
Dua jenis wisata yang menonjol di Bali adalah alam dan wisata tirta atau perairan. Jenis wisata yang menjual suasana alam atau lingkungan ini menjadi kelebihan Bali karena kondisinya masih terjaga. Dari 34 provinsi, Bali merupakan daerah yang kualitas lingkungannya dinyatakan baik oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Ada 16 provinsi memiliki Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) di atas 70. Predikat sangat baik, indeks di atas 80, dimiliki Provinsi Papua Barat, Kalimantan Utara, dan Papua. Predikat baik dengan indeks antara 70-80 terdapat di 13 provinsi, dan Bali merupakan salah satunya. Bali pun dinyatakan sebagai salah satu daerah ”hijau” yang alam lingkungannya sangat mendukung kenyamanan masyarakat.
Secara keseluruhan, IKLH Bali ialah 70,11. Besaran ini berasal dari penghitungan Indeks Kualitas Udara (IKU), Indeks Kualitas air (IKA), dan Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL). Dari tiga faktor itu, IKA dan IKU Bali memiliki angka lebih besar dari rata-rata nasional.
IKA nasional 87,03, sementara IKA Bali 91,40. Adapun IKU Bali 79,50, lebih tinggi dari IKU nasional 56,88. Tingginya rata-rata IKA dan IKU Bali dibanding nasional mengindikasikan kualitas air di Bali masih sangat baik dan terjaga. Kualitas udara pun masih segar atau minim polusi. Keduanya menjadi modal bagi pengembangan pariwisata.
Kondisi udara dan air yang positif tersebut berbeda dengan IKTL. IKTL Bali sebesar 47,11, lebih kecil dari IKTL 56,88. Hal ini menyebabkan Bali berada di kuadran tiga, yakni perlu didorong untuk meningkatkan kualitas tutupan lahannya.
Namun, mendorong peningkatan ini tak mudah. Arus wisatawan ke Bali mendorong terjadinya alih fungsi lahan dari pertanian menjadi non pertanian, yakni untuk hunian, hotel, restoran, jasa hiburan lainnya, dan perkantoran.
Apalagi, di Bali, ada semacam tren membangun hotel, resor, atau penginapan di lokasi terpencil, antara lain dekat dengan hutan, ngarai, dan persawahan. Hal ini perlu diantisipasi agar tidak terjadi degradasi lingkungan yang secara akumulatif menurunkan kualitas lingkungan asli. (LITBANG KOMPAS)