Warga Gunakan Air Keruh untuk Kebutuhan Rumah Tangga
›
Warga Gunakan Air Keruh untuk ...
Iklan
Warga Gunakan Air Keruh untuk Kebutuhan Rumah Tangga
Memasuki musim kemarau, sebagian warga di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mengalami krisis air bersih. Di tengah kondisi tersebut, mereka pun terpaksa memakai air sumur yang sebenarnya tidak layak konsumsi untuk kebutuhan sehari-hari.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Memasuki musim kemarau, sebagian warga di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mengalami krisis air bersih. Di tengah kondisi tersebut, mereka pun terpaksa memakai air sumur yang sebenarnya tidak layak konsumsi untuk kebutuhan sehari-hari.
Karena sudah hampir mendekati dasar sumur, air yang tersisa dalam sumur itu berwarna putih keruh karena bercampur dengan tanah dan lumpur. Sebelum digunakan, air tersebut biasanya harus dibiarkan beberapa saat agar kotorannya mengendap.
Idealnya agar bisa digunakan dalam keadaan lebih bersih dan bening, air didiamkan selama satu hari lebih. Namun, karena terburu-buru dan terdesak kebutuhan, air hanya didiamkan kurang dari 1 jam, dan setelah itu langsung saya gunakan untuk mencuci piring.
Widiati (30), warga Desa Kembanglimus, Kecamatan Borobudur, mengatakan, air sumur yang keruh itu biasa digunakan untuk mencuci piring atau baju. Sebelum dipakai, air dari sumur tersebut biasa dibiarkan beberapa waktu dalam ember supaya kotoran mengendap.
” Idealnya, agar bisa digunakan dalam keadaan lebih bersih dan bening, air didiamkan selama 1 hari lebih. Namun, karena terburu-buru dan terdesak kebutuhan, air hanya didiamkan kurang dari 1 jam, dan setelah itu langsung saya gunakan untuk mencuci piring,” ujarnya, Selasa (13/8/2019).
Sementara itu, Muslikah (38) mengatakan, air sumur di rumahnya yang tinggal tersisa sekitar 2 meter dari dasar tersebut masih digunakan untuk memasak. Sama seperti yang dilakukan Widiati, air tersebut harus dibiarkan dalam wadah sampai kotorannya mengendap.
”Biasanya, air tersebut baru bening setelah dibiarkan selama tiga hingga empat hari,” ujarnya. Ketika sudah terdesak kebutuhan dan air belum juga bening, Muslikah pun terpaksa meminta air dari tetangga.
Warga lainnya, Nurul (33), mengatakan, sekalipun tidak berwarna keruh, dia mengaku ragu untuk mengonsumsi air dari sumur karena berbau karat. ”Namun, karena terdesak kebutuhan, air dari sumur itu terkadang juga saya manfaatkan untuk memasak,” ujarnya.
Tersisa sedikit
Air dalam sumur tersebut juga tinggal tersisa sedikit. Dari sumur, setiap hari, Nurul hanya bisa mengambil tiga ember air yang bahkan tidak cukup untuk keperluan mandi bagi dia dan dua anaknya.
Desa Kembanglimus adalah satu desa yang setiap musim kemarau rutin mendapatkan bantuan air bersih dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang. Namun, karena harus berebut dengan banyak orang, setiap bantuan datang, dirinya hanya bisa dapat lima jeriken air. Satu jeriken berkapasitas 30-50 liter air. Lima jeriken air tersebut habis digunakan untuk kebutuhan mandi, cuci, dan kakus bagi lima anggota keluarga Nurul selama satu hari.
Selain mengandalkan air dari sumur dan bantuan air dari BPBD, Nurul juga biasa mencari air dari sumber air di tepi sungai. Namun, karena debit air juga sudah mengecil, pasokan air yang didapatkan juga tidak pernah mencukupi.
Sementara itu, sebanyak 100 murid dan 10 guru di SD Negeri Jetis 2 di Dusun Kemirikerep, Desa Jetis, Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung, pada musim kemarau ini tidak mengandalkan pasokan air selain dari bantuan BPBD Kabupaten Temanggung.
”Pada kondisi musim kemarau seperti sekarang, kami pun harus menjaga agar air bantuan tersebut tidak diambil warga sekitar,” ujar salah seorang guru, Voting Tri Mardiyanto.
Dusun Kemirikerep, menurut dia, memang benar-benar mengalami kekeringan karena di dusun tersebut tidak terdapat sumber air. Untuk mendapatkan air, biasanya warga harus beramai-ramai mengambil air dari sumber air dari lain dusun yang berjarak sekitar 2 kilometer dari Dusun Kemirikerep.