Festival Sampah untuk Tingkatkan Partisipasi Masyarakat
›
Festival Sampah untuk...
Iklan
Festival Sampah untuk Tingkatkan Partisipasi Masyarakat
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, menggelar festival sampah, Rabu (14/8/2019). Acara ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan bersih.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, menggelar festival sampah, Rabu (14/8/2019). Acara ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan bersih dan mendorong mereka berpartisipasi optimal dalam pengelolaan sampah, utamanya sampah rumah tangga.
Festival yang digelar di halaman Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Desa Janti, Kecamatan Waru, itu diikuti sekitar 20 peserta. Selain pengelola TPST dari desa lain di wilayah Sidoarjo, festival juga dihadiri pegiat lingkungan, perguruan tinggi, dan ibu-ibu anggota pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK).
Para peserta menampilkan beragam produk hasil pengelolaan sampah rumah tangga. Mayoritas bernilai ekonomi tinggi. Ada yang memamerkan aneka kerajinan berbahan sampah plastik, mulai dari tas wanita, wadah tisu, hingga taplak meja. Ada juga tas cantik berbahan kertas semen bekas, sepatu dan sandal berbahan kain perca, hingga celemek berbahan kemasan plastik bekas.
Ketua Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) Reduce, Reuse, Recycle (3R) Ngingas Bersih dari Desa Ngingas Drajat mengatakan, dalam festival sampah ini, pihaknya memamerkan aneka kerajinan peralatan rumah tangga berbahan kaleng bekas yang dipadu pengolahan logam. Ngingas merupakan kampung perajin logam.
”Warga Ngingas menghasilkan sampah rumah tangga 4 ton setiap hari. Sampah diambil oleh tukang sampah keliling menggunakan gerobak dan dibawa ke TPS,” ujar Drajat.
Di TPS, sampah dipilah dan diambil yang bernilai ekonomi atau masih bisa dijual. Kemudian dipilah lagi yang bisa didaur ulang menjadi aneka kerajinan. Adapun sampah plastik dicacah kecil-kecil dan diolah menjadi eco brick. Eco brick ini dirangkai menjadi aneka produk, seperti bangku taman dan lampu hias.
Drajat menambahkan, secara bertahap pihaknya juga menyosialiasikan kepada rumah tangga untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk cair. Saat ini ada 100 keluarga yang bersedia menjadi proyek percontohan dan mendapatkan pendampingan dari pegiat lingkungan.
Warga Ngingas menghasilkan sampah rumah tangga 4 ton setiap hari. Sampah diambil tukang sampah keliling menggunakan gerobak dan dibawa ke TPS.
Caranya, semua jenis sampah organik, seperti kulit buah dan sisa sayur, dimasukkan ke dalam wadah tertutup rapat. Sampah organik itu diberi aktivator dan dibiarkan berhari-hari hingga mencair. Cairannya diambil kemudian disimpan di botol dan digunakan sebagai pupuk penyubur tanaman.
Sementara itu, TPST Bumi Lestari Desa Keboansikep, Kecamatan Gedangan, menampilkan sampah organik yang diolah menjadi pupuk padat. Pupuk laku dijual Rp 1.000 per kilogram. Peminatnya pedagang tanaman hias yang ada di Sidoarjo. Permintaan pasar pupuk organik ini diklaim cukup tinggi.
Kepala Desa Janti Irsyad mengatakan, festival sampah digelar karena pihaknya merasa terpanggil memberikan sumbangsih dalam penanganan sampah di Sidoarjo. Dengan adanya dana desa dan pendampingan dari pemda, masyarakat desa memiliki kemampuan mengelola sampah sendiri.
Wakil Bupati Sidoarjo Nur Achmad Saifuddin mengatakan, festival sampah akan digelar setiap tahun untuk menggugah kesadaran masyarakat. Festival ini juga ajang unjuk kreativitas tentang pengelolaan sampah yang dilakukan pemerintah desa. Setiap desa punya cara sendiri dalam mengelola sampah.
”Penanganan sampah memang tanggung jawab pemerintah daerah. Namun, penanganan yang dilakukan pemda tidak akan maksimal tanpa peran serta dari masyarakat,” kata Nur Achmad.
Masyarakat harus diajak mengurangi produksi sampah rumah tangga. Misalnya dengan cara mengurangi kantong keresek sekali pakai. Masyarakat juga harus dilibatkan dalam penanganan sampah melalui kelompok swadaya masyarakat di tiap-tiap desa. Mereka bertanggung jawab mengelola TPS.
”Idealnya setiap desa memiliki satu TPS, bahkan lebih, agar pengelolaan sampah lebih maksimal. Dengan dikelola di TPS, sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) adalah tinggal residu,” kata Nur Achmad.
Sidoarjo berpenduduk 2,5 juta jiwa dengan produksi sampah rumah tangga 2.400 ton per hari. Daerah hanya memiliki satu TPA itu pun kapasitasnya hanya 600 ton per hari. Sebanyak 1.800 ton sampah rumah tangga sisanya tidak terkelola sehingga menjadi masalah. Oleh karena itu, pengelolaan sampah di tingkat desa menjadi ujung tombak penanganan masalah sampah di Sidoarjo.