Gugatan Pembangunan PLTA di Leuser Diputuskan 28 Agustus
›
Gugatan Pembangunan PLTA di...
Iklan
Gugatan Pembangunan PLTA di Leuser Diputuskan 28 Agustus
Gugatan Walhi Aceh terhadap rencana pembangunan PLTA Tampur I yang berada di dalam Kawasan Ekosistem Leuser, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh akan diputuskan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh pada 28 Agustus 2019.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS - Gugatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Aceh terhadap rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Tampur I di dalam Kawasan Ekosistem Leuser, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh akan diputuskan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh pada 28 Agustus 2019. Putusan pengadilan dinanti para pihak sebab menjadi landasan hukum terhadap rencana pembangunan proyek itu.
Dalam sidang lanjutan, Rabu (14/8/2019), kuasa hukum Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh dan kuasa hukum Pemprov Aceh menyerahkan dokumen kesimpulan kepada majelis hakim. Setelah penyerahan kesimpulan, sidang selanjutnya adalah pembacaan putusan.
Kuasa Hukum Walhi Aceh Khairil Arista berharap majelis hakim menelaah kesimpulan yang mereka serahkan secara mendalam. Menurut Khairil, pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang berada di dalam kawasan Leuser lebih banyak kerugian dibandingkan keuntungan. “Ini kawasan lindung, penyedia air bagi manusia, dan habitat satwa. Kalau diganggu dapat berakibat buruk bagi keseimbangan alam,” kata Khairil.
Ini kawasan lindung, penyedia air bagi manusia, dan habitat satwa. Kalau diganggu dapat berakibat buruk bagi keseimbangan alam. (Khairil Arista)
Menurut Khairi, penerbitan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) seluas 4.407 hektar oleh Gubernur Aceh pada tanggal 9 Juni 2017 untuk pembangunan PLTA itu menyalahi kewenangan. Menurut Khairil, pemberian izin dalam kawasan hutan seluas itu adalah kewenangan menteri, bukan gubernur.
Khairil mengatakan, gubernur hanya boleh mengeluarkan izin pinjam pakai kawasan hutan seluas lima hektar, sebagaimana di atur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.50/Menlhk/Sekjen/kum.1/6/2016 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
Selain itu, kata Khairil, lokasi pembangunan berada dalam zona sesar aktif dan rawan gempa. Ketinggian bendungan yang dibangun 179 meter. “Kalau gempa dan bendungan retak air bah bisa mengancam permukiman,” kata Khairil.
Memenuhi kebutuhan listrik
Kuasa hukum Pemprov Aceh sebagai tergugat Amrizal Prang mengatakan pembangunan PLTA Tampur I di dalam kawasan Leuser dilakukan dengan tetap menjaga kawasan itu. Tujuan utama pembangunan PLTA Tampur I, kata Amrizal, untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia berupa pemenuhan kebutuhan listrik.
Dalam dokumen kesimpulan, Amrizal menyebutkan, penerbitan IPPKH dilakukan berdasarkan kewenangan yang dimiliki Pemprov Aceh sebagaimana diatur dalam Pasal 156 Pasal 165 Undang-Undang N0. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Pasal 54 Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Kehutanan Aceh.
Amrizal juga menyebutkan, pembangunan bendungan dilakukan dengan penuh hati-hati dan memperhatikan kondisi tanah. Pengeboran yang dilakukan telah menemukan tanah tempat rencana dibangun bendungan terkandung bebatuan berusia jutaan tahun sehingga sangat kokoh ketika bendungan dibangun di atasnya.
“Mohon kiranya majelis hakim memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memutuskan menolak seluruh gugatan,” ujar Amrizal.
Ketua Jurusan Magister Kebencanaan Universitas Syiah Kuala Nazli Ismail mengatakan, titik rencana pembangunan bendungan PLTA Tampur I berada dalam zona rawan gempa sebab di sana dilalui sesar aktif sumatera. Menurut Nazli, jika rencana pembangunan tetap dilanjutkan, harus dipastikan konstruksi bendungan memiliki daya tahan terhadap gempa.
”Pembangkit listrik bertujuan untuk kesejahteraan warga, tetapi pembangunan harus berwawasan kebencanaan untuk menghindari risiko buruk di kemudian hari,” ujar Nazli.
Pembangkit listrik bertujuan untuk kesejahteraan warga, tetapi pembangunan harus berwawasan kebencanaan untuk menghindari risiko buruk di kemudian hari. (Nazli Ismail)
Nazli mengatakan, potensi kekuatan gempa pada sesar sumatera yang melintasi Gayo Lues melebihi 7 magnitudo. Meski aktif, sesar ini cukup lama berdiam diri. Berdasarkan rekaman gempa, ujar Nazli, pada sesar itu telah 170 tahun tidak mengalami gempa.
Daya yang terakumulasi bertahun-tahun berpotensi meledak pada suatu waktu, tetapi tidak ada yang mampu memprediksi kapan gempa akan terjadi.