Industri otomotif didorong untuk menghasilkan kendaraan dengan emisi rendah dan sesuai dengan minat pasar global. Oleh karena itu, berbagai insentif yang dikeluarkan pemerintah diharapkan dapat mendorong transformasi industri otomotif Indonesia.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri otomotif didorong untuk menghasilkan kendaraan dengan emisi rendah dan sesuai dengan minat pasar global. Oleh karena itu, berbagai insentif yang dikeluarkan pemerintah diharapkan dapat mendorong transformasi industri otomotif Indonesia.
”Dengan demikian, kita bisa menyesuaikan minat pasar industri,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Pameran Industri Komponen Otomotif di Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Selama ini, Indonesia kuat dalam menghasilkan kendaraan multiguna (multi-purpose vehicle/MPV) yang diminati pasar domestik. Di sisi lain, minat pasar global justru jenis sedan.
Menurut data Kemenperin, ekspor mobil utuh (completely built up/CBU) pada 2018 sebanyak 264.553 unit, kendaraan dalam bentuk terurai (completely knock down/CKD) 82.028 set, dan komponen 86,63 juta unit. ”Pemerintah menargetkan ekspor mobil pada 2025 sebanyak 1 juta unit ke lebih dari 80 negara,” kata Airlangga.
Airlangga menyebutkan, pemerintah mendorong tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) setinggi-tingginya di industri otomotif. ”Ketersediaan komponen di dalam negeri merupakan satu mata rantai pasokan yang menentukan biaya di industri otomotif,” ujarnya.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin Harjanto menambahkan, saat ini ada sekitar 1.500 perusahaan komponen otomotif di Indonesia. Perusahaan komponen otomotif lapis 1, 2, dan 3 tersebut tersebar di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sekitar 240 perusahaan di antaranya anggota Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM). Adapun 122 perusahaan adalah anggota Perkumpulan Industri Kecil Menengah Komponen Otomotif (Pikko).
Ketua Umum Perkumpulan Industri Kecil Menengah Komponen Otomotif (Pikko) Rosalina Faried berpendapat, pemangku kepentingan—termasuk investor atau prinsipal dan pemerintah—mesti bersinergi dengan industri kecil menengah (IKM) komponen. Dengan cara ini, IKM komponen dapat menyuplai komponen berteknologi rendah yang dibutuhkan industri otomotif.
”Bahkan, tidak tertutup kemungkinan (menyuplai) di teknologi lebih tinggi. Tantangan atau pembelian akan memancing kami untuk berinvestasi. IKM juga harus naik kelas,” kata Rosalina.
Sekretaris Jenderal GIAMM Hadi Surjadipradja menuturkan, daya saing produk berkaitan dengan volume. ”Tanpa volume, repot untuk bersaing. Pasar adalah hal penting,” kata Hadi. (CAS)