Untuk menarik minat anak-anak muda, kegiatan Pramuka di sekolah terus berkembang mengikuti perkembangan zaman. Oleh karena itu, di sejumlah sekolah, kegiatan Pramuka tidak lagi hanya berupa latihan tali-temali atau aktivitas perkemahan.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS – Untuk menarik minat anak-anak muda, kegiatan Pramuka di sekolah terus berkembang mengikuti perkembangan zaman. Oleh karena itu, di sejumlah sekolah, kegiatan Pramuka tidak lagi hanya berupa latihan tali-temali atau aktivitas perkemahan.
Di SMA Negeri 8 Yogyakarta, misalnya, kegiatan Pramuka mencakup aktivitas kerja sosial di sejumlah tempat, misalnya panti asuhan, panti jompo, dan sekolah luar biasa (SLB). Di tempat-tempat itu, para pelajar diwajibkan untuk membantu pelayanan terhadap para penghuni panti atau membantu kegiatan belajar-mengajar di SLB.
Mereka menjadi pekerja sosial di panti. Bahkan ada juga yang ke tempat pembuangan akhir sampah untuk membantu petugas mengangkut sampah
Kepala SMAN 8 Yogyakarta Rudy Prakanto menjelaskan, Pramuka merupakan kegiatan ekstrakurikuler wajib di sekolahnya. Oleh karena itu, semua murid sejak kelas X, XI, maupun XII, harus mengikuti kegiatan tersebut. Namun, bentuk kegiatan Pramuka untuk tingkatan itu berbeda-beda.
Rudy menuturkan, untuk murid-murid Kelas XII, kegiatan Pramuka yang harus mereka ikuti berupa kerja sosial di tempat-tempat tertentu, seperti panti asuhan, panti jompo, dan SLB. “Mereka menjadi pekerja sosial di panti. Bahkan ada juga yang ke tempat pembuangan akhir sampah untuk membantu petugas mengangkut sampah,” katanya.
Rudy menambahkan, kerja sosial tersebut dilakukan oleh para siswa pada semester pertama. Setelah itu, pada semester kedua, para siswa harus menulis esai berisi refleksi atas pengalaman mereka melakukan kerja sosial. Esai karya mereka lalu dipresentasikan di kelas, kemudian dicetak menjadi buku.
“Saat melakukan kerja sosial itu, banyak siswa yang mengaku senang karena mereka merasa berguna untuk orang lain. Bahkan, ada siswa-siswa yang enggak mau pulang dari lokasi panti jompo atau SLB,” ujar Rudy.
Kegiatan inovatif
Selain kerja sosial, kegiatan inovatif lain dalam ekstrakurikuler Pramuka di SMAN 8 Yogyakarta adalah aktivitas riset di masyarakat. Menurut Rudy, dalam acara perkemahan Pramuka yang wajib diikuti murid Kelas XI, para siswa diminta melakukan observasi di lingkungan sekitar lokasi perkemahan, lalu mengembangkan ide-ide untuk melakukan riset.
Rudy menyebut, saat diminta melakukan kegiatan itu, sejumlah siswa akhirnya berhasil mengembangkan alat-alat tertentu untuk mengatasi persoalan yang dialami masyarakat setempat. “Misalnya mereka membuat alat untuk menangkap ikan atau menyimpan daging,” katanya.
Menurut Rudy, inovasi-inovasi dalam kegiatan Pramuka itu penting untuk menarik minat anak muda masa sekarang. “Stereotip Pramuka yang ada di pikiran anak-anak itu kan hanya nyanyi dan tepuk tangan sehingga kurang menarik buat mereka. Makanya kami kemudian mengemas dengan model-model yang baru,” tutur dia.Ketua Dewan Ambalan Pramuka SMAN 8 Yogyakarta, Erwin Firmansyah (16), menuturkan, aktivitas kerja sosial dalam ekstrakurikuler Pramuka menjadi salah satu faktor yang menarik minat para pelajar terhadap organisasi itu. Erwin menambahkan, aktivitas kerja sosial itu juga penting untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa anggota Pramuka bisa memberi manfaat nyata.
“Aktivitas kerja sosial itu membuat peran anggota Pramuka menjadi lebih nyata. Dengan menjadi social worker (pekerja sosial), kita juga menunjukkan kegiatan Pramuka tidak monoton,” kata Erwin yang merupakan siswa Kelas XI SMAN 8 Yogyakarta itu.
Pandangan
Sementara itu, sejumlah siswa SMAN 3 Yogyakarta memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang Pramuka. Ada yang mengganggap aktivitas Pramuka menyenangkan, ada pula yang merasa kegiatan itu membosankan. Namun, mereka masih menilai kegiatan itu sebagai suatu hal yang penting.
Materi yang diberikan tidak terlalu menarik buat saya. Khususnya cara membawakannya. Hanya, kalau diminta wajib Pramuka, ya kami ikut. Tetapi, kesannya sekadar formalitas
Aya (16), siswa kelas XI SMA Negeri 3 Yogyakarta, mengatakan, dirinya tidak terlalu suka dengan Pramuka. Meski begitu, Aya masih mengikuti kegiatan tersebut karena Pramuka menjadi ekstrakulikuler wajib di sekolahnya.
“Materi yang diberikan tidak terlalu menarik buat saya. Khususnya cara membawakannya. Hanya, kalau diminta wajib Pramuka, ya kami ikut. Tetapi, kesannya sekadar formalitas,” ujar Aya.
Menurut Aya, materi yang diberikan dalam pramuka itu disampaikan secara menarik, bisa jadi ia menggemari kegiatan tersebut. Ia tidak akan merasa bahwa kegiatan tersebut membosankan. Sebab, materi-materi pramuka seperti tali temali dan persandian itu cukup menarik.
“Penyampaian materinya agak membosankan. Masih bisa ditoleransi sebenarnya. Bukannya membuat saya sepenuhnya malas mengikuti kegiatan itu. Kemasannya harus dibikin lebih menarik dan tidak membosankan seharusnya,” ujar Aya.
Sementara itu, hal berbeda disampaikan Ahmad (15), siswa kelas XI SMA Negeri 3 Yogyakarta. Bagi dia, kegiatan pramuka itu cukup menyenangkan. Itu karena kegiatan tersebut dikemas dengan konsep permainan. Tentu permainan yang disajikan itu berkaitan dengan tali temali, persandian, kekompakan, hingga kepemimpinan.
“Buat saya seru-seru saja. Setiap kali dibuat menjadi games, itu akan selalu menyenangkan. Ada hal yang menarik karena kami saling beradu,” kata Ahmad.
Meskipun keduanya memiliki perasaan yang berbeda terhadap kegiatan pramuka, mereka tetap menganggap pramuka sebagai hal yang penting. Kegiatan itu mengajarkan siswa tentang kerjasama dan kepemimpinan. Kedua hal itu mampu membentuk karakter siswa dalam perkembangannya.
“Jelas Pramuka sangat penting. Tidak salah jika itu jadi kegiatan wajib. Kami belajar tentang kepemimpinan dan kekompakan lewat kegiatan berkelompoknya. Ini yang nantinya bisa membentuk karakter kami di masa depan,” kata Ahmad.
Buat saya seru-seru saja. Setiap kali dibuat menjadi games, itu akan selalu menyenangkan. Ada hal yang menarik karena kami saling beradu
Hal serupa disampaikan Aya. Menurut Aya, dari setiap materi yang diberikan itu ada tujuan khusus di balik itu semua. Ia bisa belajar menjadi siswa yang mandiri melalui pramuka. “Ada pembekalan tentang bagaimana kita belajar mandiri. Dalam kemah misalnya, kita membuat tenda, tinggal di luar rumah, memasak, dan membuat semuanya sendiri,” ujarnya.