Kemarau panjang membuat volume air Sungai Cisadane semakin surut. Hal ini berdampak luas pada berkurangnya debit air di saluran irigasi yang mengairi 668 hektar sawah di 15 kecamatan di Kabupaten Tangerang. Tak hanya itu, kemarau juga berdampak pada ketersediaan air bersih di 5 kecamatan yang ada di Kabupaten Tangerang.
Oleh
Aguido Adri
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Kemarau panjang membuat volume air Sungai Cisadane semakin surut. Hal ini berdampak luas pada berkurangnya debit air di saluran irigasi yang mengairi 668 hektar sawah di 15 kecamatan di Kabupaten Tangerang. Tak hanya itu, kemarau juga berdampak pada ketersediaan air bersih di 5 kecamatan yang ada di Kabupaten Tangerang.
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, kedalaman Sungai Cisadane saat ini rata-rata 2,50 meter. Sementara kedalaman sungai tersebut dalam keadaan normal sekitar 4 meter. Di tepi Sungai Cisadane, tanah terlihat kering dan retak.
Kedalaman Sungai Cisadane berpotensi akan terus menyusut karena Badan Meteorologi, Klimatologi, Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau di beberapa wilayah di Pulau Jawa, termasuk Kabupaten Tangerang, diperkirakan terjadi hingga Oktober 2019.
Selain itu, besarnya kebutuhan air bersih untuk mandi, cuci, kakus (MCK), membuat perusahaan pengolahan air terus menyedot bahan baku dari Sungai Cisadane.
Asep Tajudin, petugas PT Aetra Air Tangerang, mengatakan, kebutuhan air bersih semakin meningkat di beberapa kecamatan, sementara air di Sungai Cisadane terus menurun. ”Sudah 4 bulan ini menggunakan empat pompa untuk mengambil bahan baku air. Padahal, sebelumnya kalau tidak kemarau cuma pakai dua pompa saja,” kata Asep.
Sementara itu, Kepala Bidang Kedaerahan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tangerang Kosrudin mengatakan, dampak kekeringan cukup besar dirasakan di 15 kecamatan, yaitu Cisoka, Solear, Tigaraksa, Jambe, Cikupa, Panongan, Sindang Jaya, Balaraja, Jayanti, Sukamulya, Kronjo, Mauk, Kemiri, Teluknaga, dan Kosambi.
”Karena air di Sungai Cisadane terus berkurang, pasokan air untuk irigasi sawah di 15 kecamatan tersebut berkurang sehingga ada 10 hektar sawah dalam kondisi kering berat, kondisi 328 hektar berkategori sedang, dan 330 hektar kondisi ringan. Total ada 668 hektar sawah yang terdampak. Namun, untuk kebutuhan air bersih tidak semua 15 kecamatan terdampak, beberapa daerah masih tercukupi,” katanya.
Ia melanjutkan, kecamatan yang merasakan kekurangan air bersih ada di Kecamatan Legok, Curug, Panongan, Jayanti, dan Tigaraksa. ”Kami sudah lakukan penanganan di Kecamatan terdampak dengan menyediakan air bersih. Seperti kemarin, kami bersama PDAM Tirta Kertaraharja mengirim sekitar 8.000 liter air ke Desa Pelajari di Kecamatan Kagok, dan Desa Serdang Kulon, Kecamatan Curug,” lanjutnya.
Air di Sungai Cisadane terus berkurang sehingga pasokan air untuk irigasi sawah di 15 kecamatan tersebut berkurang. Ada 10 hektar sawah dalam kondisi kering berat.
Tak hanya di Kabupaten Tangerang, menyusutnya debit air Sungai Cisadane juga dirasakan oleh warga Kota Tangerang. Sudah hampir tiga bulan lebih, sejak anak Sungai Cisadane kering, Wilda Nuriani (45), warga Mekarsari, Kota Tangerang, harus berjalan kaki membawa tiga jeriken berukuran 20 liter menuju Sungai Cisadane menggunakan gerobak. Tak jauh dari sungai tersebut ada beberapa perusahan pengelolaan air bersih.
”Dua jeriken diisi air bersih dari perusahaan itu. Setelah itu saya turun ke sungai untuk menimba air, di-masukin ke jeriken ini. Airnya memang coklat, tetapi enggak apa-apa, aman kok. Air ini untuk cuci pakaian dan alat masak saja. Setelah sampai rumah, airnya dimasukkan ke dalam penampungan air. Lalu saya atau suami saya ke sungai untuk mengisi penuh tiga jeriken lagi. Airnya untuk mandi juga,” kata Wilda, Rabu (14/8/2019).
Wilda mengatakan, rumahnya tidak dialiri air, sementara sumber air terdekat, yaitu anak Sungai Cisadane, sudah mengering. Oleh karena itu, setiap musim kemarau, dirinya harus berjalan sekitar 2 kilometer lebih untuk mengambil air di Sungai Cisadane.