Operasi pengamanan di wilayah Kabupaten Puncak, Papua, dari ancaman kelompok separatis bersenjata dilanjutkan. Tindakan tegas akan dilakukan terhadap kelompok tersebut.
JAKARTA, KOMPAS - Jatuhnya korban dari pihak kepolisian tidak menyurutkan upaya pemerintah untuk mengamankan Kabupaten Puncak, Papua, dari ulah Kelompok Separatis Bersenjata. Operasi pengamanan tetap dilanjutkan hingga situasi benar-benar kondusif.
Penegasan itu disampaikan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Selasa (13/8/2019), menyusul tewasnya Brigadir Polisi Satu Heidar di Kampung Usir, Kabupaten Puncak, Papua, pada Senin (12/8). Peristiwa itu terjadi saat Heidar dan Brigadir Kepala Alfonso melintas Kampung Usir saat menuju Kampung Mudidok untuk menyelidiki laporan tentang adanya intimidasi oleh kelompok bersenjata.
Di tengah jalan, mereka menghentikan sepeda motor yang mereka tumpangi karena ada warga yang memanggil Heidar. Heidar pun turun, tetapi tiba-tiba 10 orang tak dikenal muncul dari semak-semak dan langsung melepas tembakan. Heidar tewas di tempat kejadian, sementara Alfonso lari masuk hutan.
”Ya, kami, kan, sedang mengamankan daerah itu, ada yang tertembak, ada yang luka. Itu bagian operasi,” ujar Wiranto.
Dari catatan Kompas, kelompok kriminal separatis bersenjata telah terlibat dalam 38 kasus penembakan sepanjang 2018-Juli 2019. Korban meninggal sebanyak 23 warga sipil dan 16 personel TNI/Polri. Sementara tujuh warga sipil dan 14 aparat keamanan terluka.
Tidak akan surutnya aparat keamanan pascapenembakan Heidar juga disampaikan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Kepolisian Negara RI Brigadir Jenderal (Brigjen) Dedi Prasetyo. Dedi menegaskan, peristiwa itu tidak akan mengurangi langkah tegas TNI/Polri untuk menangkap anggota kelompok separatis itu.
Namun, pihaknya mengakui bahwa medan luas menjadi kendala TNI-Polri untuk menangkap anggota KKB yang dianggap terus meresahkan masyarakat di wilayah Kabupaten Puncak.
”Selain mengintimidasi, mereka (KKB) juga melakukan beberapa tindak pidana, seperti penganiayaan, pengancaman, dan pemerkosaan kepada masyarakat,” kata Dedi.
Trauma
Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Theo Hesegem mengatakan, sejak insiden penembakan karyawan Istaka Karya pada Desember 2018, kehadiran TNI/Polri membuat banyak warga dari wilayah Nduga, Papua, mengungsi.
Mereka khawatir terjebak di antara konflik senjata antara TNI dan Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM). Selain itu, banyak juga yang merasa trauma dengan sejarah kekerasan di Papua sejak 1977 serta tindakan beberapa oknum TNI. Masyarakat berharap bisa kembali ke rumah masing-masing.
Kepala Staf TNI AD Jenderal Andika Perkasa mengatakan, pihaknya membuka diri pada keluhan masyarakat. ”TNI AD memiliki good will (niat baik) untuk memperbaiki. Tapi keluhan yang disampaikan tentunya harus ada dasar yang nyata dan logis,” kata Andika.