Hanya Satu RUU Prioritas Disahkan, Kinerja DPR Masih Buruk
›
Hanya Satu RUU Prioritas...
Iklan
Hanya Satu RUU Prioritas Disahkan, Kinerja DPR Masih Buruk
Oleh
PRADIPTA PANDU/DHANANG DAVID
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kinerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak kunjung membaik usai mengikuti Pemilihan Umum 2019. Hanya satu Rancangan Undang-Undang (RUU) prioritas yang disahkan pada masa sidang kelima Mei-Juli 2019. Sementara 52 RUU prioritas lainnya belum disahkan hingga dua bulan terakhir masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019.
Berdasarkan evaluasi kinerja DPR dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), hanya disahkannya satu, yakni tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada masa sidang kelima membuat kinerja DPR masih buruk. Padahal, 94 persen anggota DPR yang mencalonkan kembali sudah tidak disibukkan dengan agenda Pemilu Legislatif 2019.
Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan Ketua DPR Bambang Soesatyo di awal masa sidang kelima yang berkomitmen untuk mensahkan empat RUU prioritas. Empat RUU yang mendesak diselesaikan yakni RUU Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; RUU tentang Perkoperasian; RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; dan RUU tentang Ekonomi Kreatif.
Direktur Eksekutif Formappi I Made Leo Wiratma di Jakarta, Kamis (15/8/2019), mengatakan, ketidakmampuan DPR menyelesaikan target pengesahan RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas menunjukkan rendahnya koordinasi antar-alat kelengkapan dewan.
“Pada masa sidang keempat kinerja DPR jauh lebih baik dengan mengesahkan dua RUU. Namun, rata-rata DPR hanya bisa menyelesaikan satu UU setiap masa sidang. Hilangnya aspek koordinasi antar-alat kelengkapan dewan akan sulit mengharapkan capaian yang terarah dan maksimal,” ujarnya.
Hingga masa jabatan anggota DPR berakhir pada Oktober mendatang, masih terdapat 52 RUU prioritas yang belum diselesaikan. Dengan tersisa satu masa sidang, Made menilai DPR tidak mungkin menyelesaikan semua RUU prioritas tersebut.
Namun, menurut Made, lima RUU seharusnya bisa diselesaikan anggota DPR pada masa sidang terakhir karena hanya menyisakan beberapa isu krusial. Lima RUU tersebut yakni RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS); RUU Perkoperasian; RUU Sumber Daya Air; dan RUU Jabatan Hakim.
Buruknya kinerja anggota DPR pada masa sidang kelima tidak hanya dalam perancangan UU, tetapi juga tingkat kehadiran dalam rapat paripurna. Formappi mencatat, dalam beberapa kali rapat paripurna, tingkat kehadiran riil anggota dewan hanya mencapai 60-80 orang dari total 560 anggota.
Contohnya dalam rapat paripurna 28 Mei 2019, pimpinan DPR menyebut 291 anggota hadir. Namun kenyataannya, hanya 81 anggota dewan yang hadir. Sementara pada rapat paripurna 4 Juli 2019, anggota DPR riil yang hadir hanya 67 orang dan pada 16 Juli 2019 hanya 85 orang yang hadir.
Buruknya kinerja anggota DPR pada masa sidang kelima tidak hanya dalam perancangan UU, tetapi juga tingkat kehadiran dalam rapat paripurna
Evaluasi kinerja
Secara terpisah, Bambang Soesatyo mengatakan, DPR dan pemerintah perlu duduk bersama untuk mengevaluasi kinerja DPR, khususnya ketika menjalankan fungsi legislasi. Ia mengatakan, dalam membahas undang-undang, tentunya harus ada kerja sama antara DPR dengan pemerintah.
"Saya tidak tahu, apakah yang lambat dalam membahasnya itu dari pihak pemerintah atau dari pihak DPR. Oleh sebab itu, perlu kami melakukan evaluasi agar kinerja DPR bisa lebih baik di periode berikutnya," ucapnya di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.
Menurut Bambang, saat ini para anggota DPR telah bekerja maksimal dalam menyusun UU. Di sisa satu masa sidang ini, DPR juga berencana akan menyelesaikan beberapa RUU prioritas. “Sejumlah RUU yang kemungkinan akan selesai dan disahkan yaitu RUU KUHP, RUU Pertanahan, dan RUU Pemasyarakatan," ucapnya.