Industri produk kecantikan dan perawatan dalam negeri terus tumbuh. Ketersediaan bahan baku yang beragam dan pasar yang besar jadi peluang pengembangan industri ini. Keberadaan internet menopangnya.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri kecantikan dalam negeri terus tumbuh. Bahan baku beragam dan pasar besar jadi modal. Kementerian Perindustrian mencatat, selama triwulan I-2019, industri produk kecantikan tumbuh 7,35 persen dibandingkan dengan triwulan I-2018. Ekspornya mencapai 556,36 juta dollar AS pada 2018 atau naik dibandingkan dengan setahun sebelumnya yang mencapai 516,88 juta dollar AS.
Direktur Kimia Hilir dan Farmasi Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier, Rabu (14/8/2019), di Jakarta, menyebutkan, pada periode Januari-Juni 2019, nilai ekspor produk kecantikan mencapai 317,1 juta dollar AS. ”Ragam produk kosmetik atau personal care meluas. Tren halal turut memengaruhi pertumbuhan industri lokal,” ujarnya.
Tren halal turut memengaruhi pertumbuhan industri lokal.
Menurut dia, kebiasaan memadukan jamu dengan produk kecantikan kini sedang populer. Pasarnya bukan lagi didominasi orang tua, melainkan dewasa muda, bahkan anak-anak tanpa memandang jenis kelamin. Sampai akhir semester I-2019, terdapat 797 perusahaan yang memproduksi produk kecantikan, 503 perusahaan di antaranya merupakan usaha kecil menengah.
Isu mutu menjadi perhatian utama. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian serta Badan Pengawas Obat dan Makanan membina industri untuk peningkatan kualitas produk melalui sejumlah program.
Peran internet
Co-Founder dan CEO Social Bella, perusahaan ritel daring produk kecantikan pengelola Sociolla, John Rasjid, menceritakan, produk kecantikan bisa dengan mudah dicari dan dibeli melalui media sosial meski tak semua produk asli. Sociolla dilengkapi fitur Beauty Jurnal yang berfungsi sebagai blog bermacam informasi kecantikan.
Kehadiran internet mendorong pertukaran artikel lebih mudah meski tidak semua konten valid. ”Konsumen usia 18-28 tahun merupakan target utama pasar kami selain pekerja di perkotaan sampai usia 40 tahun. Segmen itu peduli produk kecantikan lokal dan suka berbagi ulasan di berbagai platform media,” kata John.
Ia menambahkan, platform daring ataupun gerai luring mengakomodasi aneka produk kecantikan merek lokal, seperti Sensatia Botanicals, Wardah, dan BLP Beauty.
Profesional penata rias sekaligus pendiri BLP Beauty, Elizabeth Christina Parameswari, menyebutkan, mayoritas konsumen milenial memiliki kebiasaan riset dan mendiskusikan kecantikan. Internet jadi ruang berbagi informasi ulasan produk sekaligus berdiskusi.
”Ketika saya pertama kali merintis karier sebagai profesional penata rias artis tahun 2011, Youtube atau Instagram belum sepopuler sekarang. Influencer kecantikan belum banyak. Kini, dengan bekal hobi merias dan punya kamera, siapa pun bisa menawarkan jasa merias,” tutur Elizabeth pada acara Exabytes eCommerce Conference 2019.
Citra yang diusung BLP Beauty adalah kecantikan milik semua orang. Pertama kali dipasarkan melalui platform Sociolla dan kini merambah ke lima gerai fisik di pusat perbelanjaan.
”Pemasaran produk melalui ulasan konsumen di media sosial. Cara ini membangun kedekatan kami dengan pengguna,” ujarnya.