Sekelompok orang, terdiri dari mahasiswa dan warga Papua, bentrok dengan sejumlah warga Malang di Jalan Basuki Rahmat, Kota Malang, Kamis (15/8/2019). Masyarakat diminta tak mudah terprovokasi dan mengedepankan pendekatan hukum dalam menyikapi aspirasi yang coba memecah NKRI.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Sekelompok orang, terdiri dari mahasiswa dan warga Papua, bentrok dengan sejumlah warga Malang di Jalan Basuki Rahmat, Kota Malang, Jawa Timur, Kamis (15/8/2019). Masyarakat diminta tidak mudah terprovokasi dan mengedepankan pendekatan hukum dalam menyikapi aspirasi yang coba memecah NKRI.
Berdasarkan pantauan Kompas, bentrokan berawal saat sekitar 30 orang yang menggunakan nama Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) berencana berunjuk rasa di kawasan Balai Kota Malang. Mereka akan menyuarakan aspirasi terkait perjanjian antara Amerika Serikat dan Indonesia.
Saat tiba di perempatan Rajabally (Jalan Basuki Rahmat), sekitar pukul 09.30, massa asal Papua berpapasan dengan kelompok warga Malang yang tidak setuju dengan aksi tersebut. Oleh karena massa aksi tetap berorasi dengan kalimat-kalimat provokatif, seperti seruan kemerdekaan Papua, bentrokan tak bisa dihindari. Massa asal Malang berusaha membubarkan pengunjuk rasa dari Papua. Terjadi aksi lempar batu di antara kedua kubu.
Oleh karena massa aksi tetap berorasi dengan kalimat-kalimat provokatif, seperti seruan kemerdekaan Papua, bentrokan tak bisa dihindari.
Personel Kepolisian Resor Malang Kota dan Kodim 0833 Kota Malang pun diturunkan untuk mengendalikan bentrokan. Polisi kemudian mengevakuasi massa AMP untuk meninggalkan lokasi. Bentrokan hingga pembubaran massa berlangsung selama lebih kurang satu jam.
”Aksi ini terjadi karena ada rencana AMP turun ke balai kota, menyuarakan aspirasi terkait perjanjian antara Amerika Serikat dan Indonesia. Polri sudah melakukan pengamanan di titik-titik kemungkinan mereka kumpul, seperti di stadion dan alun-alun. Tapi, ternyata mereka langsung ke Rajabally dan terjadilah bentrokan itu,” kata Kepala Kepolisian Resor Malang Kota Ajun Komisaris Besar Asfuri, Kamis. Dia menambahkan, bentrokan terjadi antara massa AMP dan masyarakat yang tak setuju dengan aksi itu.
Asfuri mengatakan, mereka sebenarnya menerima surat dari AMP untuk melakukan unjuk rasa sehari sebelumnya. ”Namun, karena dalam surat tersebut tidak ada nama dan nomor kontak orang yang bertanggung jawab atas aksi itu, izin tidak kami keluarkan. Kami tidak pernah memberikan izin untuk aksi itu,” katanya.
Apalagi, menurut Asfuri, berdasarkan UU tentang penyampaian pendapat di muka umum, salah satu syarat menyampaikan aspirasi di muka umum adalah tidak boleh mengganggu persatuan dan kesatuan. Sementara bahasa dan orasi yang disampaikan sudah tidak sesuai dengan koridor, misalnya tentang kemerdekaan Papua dan niat memisahkan diri dari NKRI. Hal itu yang melandasi kepolisian membubarkan massa berdasarkan aturan.
Komandan Kodim 0833 Kota Malang Letnan Kolonel Tommy Anderson mengatakan, dalam negara hukum, ada rambu-rambu penyampaian aspirasi. Jika melanggar rambu-rambu itu dapat dikatakan pelanggar hukum dan harus ditindak. Namun, dia juga meminta masyarakat Malang untuk tidak mudah terprovokasi.
”Sikap aparat sudah jelas. NKRI harga mati, itu konsepnya, dari Sabang sampai Merauke. Apa pun kekuatan yang berusaha mengganggunya, akan dianggap menentang negara,” tutur Anderson.
Meski demikian, dia juga mengimbau masyarakat Malang tetap pintar. Menurut Anderson, perjuangan semacam ini menggunakan berbagai bentuk.
”Jangan terprovokasi dengan ulah mereka sehingga mampu dijadikan amunisi secara politis untuk menekan negara. Hadapi hal seperti ini dengan mengutamakan pendekatan hukum dan peraturan perundangan,” kata Anderson.